JK: Tidak Ada Parpol yang Mau Jadi Oposisi

JK menegaskan oposisi adalah kecelakaan bagi parpol yang selalu pragmatis.

Republika/M Fauzi Ridwan
Mantan Wakil Presiden RI ke 10 dan 12 Jusuf Kalla takziah ke almarhum Solihin GP di tempat persemayaman di Mako II Makodam III Siliwangi, Kota Bandung, Selasa (5/3/2024).
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Mantan ketua umum Partai Golkar, Muhammad Jusuf Kalla (JK) memandang wajar jika partai politik bersikap pragmatis setiap usainya pemilihan umum (Pemilu). Hal tersebut ia alami pada Pemilu 2014, saat Partai Golkar tak mengusung dirinya dengan Joko Widodo (Jokowi), tetapi akhirnya bergabung dengan koalisi pemerintahan.

"Begitu menang kita, bergabung Golkar itu, itu biasa aja politik itu," ujar JK dalam sambutannya di Aula Juwono Sudarsono Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Kamis (7/3/2024).

Ia mengatakan, tidak ada satupun partai politik yang didirikan untuk menjadi oposisi atau lawan dari pemerintah. Oposisi adalah kecelakaan bagi partai politik yang selalu pragmatis dalam mengambil keputusan.

"Sekali lagi tidak ada partai yang didirikan atau mau jadi oposisi, oposisi bagi partai adalah kecelakaan. Jadi karena itu banyak pragmatis," ujar JK.

"Sering orang bertanya kita, bagaimana menjalin demokrasi yang tepat? ya demokrasi jangan mencontoh yang sekarang ini, tapi demokrasi yang punya makna demokrasi , yang punya cara yang baik untuk bangsa ini," sambungnya.

Indikasi kecurangan Pemilu 2024 dilihatnya dari upaya politisasi bantuan sosial (bansos) hingga intimidasi aparat negara. Jika hal tersebut terus diterapkan, Indonesia bisa kembali terjebak dalam masa otoriter.

"Apabila sistem ini menjadi suatu kebiasaan, maka kita akan kembali ke zaman otoriter, itu saja masalahnya sebenarnya," ujar JK.

Ia kemudian mempertanyakan apa yang terjadi dengan demokrasi dan kepemimpinan Indonesia saat ini. Saat Pemilu 2024 sudah disuarakan banyak pihak menjadi forum kontestasi yang tidak transparan dan tak adil.

"Gabungan dari semua itu tentu menyebabkan adanya, saya katakan tadi, maka demokrasi yang kita harapkan mendambakan suara rakyat, menjadi terbeli oleh kemampuan-kemampuan para hal yang menentukan pemilu yang lalu, itu yang terjadi," ujar Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia itu.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler