Batasan Suami Istri Bercumbu Ketika Berpuasa Agar tidak Batal
Bercumbu yang disebutkan adalah menyentuh kulit istri dengan kulitnya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjalankan puasa tidak hanya menahan diri dari tidak makan dan tidak minum, tetapi juga menahan diri dari hawa nafsu seperti keinginan untuk berjimak pada pasangan suami istri.
Apakah artinya selama berpuasa pasangan suami istri tidak boleh bersentuhan? Tentu saja tidak. Keduanya tetap boleh bermesraan dan romantis, dan itu tidak membatalkan puasa.
BACA JUGA: Niat dan Tata Cara Sholat Qobliyah-Ba'diyah Dzuhur
Dari Abu Murrah maulaa 'Aqiil, dari Hakiim bin Iqaal, bahwasannya ia pernah bertanya kepada 'Aisyah radliyallaahu 'anhaa: “Apa yang diharamkan dari istriku sedangkan aku berpuasa?". la menjawab : "Farji (kemaluan)-nya" (Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma'aanil-Aatsaar no. 2190; sanadnya shahih)
Dari Masruq, ia berkata, "Aku pernah bertanya pada 'Aisyah: Apa yang dibolehkan bagi seorang pria pada istrinya saat berpuasa?” 'Aisyah menjawab, "Segala sesuatu selain jima' (hubungan intim)." (Diriwayatkan oleh 'Abdur Rozaq dalam mushonnafnya, 4:190 dan Ibnu Hajar dalam Al Fath (4:149) mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Dari Jabir bin 'Abdillah, dari 'Umar Bin Al Khaththab, beliau berkata, ”Pada suatu hari nafsuku bergejolak muncul, kemudian aku mencium istriku padahal aku sedang berpuasa, maka aku datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan aku berkata, "Hari ini aku melakukan suatu kesalahan besar, aku telah mencium istriku padahal sedang berpuasa” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, "Bagaimana pendapatmu jika kamu berpuasa kemudian berkumur-kumur?" Aku menjawab, "Seperti itu tidak mengapa.” Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Lalu apa masalahnya?" (HR. Ahmad 1/21. Syaikh Syu'aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim.)
Batasan suami istri ketika bermesraan agar tidak membatalkan puasa....
Batasan Suami Istri Bercumbu Agar tidak Membatalkan Puasa
Dikutip dari buku Memantaskan Diri Menyambut Bulan Ramadhan: Panduan Lengkap Menyambut Bulan Ramadhan dari Sebelum Ramadhan Sampai Setelahnya karya Abu Maryam Kautsar Amru, seorang suami boleh bercumbu dan bermesraan (mubasyarah) dengan istrinya dalam keadaan berpuasa selama tidak menyetubuhinya atau mengeluarkan mani. Maka, hukumnya boleh dan tidak membatalkan puasa.
Ini karena Rasulullah saw sendiri pernah melakukan mubasyarah kepada istrinya dengan tetap mampu menahan syahwatnya hingga tidak terjadi jima’
BACA JUGA: Muslim Indonesia Kelola Mushala di Bekas Restoran Sushi, Semarak di Bulan Ramadhan
Dari 'Aisyah radliyallaahu anhaa bahwasannya ia berkata: "Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam mencium dan mencumbunya dalam keadaan berpuasa, dan beliau adalah orang yang paling kuat menahan nafsunya diantara kalian.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
As-Sanadi menjelaskan, kata bercumbu yang disebutkan di dalam hadits tersebut adalah menyentuh kulit istri dengan kulitnya, seperti menempelkan pipi ke pipi istri. Artinya, bersentuhan kulit bukan berjimak.
Syaikh ibnu ‘utsaimin menambahkan orang yang sedang berpuasa tidak boleh melakukan dengan istrinya perbuatan-perbuatan yang bisa menyebabkan maninya keluar. Para ulama berbeda pendapat mengenai ukuran waktu “tidak keluar mani”.
Sebab, ada orang yang mampu mengendalikan dirinya dengan sempurna, sebagaimana yang dikatakan Aisyah ra tentang Rasulullah saw: “Beliau orang yang sangat mampu mengendalikan hasratnya.” Sedangkan di antara mereka yang lain, ada yang tidak mampu menguasai dirinya dan cepat keluar mani. Maka, orang seperti ini terlarang untuk bercumbu dengan istrinya ketika berpuasa wajib.
Jika seseorang mengetahui ia mampu mengendalikan dirinya cukup lama, maka dibolehkan baginya untuk mencium dan mencumbui istrinya, meskipun ia sedang melaksanakan puasa wajib. Tapi tetap ia harus menghindari jimak. Karena jimak di bulan Ramadhan bagi orang yang diwajibkan berpuasa hukumnya haram dan akan menerima beberapa konsekuensi sebagai berikut.
Akibat berjimak/berhubungan saat puasa Ramadhan...
Akibat Berjimak Saat Puasa Ramadhan
Pertama, dosa.
Kedua, rusaknya puasa.
Ketiga, harus melanjutkan puasa. Setiap orang yang merusak puasanya di bulan Ramadhan tanpa alasan syari' maka wajib atasnya melanjutkan puasa hari itu.
Keempat, wajib atasnya qadha. Karena ia merusak ibadah wajib, maka wajib atasnya qadha.
Kelima, kafarat. Kafaratnya adalah kafarat terberat, yaitu membebaskan hamba sahaya. Jika ia tidak bisa melaksanakannya maka ia diwajibkan berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika ia tidak mampu melaksanakannya juga, maka ia diwajibkan memberi makan enam puluh orang miskin.
Jika jimak itu dilakukan ketika puasa wajib di luar Ramadhan, seperti puasa qadha Ramadhan dan puasa kafarat, maka konsekuensi yang harus diterimanya ada dua: dosa dan qadha.
Jika puasa yang sedang dilaksanakannya adalah puasa sunah maka tidak ada sanksi yang harus dilakukannya.