PBNU Berharap PPP Masih Bisa Lolos ke Parlemen
Banyak yang menyayangkan tak lolosnya PPP ke Parlemen pada Pemilu 2024.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menanggapi soal tidak lolosnya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ke Parlemen karena tidak memenuhi ambang batas parlemen 4 persen. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan hasilnya, Rabu (20/3/2024).
Banyak yang menyayangkan tak lolosnya PPP ke Parlemen pada Pemilu 2024. Sebab, PPP adalah partai lama dan bersejarah dalam perpolitikan Indonesia.
PPP menjadi tempat sebagian besar umat Islam Indonesia menitipkan aspirasi politiknya sebelum banyaknya partai bermunculan pascareformasi. Tokoh dan warga NU banyak menitipkan aspirasinya melalui partai berlambang Ka'bah ini
Gus Yahya masih berharap PPP dapat lolos ke parlemen. Ia melihat ada bias dalam hasil perolehan suara yang diraih oleh PPP seperti kesalahan penghitungan dan lainnya. Kendati demikian, Gus Yahya mendorong agar PPP menyalurkan protesnya lewat jalur konstitusional, yaitu Mahkamah Konstitusi.
"Mudah-mudahan ini hanya karena adanya kesalahan karena kekurangannya sangatlah tipis," ujar Gus Yahya dalam jumpa pers, di Gedung PBNU, Jakakrta, Kamis (21/3/2024).
Peluang PPP lolos ke Parlemen masih terbuka meski sudah diumumkan oleh KPU. Mereka bisa menggugat ke MK terkait hasil suaranya sehingga agar bisa mengubah hasil. Namun, kata Gus Yahya, jika hasil dari gugatan MK tidak memihak kepada PPP maka mereka harus menerimanya dengan legawa.
"Kalaupun tidak mau bagaimana lagi, itu suara rakyat," kata Gus Yahya.
Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah ini mengatakan meskipun PPP tidak lolos parlemen namun mereka masih memiliki perwakilan di tingkat daerah. Gus Yahya yakin melalui perwakilannya di daerah PPP masih bisa berjuang kembali agar pada Pemilu akan datang kembali lolos ke Parlemen.
Dalam kesempatan tersebut, Gus Yahya juga enggan berangan-angan apakah PBNU akan mendapatkan jatah menteri. Gus Yahya mengatakan tak bisa memastikan karena NU bukan lembaga partai politik yang dapat mengatur jatah menteri.