Harvey Moeis, Helena Lim, dan Tersangka Korupsi Timah Dijerat Pasal TPPU
Helena dan Harvey memanipulasi sumber dana CRS dari hasil korupsi tambang timah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan untuk menjerat pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap para tersangka korupsi penambangan timah di Bangka Belitung. Kejagung menyatakan, penggunaan TPPU sudah menjadi protokol tetap (protap) dalam penyidikan tindak pidana korupsi yang sedang diusut.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi mengatakan, penerapan TPPU dalam kasus terkait PT Timah Tbk, dilakukan setelah penyidik menemukan fakta beberapa tersangka yang memanipulasi hasil kejahatannya ke dalam bentuk pendanaan masyarakat dalam bentuk CSR.
Baca: KPPU Pastikan Lanjutkan Kasus Pinjol Pendidikan ke Penegak Hukum
"Dan itu (TPPU) paralel berjalan selama kami menemukan bukti-bukti yang cukup," kata Kuntadi saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (1/4/2024). Meski begitu, Kuntadi belum bersedia membeberkan siapa saja tersangka yang dijerat pasal TPPU.
Dari total 16 tersangka yang sudah ditahan, Kuntadi belum bisa menyampaikan siapa saja yang dibidik untuk dikenakan TPPU. “Sampai saat ini masih terus kami dalami dan telusuri," ujar Kuntadi.
Dari 16 orang tersangka yang sudah ditetapkan dalam kasus timah, dua tersangka diketahui sebagai pihak yang memerintahkan, memfasilitasi, dan mengelola uang dari tindak pidana korupsi. Keduanya adalah Harvey Moeis (HM), suami dari aktris terkenal Sandra Dewi yang sudah ditahan pada Rabu (27/3/2024).
Baca: PT Vale Angkat Emily Olson dan Olga Kovalik Jadi Preskom dan Komisaris
HM berperan sebagai pemilik dan perwakilan dari PT Rafined Bangka Tin (RBT). Harvey adalah pihak yang melobi dan bersepakat dengan tersangka Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku dirut PT Timah Tbk agar memfasilitasi aktivitas penambangan timah ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk di Bangka Belitung.
Harvey dalam pertemuan berkali-kali dengan MRPT pada 2018-2019 bersepakat melakukan penambangan ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk, yang dibalut dengan kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah. HN selain mewakili PT RBT, juga membawa empat perusahaan tambang timah lainnya.
Keempatnya adalah PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), CV Venus Inti Perkasa (VIP), dan PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), serta PT Tinindo Inter Nusa (TIN). Lima perusahaan penambang timah itu, ada peran Harvey dalam partisipasi kepemilikan.
Baca: KSAL Kerahkan KRI Teluk Banten-516 Salurkan Bantuan ke Pulau Bawean
Bersama PT Timah Tbk, lima perusahaan tersebut, juga membuat tujuh perusahaan boneka dalam melakukan eksplorasi kawasan pertambangan timah. Sedangkan hasil eksplorasi tersebut dibeli sendiri oleh PT Timah Tbk.
Tersangka Harvey juga menginstruksikan kepada semua perusahaan tersebut memindahkan keuntungan dari kegiatan penambangan timah ilegal ke dalam dana sosial perusahaan (CSR) untuk masyarakat. "Dana yang seolah-olah CSR tersebut, diberikan kepada tersangka HM melalui pengelolaan PT QSE (Quantum Skyline Exchange) yang difasilitasi oleh HLM," ucap Kuntadi.
Pihak yang memerintah satunya adalah HLM alias Helena Lim. Dia dikenal sebagai crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara. Sebelum Harvey dijebloskan ke sel tahanan, Helena pada Selasa (26/3/2024), diumumkan sebagai tersangka dan juga dijebloskan ke sel tahanan.
Saat mengumumkan Helena sebagai tersangka, Kuntadi mengatakan, anggaran yang disebut sebagai CSR tersebut hanyalah dalih dari para tersangka untuk memanipulasi sumber dana yang peroleh dari tindak pidana korupsi timah. "CSR ini hanya dalih saja. Yang tidak pernah ada penyalurannya," ucap Kuntadi.
Tiga penyelenggara negara...
Sebelum menetapkan Harvey dan Helena sebagai tersangka, sepanjang Januari-Februari 2024, tim penyidikan Jampidsus satu per satu mengumumkan 14 tersangka lainnya. Ttiga di antaranya, adalah penyelenggara negara dari jajaran direksi PT Timah Tbk.
Mereka adalah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku dirut PT Timah Tbk 2016-2021, Emil Emindra (EE) yang ditetapkan tersangka sebagai direktur keuangan (dirkeu) PT Timah Tbk 2018, dan Alwin Albar (ALW) yang ditetapkan tersangka selaku direktur operasional PT Timah Tbk 2018-2021.
Lainnya adalah dari pihak swasta. Semua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Adapun kerugian negara akibat dampak lingkungan yang sudah diumumkan penyidik sementara ini di angka Rp 271 triliun.