Banyak Generasi Muda tak Ingin Punya Anak karena Perubahan Iklim, Ini Alasan Mereka

Perubahan iklim menimbulkan kekhawatiran bagi sebagian generasi muda.

www.freepik.com
Perubahan iklim menimbulkan kekhawatiran bagi sebagian generasi muda.
Rep: Gumanti Awaliyah Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Collin Pearsall memiliki teman-teman yang sudah mulai memiliki anak. Namun ia memilih jalan yang berbeda, sebagian besar karena perubahan iklim.

Baca Juga


Pearsall mengaku khawatir tentang emisi gas rumah kaca yang akan ditambahkan oleh seorang anak pada planet yang sudah mengalami dampak kenaikan suhu. Dan ia juga mengkhawatirkan dampak perubahan iklim terhadap anak.

"Saya khawatir akan datangnya malapetaka, setiap hari, sepanjang hidup mereka (anak),” kata Pearsall seperti dilansir Phys, Jumat (15/3/2024).

Ketika ia dan istrinya mendiskusikan tentang memiliki anak, mereka memiliki pemikiran yang sama: "Mengapa kita ingin membawa seorang anak ke dunia tanpa persetujuan apakah mereka ingin (menghadapi) semua masalah ini?"

Pearsall (30 tahun) adalah mewakili sebagian besar kecenderungan anak muda di Amerika. Orang-orang berusia belasan tahun, 20-an, dan 30-an telah mengutip perubahan iklim sebagai alasan mereka ragu-ragu untuk memiliki anak, atau memilih untuk tidak memiliki anak.

Data yang tersedia masih sedikit, tetapi sebuah studi tahun 2021 yang diterbitkan dalam jurnal Lancet Planet Health menemukan bahwa 36 persen remaja dan dewasa muda, ragu-ragu untuk memiliki anak karena perubahan iklim.

Para selebriti milenial seperti Miley Cyrus hingga Pangeran Harry pun pernah mengatakan bahwa mereka mempertimbangkan iklim saat merencanakan keluarga mereka.

Pada musim semi ini, University of Chicago akan menawarkan mata kuliah baru tentang etika reproduksi selama krisis iklim, yang diajarkan oleh kandidat doktoral dari Sekolah Tinggi Agama, Kristi Del Vecchio. Lalu ada empat buku tentang panduan merencanakan keluarga di tengah perubahan iklim yang akan terbit dalam waktu dekat ini.

“Isu anak-anak dan iklim pada dasarnya berubah dari yang hal yang tertutup menjadi kebijakan konvensional," kata aktivis Chicago Josephine Ferorelli.

Pearsall, seorang pencinta lingkungan hidup, penduduk Humboldt Park, mencoba untuk hidup se-lestari mungkin, dengan membuat kompos dari sisa-sisa makanan, makan daging dalam jumlah sedikit hingga sedang, menanam tanaman herbal di balkon, dan berjalan kaki atau menggunakan skateboard, alih-alih mengemudi.

Semua hal tersebut dapat berdampak pada emisi gas rumah kaca, atau jejak karbon seseorang, tetapi Pearsall, seorang senior risk engineer di sebuah perusahaan asuransi, mencatat bahwa salah satu keputusan individu yang paling berdampak yang dapat diambil seseorang adalah apakah akan memiliki anak atau tidak.

Menurut analisis tahun 2017 dalam jurnal Environmental Research Letters, memiliki satu anak lebih sedikit dikaitkan dengan pengurangan 58,6 metrik ton setara CO2, yang sebanding dengan 2,4 metrik ton per tahun jika hidup tanpa mobil.

Pearsall memahami bahwa banyak orang melihat keputusan untuk memiliki anak dari sudut pandang yang berbeda, namun ia menduga bahwa perspektifnya akan menjadi lebih populer.

"Karena iklim terus berubah, dengan cuaca yang lebih ekstrem dan hilangnya harta benda serta mata pencaharian, di sini dan di seluruh dunia, aka nada peningkatan jumlah orang yang akan mempertimbangkan (iklim) sebagai faktor yang membuat mereka lebih memilih untuk tidak memiliki anak," kata Perasall.

Pada awal perjalanannya dalam hal iklim dan anak-anak, koordinator komunikasi Sierra Club Illinois Chapter, Hannah Flath, juga memiliki kekhawatiran tentang jejak karbonnya. Namun seiring berjalannya waktu, ia mulai menolak gagasan bahwa perubahan iklim adalah tanggung jawab individu, dan bukan tanggung jawab perusahaan, politik, atau masyarakat.

"Kita dibuat merasa sangat bersalah secara individu. Jika saya menggunakan sedotan plastik, saya merasa telah merugikan dunia. Saya merasa bahwa kita memiliki semua pesan tentang individu dan dampaknya terhadap planet ini, dan saya ingin 100 perusahaan yang bertanggung jawab atas sebagian besar emisi gas rumah kaca di dunia menjadi pihak yang merasa bersalah,” kata Flath.

Ia ingin agar setiap orang dapat memiliki anak. Dia pun membuka peluang untuk memiliki anak sendiri suatu hari nanti, tanpa rasa bersalah yang berlebihan.

"Saya benar-benar percaya bahwa memiliki anak adalah hal yang sangat berani untuk dilakukan. Rasanya seperti sebuah tindakan yang penuh harapan, bahwa Anda bersedia mengambil risiko dan membesarkan anak-anak yang diharapkan dapat menjadi baik bagi satu sama lain dan baik bagi bumi," ujarnya.

Del Vecchio, pengajar di U.C. yang sedang menulis disertasi doktoralnya tentang etika memiliki dan membesarkan anak di tengah perubahan iklim, mengatakan bahwa orang-orang yang memutuskan untuk tidak memiliki anak atau memiliki anak yang lebih sedikit akan mencari cara lain untuk memperluas lingkaran keluarga mereka.

"Saya mendengar rasa kehilangan, penyesalan, dan frustrasi karena pilihan reproduksi mereka diminimalkan atau dipersulit oleh krisis iklim, tetapi saya juga ingin menekankan bahwa orang-orang menemukan cara untuk menciptakan hubungan yang bermakna ini meskipun mereka tidak memiliki lebih banyak anak," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler