Dulu Bilang Jabatan Milik Allah Usai Dicopot, Kini Anwar Usman Ingin Kembali Jadi Ketua MK

Anwar Usman menggugat ke PTUN dan minta jabatannya sebagai ketua MK dikembalikan.

Republika/Prayogi
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman sebelum memberikan keterangan terkait hasil putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Gedung MK, Jakarta, Rabu (8/11/2023). Dalam kesempatan tersebut Anwar Usman merasa difitnah dalam penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK). Dia menyebut fitnah itu keji dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum dan fakta.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Rizky Suryarandika

Baca Juga


"Sejak awal saya sudah mengatakan bahwa jabatan itu adalah milik Allah, sehingga pemberhentian saya sebagai ketua MK, tidak sedikitpun membebani diri saya," ucap Hakim MK Anwar Usman pada 8 November 2023. 

Kalimat itu keluar dari mulut Anwar Usman sehari setelah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan putusan bahwa Anwar Usman terbukti bersalah melanggar kode etik dan perilaku MK terkait putusan batas usia capres-cawapres yang kemudian membuat Gibran Rakabuming Raka sah menjadi cawapres. MKMK saat itu menjatuhkan sanksi pemberhentian secara tidak hormat Anwar Usman dari jabatan ketua MK.

Suhartoyo kemudian terpilih menjadi ketua MK berdasarkan rapat permusyawaratan hakim (RPH) mengenai pemilihan ketua MK pada 9 November 2023. Suhartoyo menjadi ketua MK untuk masa jabatan 2023-2028. Sidang pleno dipimpin oleh Wakil Ketua MK, Saldi Isra. 

Sempat ikhlas kehilangan jabatannya, Anwar Usman kini melakukan perlawanan. Ia diketahui mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan pokok gugatan meminta keputusan pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua baru MK dinyatakan tidak sah.

"Dalam pokok perkara, mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023, tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028," demikian bunyi isi gugatan pokok perkara Anwar Usman sebagaimana dikutip dari laman resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara PTUN Jakarta di Jakarta, Rabu (31/1/2024).

Selain itu, dalam gugatan pokok perkaranya, Anwar juga meminta keputusan pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua MK itu dicabut. Tidak hanya itu, Anwar meminta Suhartoyo selaku tergugat untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukannya sebagai ketua MK.

"Mewajibkan tergugat untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan penggugat sebagai ketua Mahkamah Konstitusi periode 2023-2028, seperti semula sebelum diberhentikan," demikian pokok gugatan Anwar Usman.

Anwar juga mengajukan gugatan dalam penundaan. Dia meminta pelaksanaan keputusan pengangkatan Suhartoyo ditunda hingga adanya putusan pengadilan inkrah.

"Memerintahkan atau mewajibkan tergugat untuk menunda pelaksanaan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023, tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028, selama proses pemeriksaan perkara sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," demikian bunyi gugatan tersebut.

Perkara yang teregistrasi dengan Nomor Perkara 604/G/2023/PTUN.JKT itu didaftarkan pada Jumat, 24 November 2023. Pada Rabu, PTUN Jakarta mengagendakan pembacaan gugatan dan sikap majelis atas permohonan pihak terkait secara elektronik.

Amar Putusan MKMK untuk Anwar Usman - (infografis Republika)

 

Sebelumnya, hakim konstitusi yang juga Juru Bicara MK Enny Nurbaningsih menegaskan bahwa gugatan Anwar Usman tersebut tidak memengaruhi soliditas internal hakim MK. "Enggak, enggak ada. Jadi, kami sudah memilah sedemikian rupa urusan kami untuk yudisial, ya, yudisial saja," kata Enny setelah peresmian Media Center di Gedung I MK RI di Jakarta, Kamis (18/1/2024).

Dia mengatakan kesembilan hakim konstitusi, ketika rapat permusyawaratan hakim (RPH), tidak pernah terganggu akan gugatan yang dilayangkan Anwar Usman kepada Ketua MK Suhartoyo.

"Bahkan tidak kami pikirkan juga, karena kami memikirkan benar-benar perkara yang harus kami selesaikan," ujar Enny.

