KPK Didesak Terbitkan Sprindik Baru untuk Eks Wamenkumham
ICW desak KPK untuk menerbitkan surat perintah penyidikan baru untuk eks wamenkumham.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) memprotes putusan praperadilan yang membatalkan penetapan tersangka eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Prof Eddy. ICW menegaskan putusan itu berdampak buruk bagi semangat anti korupsi di tanah air.
Peneliti ICW, Diky Anandya menyadari putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding. Tapi Diky meyakini KPK dapat menempuh cara lain guna menjerat Prof Eddy.
"Maka ICW mendorong agar KPK segera menerbitkan surat perintah penyidikan baru untuk dapat menetapkan kembali Eddy Hiariej sebagai tersangka. Sebab putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding," kata Diky dalam keterangannya pada Kamis (1/2/2024).
Diky menilai cara itu dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (3) PERMA Nomor 4 Tahun 2016. Ketentuan tersebut mengatakan bahwa sah atau tidaknya penetapan tersangka tidak menggugurkan tindak pidana.
"Dan kewenangan penyidik untuk menetapkan kembali seseorang sebagai tersangka dengan sedikitnya dua alat bukti baru," ujar Diky.
Selain PERMA, Diky menyebut putusan Mahkamah Konstitusi nomor 42/PUU-XV/2017 memungkinkan penegak hukum unuk menggunakan alat bukti yang pernah dipakai pada perkara sebelumnya.
"Dengan catatan alat bukti tersebut harus disempurnakan," lanjut Diky.
Diky mengungkapkan penerapan aturan ini setidaknya pernah dilakukan oleh KPK dalam perkara yang menjerat eks Ketua DPR RI Setya Novanto.
"Dimana pada saat itu setelah Hakim Cepi Iskandar mengabulkan permohonan praperadilan mantan ketua DPR tersebut dan menggugurkan status tersangka, KPK menerbitkan sprindik baru untuk dapat menetapkan kembali Setya Novanto sebagai tersangka," ujar Diky.
Diketahui, hakim tunggal PN Jaksel Estiono menerima permohonan praperadilan yang diajukan oleh Prof Eddy dalam sidang pada Selasa (30/1/2024). Estiono memutuskan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Prof Eddy tidak sah.
"Menyatakan penetapan tersangka oleh termohon terhadap pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Estiono membacakan amar putusan di PN Jaksel.
Sebelumnya, Prof Eddy ditetapkan tersangka bersama "orang dekatnya" Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana. Mereka diduga menerima suap dari tersangka mantan Dirut PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan, senilai Rp 8 miliar.
Dalam perkara ini, Prof Eddy dua kali mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangkanya. Dalam praperadilan pertama, Prof Eddy mencabutnya untuk diperbaiki. Dalam permohonan kedua, Prof Eddy mengajukan permohonan sendiri atau tanpa Yosi dan Yogi sebagai sesama tersangka.