Pengguna TikTok di AS Khawatir Soal Kemungkinan Pelarangan Aplikasi
AS mengeluarkan RUU yang akan melarang penggunaan Tiktok.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian pengguna TikTok di Amerika Serikat menyampaikan kekhawatiran mereka terkait imbas dari Rencana Undang-Undang (RUU) terbaru di negara tersebut. RUU itu ditakutkan akan benar-benar melarang atau menghilangkan TikTok dari toko aplikasi AS.
Dikutip dari laman CNN, Jumat (15/3/2024), RUU Penerapan Terkendali Musuh Asing yang Melindungi Amerika itu diajukan ke Komite Energi dan Perdagangan Parlemen AS pekan lalu. Pada Rabu (13/3/2024), RUU disahkan di Parlemen AS dengan 352 suara setuju dan hanya 65 perwakilan yang berbeda pendapat.
Salah satu isi RUU adalah upaya melarang aplikasi TikTok, kecuali platform media sosial tersebut berpisah dari perusahaan induknya di China, ByteDance. Saat ini, pengguna TikTok di AS berjumlah sekitar 170 juta orang dan sebagian di antaranya mengkhawatirkan keberlanjutan aplikasi media sosial itu.
Bahkan, beberapa dari pengguna TikTok menelepon perwakilan di Parlemen dan mendesak mereka agar memilih opsi "tidak" untuk pengesahan RUU tersebut. TikTok juga telah melakukan pemberitahuan kepada pengguna tentang potensi larangan tersebut.
Namun, benarkah TikTok benar-benar berpotensi hilang dari ponsel pengguna di AS dalam waktu dekat? Nyatanya, RUU yang ada menghadapi banyak rintangan untuk ditandatangani menjadi UU dan hampir pasti akan menghadapi tantangan hukum jika hal itu terjadi.
Setelah disetujui Parlemen AS, selanjutnya RUU akan dibawa ke Senat, dan hasilnya belum diketahui secara pasti. Salah satu kendala utamanya, RUU itu tidak populer di kalangan pengguna TikTok, yang merupakan mayoritas pemilih dalam Pemilu AS tahun 2024.
Hal ini tentunya sangat disadari oleh para senator. Beberapa pengguna TikTok telah memposting video yang menunjukkan mereka sungguhan menelepon perwakilan parlemen atau mengancam akan memilih kandidat alternatif jika sang wakil rakyat memilih untuk meloloskan RUU.
Bahkan jika RUU tersebut berhasil lolos di Senat dan ditandatangani menjadi undang-undang, TikTok telah mengisyaratkan akan mengambil langkah hukum terhadap undang-undang tersebut di pengadilan. Setelah disahkan, UU akan memberi waktu sekitar lima bulan bagi TikTok untuk memisahkan diri dari ByteDance, atau akan dilarang dari toko aplikasi AS.
Belum diketahui apakah ByteDance setuju....
Belum diketahui secara jelas apakah ByteDance akan setuju untuk menjual atau memisahkan diri dari TikTok, seperti yang diinginkan RUU. Apabila itu terjadi, perusahaan akan kesulitan menemukan pembeli Amerika yang bersedia membayar, meskipun aplikasi tersebut populer. Menurut analis Wedbush Dan Ives, TikTok diperkirakan bernilai 100 miliar dolar AS (sekitar Rp 1.562,28 triliun).
Dari sisi pengguna, sebenarnya saat ini berbagai platform media sosial telah menghadirkan fitur membuat atau menonton video berdurasi pendek. Sebut saja YouTube, Snapchat, Instagram, Facebook, dan X, yang telah menghadirkan fitur video bergulir, meniru TikTok.
Meski demikian, banyak pengguna mengatakan para pesaing itu belum menerapkan algoritma rekomendasi yang membuat TikTok begitu memikat. Banyak pengguna TikTok juga mengatakan bahwa mengalihkan audiens dalam jumlah besar dari TikTok ke platform terbilang rumit karena setiap platform mempunyai skema monetisasi berbeda-beda.
Itu dapat menjadi tantangan bagi para kreator yang ingin membangun kembali bisnis yang mengandalkan TikTok jika mereka terpaksa pindah ke jejaring sosial lain. Beberapa kreator TikTok sudah bersiap menghadapi kemungkinan terburuk dan sedang mencari cara mengatasi pengalihan audiens itu.