Sekretaris MA Nonaktif Hasbi Hasan Dituntut 13 Tahun dan 8 Bulan Penjara
Jaksa KPK menilai Hasbi Hasan terbukti bersalah di kasus suap penanganan perkara MA.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekertaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif Hasbi Hasan dituntut hukuman penjara selama 13 tahun dan 8 bulan. Hasbi Hasan diyakini Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) bersalah dalam kasus suap penanganan perkara di MA.
Hal itu disampaikan JPU KPK Ariawan Agustiartono dalam sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Kamis (14/3/2024).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasbi Hasan dengan pidana penjara selama 13 tahun dan 8 bulan, dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan," kata Ariawan dalam sidang tersebut.
JPU KPK meyakini Hasbi Hasan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU Tipikor jo 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kumulatif kesatu alternatif pertama.
Hasbi Hasan juga diyakini JPU KPK terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 65 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kumulatif kedua.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp3.880.000.000," ujar Ariawan.
Pembayaran uang pengganti itu mesti dilunasi selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut Hasbi tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terdakwa saat itu terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama 3 tahun," ujar Ariawan.
Kasus ini berawal saat Debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka mengajukan kasasi ke MA lantaran tidak puas putusan Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang membebaskan terdakwa Budiman Gandi Suparman. Heryanto kemudian menunjuk Theodorus Yosep Parera sebagai pengacaranya.
Setelah itu, Heryanto menghubungi kenalannya, yakni eks Komisaris Wika Beton, Dadan Tri Yudianto yang memiliki relasi di MA untuk meminta bantuan mengawal proses kasasi tersebut. Keduanya pun membuat kesepakatan.
Dari komunikasi antara Heryanto dan Yosep Parera ada sejumlah skenario yang diajukan untuk mengabulkan kasasi tersebut. Skenario itu disebut dengan istilah 'jalur atas' dan 'jalur bawah' dan disepakati penyerahan sejumlah uang ke beberapa pihak yang memiliki pengaruh di Mahkamah Agung. Salah satunya adalah Hasbi Hasan selaku Sekretaris Mahkamah Agung.
Selanjutnya, Heryanto memerintahkan Yosep Parera untuk mengirimkan susunan Majelis Hakim tingkat kasasi ke Dadan pada Maret 2022. Lalu, Heryanto bertemu dengan Dadan dan Yosep Parera di Rumah Pancasila Semarang, Kota Semarang, Jawa Tengah sebagai bentuk keseriusan pengawalan kasasi di MA.
Dalam pertemuan itu, Dadan juga sempat melakukan komunikasi dengan Hasbi melalui sambungan telepon. Dia meminta Hasbi untuk turut serta mengawal dan mengurus kasasi perkara Heryanto di MA dengan disertai adanya pemberian sejumlah uang. Hasbi sepakat dan menyetujui untuk turut ambil bagian dalam mengawal dan mengurus kasasi itu.
Setelah terjalin kesepakatan, terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan terbukti bersalah di tingkat kasasi dan dipenjara lima tahun. Kemudian, sekitar Maret sampai dengan September 2022 Heryanto mentransfer uang ke Dadan sebanyak tujuh kali dengan jumlah sekitar Rp 11,2 miliar.
Eks Komisaris Independen Wijaya Karya, Dadan Tri Yudianto sudah divonis penjara lima tahun, denda 1 miliar dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 7.950.000.000 dalam kasus ini. Vonis terhadap Dadan ini jauh dari tuntutan yang diajukan Jaksa KPK berupa hukuman penjara selama 11 tahun 5 bulan.
Seusai sidang, Hasbi menilai tuntutan jaksa terhadapnya sebagai tindakan dzalim. "Dzalim," kata Hasbi kepada awak media yang menanyakan pendapatnya atas tuntutan JPU KPK tersebut.
Menurutnya, tuntutan jaksa kepadanya terlalu tinggi. Hasbi enggan menjelaskan maksud tudingan dzalimnya terhadap tuntutan JPU KPK. Hasbi menyerahkan penyusunan materi pembelaan kepada tim kuasa hukumnya.
"Jadi biar kuasa hukum saya (yang menjelaskan), satu kata zalim," ujar Hasbi menyasar tuntutan JPU KPK.
Selain pengajuan eksepsi dari tim kuasa hukumnya, Hasbi Hasan juga bakal menyusun materi pleidoi pribadinya.
"Iya pasti," ujar Hasbi.