Israel Kini Gunakan Kelaparan Sebagai Senjata Membunuh Warga Palestina di Gaza

Menurut UNRWA bencana kelaparan parah akan segera terjadi di Gaza.

EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Seorang warga Palestina mendorong gerobak melewati puing-puing rumah yang hancur setelah operasi militer Israel di kota Khan Younis, Selatan Jalur Gaza.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, “Kelaparan akan segera terjadi di Jalur Gaza utara, diperkirakan antara saat ini sampai Mei.”

Baca Juga


Komisaris Jenderal Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNRWA, Philippe Lazzarini mengunggah pernyataan itu di platform X, Selasa (19/3/2024). Menurutnya, warga Palestina di Gaza, termasuk anak-anak tengah berada dalam kondisi semakin memprihatinkan lantaran sudah tidak memiliki akses lagi terhadap bantuan makanan.

Lazzarini pun mengaku ditolak masuk ke Gaza oleh otoritas Israel. Padahal, ia menekankan bahwa sejauh ini UNRWA telah mendominasi semua organisasi kemanusiaan di Gaza yang membantu warga Palestina di tengah agresi Israel.

“Kunjungan saya hari ini untuk mengoordinasikan dan meningkatkan penanggulangan kemanusiaan,” kata kepala badan PBB itu.

Menurut Lazzarini, seluruh penduduk Gaza yang berjumlah dua juta orang sedang menghadapi krisis kerawanan pangan atau bahkan lebih buruk lagi, katanya menegaskan. Sebagian penduduk sudah kehabisan persediaan makanan dan kemampuan untuk bertahan.

"Mereka sedang berjuang melawan bencana kelaparan (IPC Fase 5) dan kelaparan”.

Sebelumnya, Badan anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) mengatakan, 13 ribu lebih anak terbunuh akibat serangan Israel di Gaza. UNICEF menambahkan bahwa banyak anak-anak yang mengalami malnutrisi akut dan “bahkan tidak memiliki tenaga untuk menangis”.

Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell pada Ahad (17/3/2024) mengatakan kepada CBS News bahwa ribuan orang lainnya terluka dan UNICEF sendiri bahkan tidak dapat menentukan keberadaan mereka.

“Bisa jadi mereka terjebak di bawah reruntuhan … Kami belum pernah melihat tingkat kematian anak-anak sebesar itu di hampir semua konflik lain di dunia,” katanya.

“Saya pernah mendatangi bangsal anak-anak yang menderita anemia malnutrisi parah, semua bangsal benar-benar sepi. Karena  anak-anak dan bayi-bayi itu … bahkan tidak mempunyai tenaga untuk menangis”," ujarnya menambahkan.

Kejahatan Israel Serang Konvoi Bantuan - (Republika)

 

 

 

 

Pada Senin (18/3/2024), Inisiatif Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu, atau IPC, mengeluarkan laporan baru yang memperingatkan bahwa kelaparan kini 'sedang terjadi' di Gaza. Dalam laporan itu sebanyak 1,1 juta atau setengah populasi dari Gaza menghadapi tingkat kelaparan yang sangat parah.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa situasi di Gaza kini telah memburuk secara signifikan sejak penilaian terakhir pada Desember. Dan, jika Israel melanjutkan strategi mematikannya, jumlah orang yang mengalami kondisi tersebut akan meningkat dua kali lipat pada Juli.

 "Saya tidak bisa membayangkan kejadian yang bisa secepat ini," kata Alex De Waal, peneliti sekaligus penulis tentang kelaparan di seluruh dunia, dalam wawancaranya kepada Anadolu.

Selama bertahun-tahun, De Waal telah meneliti dan menulis tentang krisis pangan dan bencana kelaparan di seluruh dunia. Namun, kondisi yang diciptakan Israel saat ini di Jalur Gaza adalah sesuatu yang belum pernah ia temui sebelumnya.

Dalam 6 bulan terakhir, serangan Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza mengungsi dan kekurangan makanan, air, obat-obatan, serta kebutuhan hidup lainnya. Angka terbaru menunjukkan hampir 30 warga Palestina, termasuk anak-anak, meninggal dunia karena kekurangan gizi dan dehidrasi. 

Menurut De Waal, kelaparan massal biasanya merupakan "proses yang lambat" dan membutuhkan "waktu lama," terutama di wilayah di mana terdapat produksi pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di Gaza, Israel telah menerapkan taktik kelaparan massal.

"Di (wilayah) yang sangat terkonsentrasi secara geografis... dan dengan cara yang sangat cepat, luar biasa cepatnya," De Waal menjelaskan.

Menurut data pada akhir November atau awal Desember, kurang dari satu persen anak-anak menderita gizi buruk akut yang parah. Hanya dalam kurun 2 bulan, lebih dari separuh populasi Gaza diturunkan ke status darurat atau lebih buruk lagi, dan, "sepengetahuan saya, hal ini belum pernah terjadi pada kecepatan seperti itu," kata De Waal.

 

 



Kelaparan sebagai senjata

De Waal mengatakan ada beberapa contoh konflik di masa lalu di mana kelaparan digunakan sebagai senjata, salah satunya adalah di Suriah. "Tindakan Pemerintahan Netanyahu dan tindakan Pemerintahan Assad sangat mirip," kata dia.

Perbedaannya adalah Israel melakukannya dalam skala yang lebih besar dan cepat. Di tempat-tempat lain seperti Yamah dan wilayah Tigray di Ethiopia, De Waal menunjukkan bahwa "keduanya sangat berbeda karena populasinya jauh lebih besar dan juga perdesaan, tersebar di wilayah yang jauh lebih luas."

De Waal juga menekankan bencana kelaparan di Gaza akan berdampak generasi ke generasi bagi warga Palestina. "Saat populasi -- khususnya anak-anak -- berada dalam kondisi yang sangat menyedihkan, Anda tidak bisa membalikkan begitu saja. Jadi, pembunuhan mungkin berhenti, tetapi kematian akan terus berlanjut," katanya.

Belum lagi, rekonstruksi agar Gaza dapat dihuni kembali akan membutuhkan upaya yang besar dan waktu yang lama. "Anak dalam kandungan atau anak kecil yang terpapar secara fisik akan tumbuh tanpa kemampuan fisik yang utuh. Mereka akan menjadi lebih pendek, tidak akan mempunyai kemampuan mental, mereka tidak akan berkembang sepenuhnya.

"Jadi akan ada dampaknya pada generasi berikutnya, bahkan mungkin dua generasi," kata De Waal.

Contohnya, ada penelitian yang dilakukan terhadap penyintas bencana kelaparan musim dingin di Belanda pada 1944 dan 1945 yang menunjukkan betapa anak-anak yang masih sangat kecil saat ini lebih pendek dibandingkan kakak dan adiknya. 

"Mereka tidak memiliki kualitas pendidikan yang sama," kata De Waal.

Trauma psikologis juga tentunya akan terus berlanjut dari generasi ke generasi, tambahnya. "Itu karena, kekerasan yang terjadi jelas sangat traumatis, namun kelaparan juga merupakan hal psikologis yang sangat traumatis," kata De Waal.

Israel melancarkan serangan militer mematikan di Gaza sejak serangan lintas batas yang dilakukan kelompok Hamas Palestina pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan hampir 1.200 orang. Lebih dari 31.600 warga Palestina -- sebagian besar perempuan dan anak-anak, sejak saat itu telah tewas di daerah kantong tersebut, dan hampir 73.700 orang lainnya luka-luka di tengah kehancuran massal dan kelangkaan kebutuhan bahan pokok.

Perang Israel telah memaksa 85 persen penduduk Gaza menjadi pengungsi di tengah blokade yang melumpuhkan terhadap sebagian besar makanan, air bersih, dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur daerah itu telah rusak atau hancur, menurut PBB. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi anak-anak UNICEF mengatakan 13.000 anak terbunuh akibat serangan Israel di Gaza.

Adapun banyak anak yang bertahan hidup mengalami malnutrisi akut dan "bahkan tidak memiliki tenaga untuk menangis."

Rupa-Rupa Dampak Boikot Israel - (Republika)

sumber : Antara, WAFA, IRNA-OANA, Anadolu
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler