Satu Terduga Pelaku Pungli di Rutan KPK Hingga Kini Masih Bekerja di DPRD DKI Jakarta

H pernah bekerja sebagai Koordinator Keamanan dan Ketertiban Rutan KPK.

Antara/Nova Wahyudi
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di pintu masuk rumah tahanan KPK di Jakarta pada masa pandemi Covid-19. Belakangan terungkap praktik pungli di Rutan KPK.
Rep: Bayu Adji P  Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu terduga pelaku pungutan liar (pungli) yang terjadi di Rutan KPK diketahui saat ini bekerja sebagai staf di Sekretariat DPRD Provinsi DKI Jakarta. Ia pun masih bekerja seperti biasa pada Senin (26/2/2024).

Baca Juga


"Hari ini saudara H masih masuk kerja. (Jabatannya) Masih staf sekarang," kata Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris DPRD Provinsi DKI Jakarta, Augustinus, saat dikonfirmasi wartawan, Senin (26/2/2024).

Augustinus menjelaskan, H merupakan pegawai pindahan dari H Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang ditempatkan di Rutan KPK. Hengki disebut mulai bekerja di Setwan DPRD DKI Jakarta sejak awal November 2022. 

Augustinus menilai, selama ini H sampai saat ini bekerja dengan baik. Bahkan, yang bersangkutan tidak pernah terkena teguran atau sanksi disiplin, sehingga pejabat pembina kepegawaian tidak menonaktifkan H karena kejadian atau kasus pada 2018 di Rutan KPK. Pasalnya, kejadian itu bukan menjadi tanggung jawab Sekretariat DPRD Provinsi DKI Jakarta.

"Kami sepenuhnya menyerahkan proses hukum saudara H tahun 2018 kepada aparat penegak Hukum atau Dewas KPK," kata dia.

Ia mengatakan, status pegawai H masih sebagai ASN di Setwan DKI. Sebab, Sekretariat DPRD Provinsi DKI Jakarta belum menerima surat pemberitahuan atas pelanggaran yang dilakukan H. 

"(Kami) Hanya mendengar dari berita kalau yang bersangkutan melakukan pungli di Rutan KPK sebelum pindah ke Setwan," kata dia.

Namun, ia menambahkan, proses baru bisa dilakukan setelah ada surat pemberitahuan. Apalagi, selama ini catatan H dinilai bersih. Sebab, untuk proses mutasi antarInstansi terdapat beberapa persyaratan, yang salah satunya tidak pernah sanksi disiplin kepegawaian.

Sebelumnya, Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengungkapkan sosok mantan pegawai KPK berinisial H. H disebut sebagai 'pelopor' pungli yang sistematis di Rutan KPK.

Tumpak menjelaskan H sempat bekerja di KPK sebagai Koordinator Keamanan dan Ketertiban Rutan KPK. H merupakan pegawai KPK yang berasal dari instansi lain, yaitu Kemenkumham.

"Sekarang sudah tidak di sini. Saya nggak tahu di mana. Katanya sudah di Pemda DKI," kata Tumpak kepada wartawan, Kamis (15/2/2024).

 

Komik Si Calus : Pungli - (Republika/Daan Yahya)

Sebelumnya, pihak KPK menegaskan komitmen untuk membawa kasus pungli di Rutan KPK ke ranah pidana. KPK menyebut setidaknya sudah ada sepuluh orang yang menjadi tersangka.

Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan kasus tersebut saat ini sudah disepakati naik pada proses penyidikan. Dalam proses penyidikan di KPK ini ditetapkanlah para tersangka.

"Saya sebutkan para tersangka karena lebih dari 10 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka," kata Ali kepada wartawan, Selasa (20/2/2024).

Hanya saja, KPK belum mengumumkan identitas para tersangka. KPK beralasan masih berkutat pada urusan administratif sebelum pengumuman tersangka ke hadapan publik.

"Dalam kasus di rutan cabang KPK tentu siapa saja yang ditetapkan sebagai tersangka nantinya pasti kami umumkan secara resmi setelah seluruh proses administrasinya benar, seluruh proses administrasinya selesai," ujar Ali.

Ali menyatakan pengembangan kasus ini hingga sampai ke meja hijau masih perlu melewati tahapan. "Namun sekali lagi butuh proses kan, butuh waktu untuk kemudian menyelesaikan baik itu hukuman disiplin maupun proses penegakan hukum oleh Kedeputian Penindakan KPK," ucap Ali.

Ali juga menjelaskan tidak semua pihak yang terjerat di kasus etik dapat dijerat secara pidana. Ali mencontohkan pelaku yang tidak menikmati hasil kejahatan tapi gagal melakukan pengawasan terhadap bawahannya hanya berpeluang disanksi etik.

"Itu bisa kena etik. Tapi apakah bisa dipidana, kalau logika umumnya kan tidak bisa," ujar Ali.

Diketahui, Dewas KPK menjatuhkan sanksi etik berat terhadap 78 pegawai KPK. Mereka terjerat kasus pungli di Rutan KPK. Adapun, 12 pegawai lainnya lolos dari sanksi etik karena diduga melakukannya sebelum Dewas KPK ada. 

Mereka yang disanksi melakukan pelanggaran etik dan perilaku sesuai Pasal 4 Ayat (2) huruf b Peraturan Dewas KPK Nomor 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK. Dalam Peraturan Dewas KPK, sanksi berat yang dijatuhkan bagi pegawai memang berupa permintaan maaf secara langsung. Hal ini berdasarkan Pasal 11 Ayat (3) Peraturan Dewas KPK Nomor 03 tahun 2021.

Dewas KPK memutuskan tak ada hal-hal yang meringankan bagi para terperiksa. Tapi Dewas KPK mencantumkan sejumlah hal memberatkan yaitu perbuatan para terperiksa dilakukan terus menerus, merusak kepercayaan publik terhadap KPK, perbuatan para terperiksa tak mendukung pemberantasan korupsi.

Awalnya, kasus pungli ini didapati Dewas KPK lewat temuan awal hingga Rp 4 miliar per Desember 2021 sampai Maret 2023. Uang haram tersebut diduga berhubungan dengan penyelundupan uang dan ponsel bagi tahanan kasus korupsi. Dewas KPK lantas melakukan rangkaian pemeriksaan etik. Dari proses itu, ditemukan jumlah uang pungli di Rutan KPK ditaksir di angka Rp 6 miliar sepanjang tahun 2018-2023.

Untuk menyelundupkan ponsel ke dalam rutan KPK, tahanan wajib menebusnya dengan uang sekitar Rp 10 juta hingga Rp 20 juta. Parahnya lagi, ada uang bulanan yang wajib dibayarkan. Dalam perkara etik ini, Dewas KPK pun mengantongi 65 bukti berupa dokumen penyetoran uang dan lainnya. Mereka menerima uang agar tutup mata atas penggunaan ponsel di dalam Rutan KPK. 

Karikatur Opini Republika : Pungli KPK (Lagi) - (Republika/Daan Yahya)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler