Peritel: Pemerintah Harus Libatkan Masyarakat Awasi Impor Ilegal

Produk impor ilegal sangat merugikan bagi peritel dan UMKM dalam negeri.

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Petugas melintas di dekat barang bukti pakaian bekas impor ilegal sebelum dimusnahkan di Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (20/9/2023). Polda Kalimantan Utara (Kaltara) berhasil mengungkap tindak pidana penyelundupan baju impor ilegal dari Malaysia yang disimpan di dalam 17 kontainer dengan total mencapai 1.978 ball.
Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengingatkan pemerintah harus melakukan pengawasan melekat terhadap produk ilegal yang semakin marak dengan melibatkan masyarakat.

“Berapa banyak tenaga bea cukai, pegawai bea cukai yang bisa melakukan pengawasan untuk 278 juta penduduk dan 17.000 pulau. Sederhana untuk bisa tertutupnya pelabuhan-pelabuhan tikus, tertutupnya bongkar muat di laut yaitu pengawasan yang melekat mengikutsertakan masyarakat,” kata Ketua Aprindo Roy Nicholas Mandey saat konferensi pers, di Jakarta, Kamis (18/1/2024).

Masyarakat seperti nelayan, katanya pula, dapat menjadi saksi yang melihat langsung proses bongkar muat barang ilegal di pelabuhan tikus maupun transaksi penyelundupan barang impor ilegal ke kapal di tengah laut dibandingkan petugas bea cukai yang jumlahnya terbatas.

Masyarakat yang memberi laporan mengenai kegiatan melanggar hukum tersebut dapat diberikan reward sebagai bentuk apresiasi dan pemicu untuk lebih jeli menemukan impor ilegal.

“Siapa yang memberikan reward ya pemerintah dong, karena mereka tidak menggaji ketika seseorang melaporkan korupsi, seseorang melaporkan ada pembongkaran muatan di tengah laut. Tidak digaji kan mereka? Dilaporkan adanya masuk dari pelabuhan tikus, tapi dikasih reward. Kementerian yang bertanggung jawab silakan Presiden dapat menunjuk,” ujarnya pula.

Lebih lanjut Roy menuturkan terdapat tiga jenis barang yang merusak produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) atau produk lokal yang marak beredar di tanah air. Pertama, barang bekas atau used products, used clothes, use apparel. Lalu barang yang sudah dikembalikan oleh peritel atau return product.

Kedua, illegal imported products atau barang-barang ilegal yang masuk lewat kontainer dan pelabuhan tidak resmi yang tidak terdata oleh bea cukai. Ketiga, counter fake products atau barang yang labelnya ditempeli merek dagang tertentu namun bukan barang asli.

Melihat maraknya barang bekas hasil impor ilegal, Aprindo meminta pemerintah untuk lebih ketat dalam mengawasi masuknya barang-barang tersebut.

Bukan hanya memperketat masuknya produk impor legal yang dinilainya semakin dipersulit seiring adanya rencana pemberlakuan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 mengenai penataan kembali kebijakan impor dengan menggeser pengawasan impor dari post-border ke border dan relaksasi atau kemudahan impor barang kiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang akan berlaku pada Maret mendatang.

“Justru yang kami sayangkan kenapa tidak justru itu yang ditindak dulu, dibersihkan dulu dong. Dihilangkan dari bumi Indonesia dulu dong, karena nanti mematikan produk lokal UMKM maupun produk yang memang ada di toko gerai, baik ritel modern atau toko tradisional,” ujar dia pula.

Baca Juga


sumber : ANTARA
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler