Awal Puasa Ramadhan Dipastikan Beda, Ini Pesan Kemenag untuk Umat

Kemenag terus membuka ruang dialog dan diskusi terkait penentuan awal Ramadhan.

Republika/Thoudy Badai
Santri melakukan pemantauan hilal di Masjid Al-Musyari
Rep: Fuji E Permana Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) mengimbau masyarakat untuk mengedepankan sikap saling menghormati terhadap perbedaan awal puasa Ramadhan 2024 atau 1445 Hijriyah. Selain itu, dialog para pihak juga patut dikedepankan untuk bisa memahami dan saling berbagi informasi terkait argumentasi masing-masing dalam mengawali ibadah puasa Ramadhan.

Pesan ini disampaikan Juru Bicara Kementerian Agama Anna Hasbie berkenaan dengan adanya perbedaan awal puasa Ramadhan tahun 2024. Puasa Ramadhan 1445 H/2024 M di Indonesia dipastikan tidak diawali secara bersama-sama.

Mayoritas umat Islam akan mengawali puasa Ramadhan 1445 H pada 11 dan 12 Maret 2024. Majelis Tarjih Pengurus Pusat Muhammadiyah sudah mengumumkan awal puasa Ramadhan pada 11 Maret 2024.

Sementara, pemerintah baru akan menggelar sidang isbat awal Ramadhan 1445 H pada 10 Maret 2024. Sidang akan memutuskan apakah puasa Ramadhan tahun ini akan dimulai pada 11 atau 12 Maret 2024.

Namun, ada kelompok jamaah yang sudah mulai puasa pada 7 Maret 2024. Ada juga yang akan mulai berpuasa pada 10 Maret 2024.

"Kita hormati pilihan dan keyakinan umat Islam dalam mengawali puasa Ramadhan 1445 H/ 2024 M. Sikap saling menghormati perlu dikedepankan dalam menyikapi perbedaan,” kata Anna melalui pesan tertulis kepada Republika, Jumat (8/3/2024).

Anna mengatakan, dalam semangat saling menghormati itu, ruang dialog tetap harus dibuka. Sebab, ilmu pengetahuan sudah semakin maju dan berkembang, termasuk terkait astronomi. Penentuan awal bulan Hijriyah bisa didekati secara empiris melalui hisab dan atau rukyatul hilal, tidak semata berdasar keyakinan spiritual semata sehingga argumentasinya juga ilmiah.

Baca Juga


Kemenag terus membuka ruang dialog...

“Kemenag terus membuka ruang dialog dan diskusi terkait penentuan awal Ramadhan, dari situ diharapkan akan terjadi proses tukar informasi dan pemahaman terkait pilihan dalam mengawali puasa Ramadhan," ujar Anna.

Ia menjelaskan, Muhammadiyah misalnya, menetapkan awal Ramadhan pada 11 Maret karena argumentasi hisab wujudul hilal. Pemerintah menggunakan pendekatan hisab sebagai informasi awal dan Rukyatul Hilal sebagai konfirmasi.

“Bagaimana argumentasi awal Ramadhan 1445 H pada 7 Maret atau 10 Maret? Kita bisa diskusikan agar bisa saling memberikan pemahaman,” kata Ana.

Hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana umat Islam mengisi syiar Ramadhan dengan tetap menjaga kekhusyukan dan kekhidmatan. Ikhtiar yang bisa dilakukan adalah dengan memedomani Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola. Misalnya, volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel).

"Edaran juga mengatur penggunaan pengeras suara di bulan Ramadhan, baik dalam pelaksanaan Sholat Tarawih, ceramah, kajian Ramadhan, dan tadarrus Alquran menggunakan Pengeras Suara Dalam,” ujar Anna.

Sementara, untuk takbir Idul Fitri di masjid atau mushala, Anna mengatakan dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan Pengeras Suara Dalam.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler