Melipat Ketupat demi Rupiah yang Berlipat

Situasi tahun ini, jauh lebih baik dibandingkan masa pandemi.

Republika/Putra M. Akbar
Warga membawa cangkang ketupat di Kampung Kebon Danas, Cimahpar, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (8/4/2024). Kampung yang biasa disebut dengan Kampung Ketupat tersebut mengalami peningkatan permintaan produksi menjelang Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriyah dari hari biasanya sebanyak 1.000 menjadi 3.000 ketupat yang dipasarkan ke sejumlah pasar tradisional di Kota Bogor dengan harga Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per ikat tergantung ukurannya.
Red: Setyanavidita livicansera

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di balik setiap lipatan kulit ketupat, ada orang-orang yang berupaya mencari uang tambahan dengan berjualan kulit ketupat menjelang Hari Raya Idul Fitri. Suminta, yang biasanya bekerja secara lepas, menjadi pedagang musiman kulit ketupat pada Lebaran tahun ini.

Baca Juga


Bersama sekitar 30 orang lainnya, dia menjajakan kulit ketupat di sepanjang jalan dekat Pasar Palmerah, Jakarta Barat. Pada Senin (8/4/2024), Suminta mengaku memilih menginap di pinggir jalan dekat Pasar Pisang supaya bisa berjualan seharian hingga malam takbiran tiba.

Lelaki asal Serang, Banten, itu belajar membuat kulit ketupat dari orang-orang di desanya. "Rajut-merajut kulit ketupat dilihat dari orang tua yang ada di sana," kata Suminta.

Para pedagang di sentra janur dan kulit ketupat Palmerah mematok harga kulit ketupat mulai dari Rp7.000 sampai Rp 10.000 per 10 buah. Sementara janur, yang berisi 30-40 helai per ikat, bisa dibeli mulai Rp 5.000-Rp 10.000.

Janur dan kulit ketupat dibuat dari daun kelapa muda atau kelapa hijau yang dipasok dari Banten. Berapa banyak kulit ketupat yang dijual pedagang bergantung kepada seberapa besar modal yang dimiliki.

Suminta dengan modal Rp 3 juta bisa mengangkut sekitar 5.000-10.000 helai daun untuk dijual kembali. Jika Suminta belajar dari orang-orang di kampungnya, Aceng, pedagang kulit ketupat lainnya di Palmerah, mengaku banyak belajar dari orang asal Bali.

Berkat membuat kulit ketupat dan dekorasi janur, Aceng, yang memulai usahanya pada 2016, setidaknya meraup penghasilan Rp 500 ribu per hari. Kulit ketupat tidak hanya dicari pada musim Lebaran. "Pada hari biasa, kulit ketupat juga dicari terutama oleh penjual sayur keliling, penjual ketoprak, penjual lontong sayur, penyedia jasa katering makanan sampai orang-orang yang akan menggelar hajatan," kata Ahmad, salah seorang pedagang kulit ketupat di Palmerah.

Mereka seringkali memborong kulit ketupat, bahkan hingga ratusan, supaya tidak perlu pergi ke pasar setiap hari. Ahmad bercerita keadaan Lebaran saat ini jauh lebih baik dibandingkan ketika pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu. Saat itu, hanya sedikit pedagang yang berani merantau ke Jakarta.

Pembatasan aktivitas luar ruangan juga berakibat pada pasokan dagangan. Akibat hanya sedikit barang yang bisa masuk, pedagang terpaksa menaikkan harga janur dan kulit ketupat. Adanya pembatasan yang diterapkan pemerintah pun mempersulit barang dagangan bisa masuk dalam jumlah besar. Akibatnya, pedagang terpaksa menaikkan harga yang lebih tinggi.

“Pas Covid-19 itu kami terpa ksa jual sampai Rp30 ribu per 10 biji kulit ketupatnya. Sementara janurnya bisa Rp300 ribu,” kata Ahmad. Tahun ini, Suminta, Ahmad dan Aceng berharap betul dari penghasilan mereka sebagai pembuat dan penjual kulit ketupat. “Saya ada rencana pulang (mudik), ya semoga cukuplah buat Lebaran uangnya. Nanti mau saya buat beli daging, bikin rendang,” ujar Aceng.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler