‘Serangan Fajar’ Rawan Terjadi Saat Pemilu, Bagaimana Hukum Terima Sogokan dalam Islam?

Dalam Islam, sogokan atau suap sama sekali tidak diperbolehkan.

Republika/Tahta Aidilla
Serangan fajar (ilustrasi). Dalam Islam, sogokan atau suap sama sekali tidak diperbolehkan.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan digelar serentak di seluruh Indonesia pada Rabu (14/2/2024), serangan fajar rawan terjadi. Dalam serangan fajar, kandidat yang mencalonkan diri atau timnya memberikan uang kepada masyarakat dengan harapan dirinya yang dipilih.

Baca Juga


Tidak terbatas pada uang saja, bisa juga berupa paket sembako, voucher pulsa, atau berbagai bentuk lainnya. Pendakwah Yahya Zainul Ma'arif yang dikenal dengan nama Buya Yahya mengimbau umat Islam tidak menerima berbagai hal tersebut dari calon pemimpin. Disampaikan Buya Yahya, praktik tersebut dilarang keras oleh Rasulullah SAW.

"Nabi mengatakan, jangan engkau berikan kepemimpinan kepada orang yang meminta, apalagi yang membayar kepadamu. Karena kalau orang baik, tidak perlu membayar, sudah jadi kewajiban kita untuk memilihnya," kata Buya Yahya, dikutip dari paparan dakwahnya yang disiarkan di kanal YouTube Al-Bahjah TV.

Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah itu menyampaikan lebih lanjut tentang sogokan. Buya Yahya menjelaskan, menyogok adalah upaya membayar untuk mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Dalam Islam, sogokan atau suap sama sekali tidak diperbolehkan. Secara tegas, tentang itu sudah disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits. Hadits tersebut berbunyi, "Yang menyuap dan yang disuap masuk neraka" (HR Ath-Thabrani). 

Akan tetapi, Buya Yahya mengatakan perlu juga mencermati situasinya. Pria 50 tahun kelahiran Blitar itu mencontohkan, apabila seseorang menerima uang dari kandidat caleg, namun dirinya memang bekerja untuk itu. Misalnya, tugas mencatat atau bagian dari tim.

Selama hal itu merupakan murni bekerja untuk kemaslahatan, bukan menerima bayaran sebagai imbalan memberikan dukungan, maka tidak menjadi masalah. Sebab, itu bukanlah sebuah sogokan, tapi bekerja secara halal dengan deskripsi tugas yang jelas.

Berbeda dengan sogokan uang untuk suara, maka Muslim perlu menolaknya supaya hati tidak "terbeli". Kalau sudah terlanjur menerima uangnya, akan sangat baik jika dikembalikan dan tidak dipergunakan. Namun, bagaimana jika sudah terlanjur habis? 

Bila demikian, Buya Yahya menyarankan untuk tidak memilih si pemberi uang dalam Pemilu. Bagaimanapun, suap perlu dijauhi sebab hukumannya tidak main-main, yakni di neraka. Akan tetapi, Buya Yahya mengatakan semua dosa ada cara bertaubatnya.

"Berhentilah Anda dari itu semua. Cukup Anda berhenti, tidak menyogok lagi, jangan sekali-kali terima sogokan. Tinggalkan itu semua, karena kalau tidak ditinggalkan artinya belum bertaubat. Harus ada penyesalan dan tidak boleh mengulangi," kata Buya Yahya.

 

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler