Kriminolog Soroti Fenomena Bunuh Diri Satu Keluarga Terjadi di Kalangan Kelas Menengah

Empat orang dalam satu keluarga melakukan bunuh diri di sebuah apartemen di Jakut.

Dok Republika
Warga berdoa di sekitar TKP sekeluarga bunuh diri, Apartemen Teluk Intan, Penjaringan, Jakarta Utara, Ahad (10/3/2024).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur, Ronggo Astungkoro, Bayu Adji P

Baca Juga


Empat orang dilaporkan melakukan aksi bunuh diri secara bersamaan di Apartemen Teluk Intan, Penjaringan, Jakarta Utara pada Sabtu (9/3/2024) sore. Empat korban itu masih satu keluarga, yaitu sepasang orang tua dan dua orang anaknya.

Pakar kriminologi dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menganalisis kematian satu keluarga yang terdiri atas empat orang di Apartemen Teluk Intan Penjaringan lewat aksi bunuh diri itu. Adrianus menduga ada masalah besar yang melatarbelakangi keputusan mengakhiri hidup itu. 

"Saya pikir tidak ada orang yang bahagia mau bunuh diri pastinya, jadi pelaku ini orang yang memiliki masalah berat atau merasa masalah yang dipunyainya berat. Seperti itu ya," kata Adrianus saat dikonfirmasi pada Senin (11/3/2024).

Adrianus mendorong polisi menelusuri masalah berat tersebut hingga menyebabkan sekeluarga bunuh diri. Adrianus mengendus adanya kemungkinan masalah berat yang ditanggung sekeluarga. 

"Saya menduga mereka hanya punya satu masalah saja, tetapi menimpa semua, sehingga semua sepakat solusinya adalah bunuh diri," ujar Adrianus.

Adrianus juga mengamati kasus bunuh diri ini terjadi di keluarga yang secara ekonomi tergolong menengah. Mereka padahal mengeyam pendidikan dan punya akses terhadap informasi yang lebih luas. 

"Kejadian ini terjadi di keluarga kelas menengah. Saya asumsinya mereka lebih baik pendidikannya, asupan informasinya, kemampuan ekonomi, dan akses sosial politiknya. Tapi itu ternyata tak bisa jadi solusi, sehingga bunuh diri dianggap yang paling oke," ujar Adrianus. 

Adrianus lantas membayangkan jika masalah yang sama menimpa keluarga miskin. Dengan logika yang sama, mereka lebih berpotensi untuk bunuh diri. Tetapi Adrianus mengamati angka bunuh diri di kalangan menengah ke bawah tidak tinggi. 

"Saya membacanya mereka mempunyai resiliensi atau ketahanan yang tinggi. Inilah yang tak dipunyai kelas menengah yang dari gaya hidup kelihatan hebat, tapi ternyata masalahnya segudang," ujar mantan Anggota Ombudsman RI itu. 

Komik Si Calus : Anak-Anak - (Republika/Daan Yahya)

 

Adapun, kriminolog Haniva Hasna menyoroti, anak-anak yang masuk ke dalam kelompok rentan terhadap kekerasan. Menurutnya, penyebabnya adalah anak-anak belum mampu menolak dan belum mampu melakukan pembelaan.

Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya mempersiapkan diri untuk menjadi orang tua. Menurut dia, tugas orang tua atau pasangan adalah menjaga keharmonisan agar masing-masing anggota keluarga dalam kondisi sehat mental.

“Jadi yang harus dilakukan adalah mempersiapkan diri menjadi orang tua yang normal saja. Tugas orang tua atau pasangan adalah menjaga keharmonisan agar masing masing anggota keluarga dalam kondisi sehat mental,” ujar Haniva, Ahad (10/11/2024).

Lebih lanjut Haniva menuturkan, anggota keluarga yang sehat mental dapat ditandai dengan sejumlah hal. Pertama, memiliki kemampuan sosialisasi yang baik. Kedua, kondisi finansial yang aman. Ketiga, kesehatan fisik yang terjaga.

“Serta kondisi spiritual yang teraplikasikan dengan benar dalam kehidupan sehari-hari,” jelas Haniva.

Haniva juga mengungkapkan sejumlah sebab orang tua rela membunuh anaknya. Tapi, kata dia, pada intinya pasti ada masalah berat yang tengah dialami oleh keluarga hingga melakukan aksi bunuh diri bersama.

“Apa pun itu, yang jelas ada masalah berat yang sedang dialami oleh keluarga tersebut hingga melakukan aksi bunuh diri bersama,” kata dia.

Dia mengatakan, ada beberapa sebab orang tua tega membunuh anaknya. Pertama terkait dengan altruistik, yakni tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apa pun.

“Yaitu orang tua yang membunuh anak karena cinta yang sangat besar, orang tua tidak rela anaknya menderita, baik karena kondisi cacat, kemiskinan atau permasalahan hidup,” jelas Haniva.