MK, kata dia, memang dituntut untuk meningkatkan kualitas putusan sehingga hakim konstitusi tidak mengambil pusing soal perkara yang tengah bergulir di PTUN Jakarta tersebut. Namun begitu, Enny mengakui, pihak MK telah memberi kuasa kepada kuasa hukum untuk mengurus perkara itu. Hal ini merupakan bentuk kepatuhan MK terhadap hukum beracara.

“Sikap kami sesuai dengan hukum acara, ya. Jadi ketika ada gugatan, ya, kami otomatis tidak bisa hadir sebagai hakim di sidang PTUN. Tapi, kami sudah memberikan kepada kuasa hukum dari para hakim. Sudah ada,” katanya.

Terlepas dari itu, ia berharap, perkara tersebut segera selesai. “Kami sudah memberikan kuasa saja kepada kuasa hukum. Kami berharap memang segera selesai lah persoalan itu,” ujarnya. 

Berbicara terpisah, Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna mengatakan pihaknya telah berkirim surat kepada PTUN Jakarta. Ia menjelaskan surat tersebut berisikan sikap MKMK terkait dengan posisinya dalam perkara dimaksud.

“Isinya cuma kami mengatakan karena dulu ditanya oleh PTUN dalam persiapan, bukan sidang, masih persiapan pemeriksaan, kami ditanya apakah akan menjadi pihak atau bagaimana,” kata Palguna.

Menurut dia, MKMK memang mempunyai kepentingan terhadap gugatan itu karena yang digugat adalah surat keputusan (SK) pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK. Adapun SK tersebut dibuat dengan menimbang putusan MKMK ad hoc ketika memutus sidang etik terhadap Anwar Usman.

“Oleh karena itu, dengan sendirinya kita ada kaitan erat dengan pokok perkara dari gugatan itu,” katanya.

Putusan MK Berubah Setelah Adik Ipar Jokowi Ikut Rapat - (infografis Republika)

 

Manajer Program Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, mengatakan tindakan Anwar Usman, yang menggugat putusan MKMK tentang pengangkatan Suhartoyo menjadi Ketua MK adalah hal memalukan. Menurut Fadli, Anwar harus menyadari bahwa seorang hakim konstitusi sudah berada pada level negarawan yang tidak lagi memburu jabatan. 

"Ini jadi sesuatu yang sangat memalukan sebetulnya. Hakim MK yang levelnya negarawan, malah mempersoalkan jabatan ketua atas pelanggaran etik yang telah dia lakukan. Jadi ini bukan lagi soal kesalahan dalam proses administrasi, tapi ini pemburuan jabatan Ketua MK oleh seorang pelanggaran etik yang penuh dengan nepotisme," kata Fadli, kepada Republika, Kamis (1/2/2024).

Fadli juga melihat kaenehan dari tindakan Anwar Usman yang menggugat putusan MKMK ke PTUN Jakarta. Di mana Anwar meminta agar pengangkatan Suhartoyo sebagai penerusnya dibatalkan. Padahal menurut Fadli pasca pencopotan Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK, Anwar yang masih hakim konstitusi juga ikut dalam pemilihan Ketua MK yang dimenangkan Suhartoyo. 

"Bisa dicek kalau dia ikut bahwa pengumuman Suhartoyo jadi Ketua MK dan Saldi Isra jadi Wakil Ketua MK, Itu kan ada Anwar Usman dan dia terlibat di situ. Kalau sekarang dia persoalkan itu kan agak aneh," ucap Fadli.

Fadli menilai selain publik harus mengecam tindakan Anwar Usman, MKMK juga harus memberi merespons. Di mana ada seorang Hakim Konstitusi yang melakukan tindakan di luar tugas dan wewenangnya membuat kontroversi. 

Fadli juga mengingat lagi pernyataan Anwar pascadirinya dicopot dari jabatan Ketua MK. Di mana Anwar pernah mengatakan jabatan adalah amanah dari tuhan. Tapi sekarang Anwar sendiri mempertontonkan kehausannya akan sebuah jabatan Ketua MK. 

"Pernyataan Anwar itu hanya lip service dan omong kosong semua," kata Fadli menambahkan. 



BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler