Psikolog: Mencari Pertolongan Ketika Jadi Korban KDRT Bukanlah Membuka Aib Pasangan
KDRT adalah perilaku yang membahayakan nyawa, kondisi fisik, dan mental seseorang.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama eks kiper tim nasional Indonesia Kurnia Meiga dan mantan istrinya, Azhiera Adzka Fathir menjadi perbincangan akhir-akhir ini di dunia Maya. Azhira membongkar kelakuan Kurnia selama mereka berumah tangga, salah satunya adalah melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Namun ada seorang warganet di media sosial X yang menyayangkan apa yang dilakukan Azhiera. Warganet itu berpendapat tindakan itu mengumbar aib Kurnia, meskipun dia juga kecewa dan tidak suka dengan kelakuan pria kelahiran tahun 1990 ini.
Psikolog dari Pusat Psikologi TigaGenerasi, Sri Juwita Kusumawardhani mengungkapkan KDRT adalah perilaku yang membahayakan nyawa, kondisi fisik, dan mental seseorang. Bagi dia, mencari pertolongan ketika memperoleh hal tersebut bukanlah membuka aib pasangan.
“Yang terpenting sebenarnya membawa ke ranah hukum jika memungkinkan. Tetapi memang proses yang berliku sering kali membuat korban KDRT memilih untuk berpisah atau justru bertahan di dalam pernikahan tanpa melaporkan ke pihak berwajib,” kata Sri Juwita melalui pesan WhatsApp, Jumat (15/3/2024).
Dia juga menuturkan membuka kasus KDRT ke publik perlu dicek intensinya. Sering kali saat ini korban membuka kasus KDRT, menurut Sri Juwita, karena ingin memberikan sanksi sosial kepada pelaku.
“Itu adalah pilihan yang perlu dipahami konsekuensinya-karena kita tidak bisa mengontrol reaksi masyarakat,” kata Co-founder Cinta Setara ini.
Sri Juwita menekankan pernikahan memang ranah privat, tetapi ketika KDRT terjadi justru korban perlu mencari pertolongan dari pihak-pihak terdekat atau pihak yang dapat membantu.
“Bukan berarti harus menjadi isu publik, tetapi fokusnya adalah menyelamatkan diri sendiri dan anak jika ada, serta memberikan ganjaran pada pihak yang bersalah,” ujar dia
Jika pasangan sudah menunjukkan....
Saat ditanya harus bagaimana sebaiknya perempuan yang mengalami KDRT untuk membongkar masalah ini dan mendapatkan pertolongan mengingat terkadang kasus baru cepat selesai ketika sudah menjadi viral, Sri Juwita menjawab jika pasangan sudah menunjukkan tanda-tanda yang membahayakan, misalnya intonasi sering meninggi atau meningkat padahal tidak ada bahasan yang sensitif, sering membentak atau bahkan memberikan gestur, ingin memukul, sering di bawah pengaruh alkohol, perlu ada persiapan untuk menyelamatkan diri. Dia menyebutkan dampak sering di bawah pengaruh alkohol adalah tidak mampu mengontrol perilaku dan sangat mungkin melakukan hal-hal yang membahayakan untuk keluarga.
“Siapkan dokumen-dokumen penting dan kebutuhan penting untuk diri dan anak dalam satu tas, jadi jika ingin ‘kabur’ dari rumah gampang untuk mengambil satu tas tersebut. Siapkan nomor-nomor darurat, seperti orang tua atau keluarga yang bisa diakses, rumah sakit dan/atau kantor polisi terdekat. Jangan malu mencari pertolongan, nyawa Anda dan anak yang menjadi taruhannya,” jelasnya.
Di sisi lain, Sri Juwita juga menyebutkan kalau masalah rumah tangga secara umum, di luar KDRT, tidak disarankan untuk dibagikan ke media sosial. Sebab orang lain tidak akan paham duduk perkaranya. Selain itu juga belum tentu orang yang memiliki masalah memperoleh respons sesuai dengan harapan .
Jika memang belum terlalu berat, kata Sri Juwita, bisa diusahakan untuk berdiskusi dengan pasangan. Yaitu, mencari alternatif solusi, bernegosiasi, atau mungkin memang ada hal-hal yang harus diterima.
“Selain itu, jangan malu untuk mencari pertolongan profesional untuk dapat pendampingan yang tepat,” ujarnya.