Sebab lainnya adalah acutely psychotic. Dia menejelaskan, itu adalah kondisi di mana orang tua megalami gangguan jiwa, dengan gejala berupa delusi, halusinasi, bahkan bisikan dari Tuhan untuk membunuh anaknya.

Dia melihat korban bunuh diri di Apartemen Penjaringan sudah melakukan perencanaan matang dengan tingkat keikhlasan yang tinggi. Hal itu terlihat dari apa yang korban lakukan sebelum melakukan aksi bunuh diri, yakni melakukan salam perpisahan dengan keluarganya.

“Tampaknya sudah dilakukan perencanaan yang matang dengan level keikhlasan yang tinggi hingga sempat melakukan salam perpisahan sebelum melakukan aksi bunuh diri,” ucap Haniva.

Dia mengatakan, tindakan bunuh diri yang para korban lakukan dianggap sebagai bentuk kekompakan dalam menghadapi masalah yang sangat besar sehingga harus dipikul bersama. Mereka sudah mengukur sumber daya atau kekuatan diri hingga risiko dari aksinya. 

“Tujuan melompat adalah mengakhiri hidup yang mungkin sebagai pilihan akhir dari berbagai pilihan lain seperti minum racun, tidak makan selama sekian hari, menabrakkan diri menggunakan kendaraan, berdiam diri dalam ruangan berasap karena kebakaran, dan lain-lain,” jelas dia.


 

Sebelumnya, aparat kepolisian mengungkapkan empat korban bunuh diri melompat dari Apartemen Teluk Intan dalam kondisi tangan terikat ketika jatuh secara bersamaan. Para korban terakhir menempati salah satu unit di apartemen tersebut sekitar dua tahun lalu sebelum akhirnya kembali kemarin.

"Pada saat terjatuh itu masih dalam kondisi EA (50 tahun) dan JL (15) terikat tangannya dengan tali yang sama. AEL (52) terikat tali yang sama dengan JWA (13), ikatan tali tersebut mengikat," ucap Kapolsek Metro Penjaringan Kompol Agus Ady Wijaya di Jakarta, Sabtu.

Salah seorang tetangga korban menduga aksi bunuh diri itu didasari faktor ekonomi. Pasalnya, korban disebut sering hendak meminjam uang. Bahkan, sejumlah orang pernah mendatangi rumah korban diduga untuk menagih utang.

"Kelihatannya dia kayaknya ada desakan itu (ekonomi)," kata tetangga korban yang enggan disebut namanya. 

Korban disebut sempat hendak meminjam uang sekitar Rp 20 juta untuk modal usaha. Namun, tetangganya itu tak bisa meminjamkan uang karena uang yang hendak dipinjam itu terlalu besar.

Menurut dia, korban sudah lebih dari setahun terakhir tak menghuni unitnya di Apartemen Teluk Intan. Korban disebut sudah pindah ke Solo. Ia tak tahu pasti penyebab kepindahan korban, tapi diduga karena motif ekonomi. 

"Dulu itu kayaknya orang berada. Anaknya sekolah di tempat-tempat bergengsi," kata dia.

 

Berdasarkan pantauan Republika, empat orang itu melompat dari lantai teratas Apartemen Teluk Intan, yaitu lantai 22. Lantai teratas itu tak bisa dijangkau menggunakan lift. Penghuni atau pengunjung harus naik melalui tangga darurat untuk mencapai lantai teratas itu.

Diketahui, di lantai teratas itu juga terdapat klenteng, tempat beribadah umat Khonghucu. Klenteng itu terdapat di sebelah kiri dari arah tangga darurat. Adapun keempat korban diduga melompat dari halaman klenteng, yang berada di sebelah kanan dari arah tangga darurat.

Berdasarkan keterangan penjaga klenteng itu, salah satu korban sempat sembahyang di klenteng itu sebelum melakukan aksi bunuh diri. Seorang itu diduga adalah ibu di keluarga itu.

Penjaga klenteng itu mengaku sedang menonton televisi ketika perempuan itu datang untuk sembahyang. Penjaga itu sempat menawarkan hio kepada perempuan tersebut. 

"Sembahyang yang perempuan satu," kata dia, Ahad.

Menurut penjaga klenteng itu, korban sembahyang tanpa menggunakan hio. Korban hanya sembahyang menggunakan tangan.

Ia mengatakan, tiga orang lainnya masih menunggu di dekat tangga. Hanya satu orang perempuan yang sempat sembahyang di klenteng.

Setelah itu, anak perempuan sempat menaruh uang sebesar Rp 50 ribu. Setelah itu, ia tak tahu perginya keluarga tersebut. Namun, tas bawaan keluarga itu masih tertinggal di kursi kayu dekat tangga darurat.

"Tidak lama (sembahyangnya). Saya tidak tahu habis sembayang ke mana," kata penjaga klenteng tersebut.

Meningkatnya Kekerasan Terhadap Anak - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler