LPSK Terima Permohonan Perlindungan dari Pelapor Rektor Universitas Pancasila
Korban berinizial RZ sudah melaporkan Prof Edie Toet Hendratno ke Polda Metro Jaya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sudah menerima permohonan perlindungan yang diajukan oleh korban dugaan pelecehan dengan terlapor Rektor Universitas Pancasila (UP) Prof Edie Toet Hedratno. LPSK saat ini mengkaji permohonan perlindungan dari korban yang merupakan pegawai di UP. Permohonan tersebut diajukan oleh kuasa hukum korban kepada LPSK, Ahad (25/2/2024).
"Ya kami masih melakukan penelaahan atas permohonan itu," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi saat dikonfirmasi pada Senin (26/2/2024).
Edwin menjelaskan terdapat empat hal yang perlu didalami LPSK guna memproses pengajuan perlindungan dari korban. Pertama, LPSK akan memastikan sifat pentingnya keterangan korban. Kedua, LPSK menelusuri dugaan ancaman yang diterima korban.
"Ketiga, kondisi medis atau psikologis pemohon dan terakhir rekam jejak dari pemohon," ujar Edwin.
Edwin menyebut proses tersebut bakal berlangsung paling lambat 30 hari. Berdasarkan rangkaian tersebut nantinya LPSK akan memutuskan menerima atau menolak permohonan perlindungan yang diajukan korban.
"Prosesnya akan berjalan maksimal 30 hari," ucap Edwin.
Diketahui, Rektor Universitas Pancasila Prof Dr Edie Toet Hendratno dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan kasus pelecehan seksual. Edie diduga melecehkan secara seksual seorang pegawai di UP berinisial RZ.
Laporan korban terdaftar dengan LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 12 Januari 2024. Korban melaporkannya terkait Undang-Undang TPKS.
Kuasa hukum Rektor Universitas Pancasila, Prof Edie Toet Hendratno, Raden Nanda Setiawan menyebutkan bahwa kliennya berinisial ETH (72) yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap RZ (42) batal menghadiri pemeriksaan di Polda Metro Jaya pada Senin (26/2/2024). Raden Nanda membantah kliennya melakukan pelecehan seksual seperti yang dilaporkan RZ.
"Pada hari ini klien kami Prof ETH sedang berhalangan hadir dalam pemeriksaan di Subdit Renakta Polda Metro Jaya karena sudah ada jadwal sebelum surat undangan dari Polda Metro Jaya diterima," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta.
Raden Nanda menjelaskan pihaknya juga telah menyerahkan surat permohonan penundaan pemeriksaan kliennya. Selain itu, Raden Nanda menyebutkan bahwa laporan dari korban RZ tidak benar dan tidak pernah terjadi peristiwa yang dilaporkan tersebut.
"Namun kembali lagi hak setiap orang bisa mengajukan laporan ke Kepolisian, tapi perlu kita ketahui laporan atas suatu peristiwa fiktif akan ada konsekuensi hukumnya," katanya.
Terhadap berita yang beredar terkait peristiwa yang dilaporkan tersebut, pihaknya tetap menjunjung tinggi prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocent).
"Terlebih lagi isu pelecehan seksual yang terjadi satu tahun lalu, terlalu janggal jika baru dilaporkan pada saat ini dalam proses pemilihan rektor baru," katanya.