Irak Godok RUU Hukuman Mati untuk Pelaku LGBT

Diplomat dari tiga negara Barat melobi Irak untuk tidak mengesahkan RUU tersebut.

EPA-EFE/Murtaja Lateef
Pengunjuk rasa Irak membawa bendera nasional Irak ketika mereka berkumpul di sebuah kompleks parkir di dekat alun-alun Al Khilani, di pusat kota Baghdad, Irak.
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Lesbian, Gay, Biseksual, dan Trangender (LGBT) merupakan isu kontroversial di negara manapun, tidak terkecuali di Timur Tengah. Banyak negara- negara di Timur Tengah melarang LGBT, bahkan tidak tanggung-tanggung menerapkan hukuman mati kepada pelakunya.

Salah satu negara yang kini sedang menggodok Undang-Undang larangan hubungan sesama jenis adalah Irak. Dilansir dari Middle East Monitor pada Senin (15/4/2024), anggota parlemen Irak diatur untuk memberikan suara pada RUU larangan LGBT, mencakup penerapan hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Hal ini tentu saja semakin meningkatkan kekhawatiran di antara kelompok hak asasi manusia dan diplomat Barat, yang mengatakan pengesahannya dianggap akan membahayakan hubungan politik dan ekonomi Irak.

Parlemen sedang bersidang pada Senin untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU), amandemen terhadap undang-undang anti-prostitusi dan merupakan agenda kedua.

Undang-undang ini menerapkan hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati bagi siapa pun yang terlibat dalam hubungan sesama jenis atau siapa pun yang menukar istrinya dengan istri orang lain untuk tujuan seksual. Undang-undang ini juga melarang promosi homoseksualitas dan pelanggarannya dapat dihukum setidaknya tujuh tahun penjara.

Baca Juga


Anggota parlemen independen...

Anggota parlemen independen, Ra'id Al-Maliki, mengatakan kepada Reuters bahwa dia mengharapkan agar undang-undang tersebut disahkan karena pentingnya melestarikan tradisi otentik masyarakat Irak.

Saat ini, Irak yang mayoritas penduduknya beragama Islam tidak secara eksplisit mengkriminalisasi hubungan sesama jenis, tetapi klausul moralitas yang didefinisikan secara longgar dalam hukum pidana telah digunakan untuk menargetkan orang-orang LGBT.

Partai-partai besar di Irak pada tahun lalu meningkatkan kritik terhadap hak-hak LGBT, dengan bendera pelangi yang sering dibakar sebagai bentuk protes oleh faksi Muslim Syiah konservatif yang berkuasa dan oposisi pada tahun lalu. Lebih dari 60 negara mengkriminalisasi seks sesama jenis, sementara tindakan seksual sesama jenis adalah legal di lebih dari 130 negara, menurut Our World in Data.

Para diplomat dari tiga negara Barat mengatakan mereka telah melobi pihak berwenang Irak untuk tidak mengesahkan RUU tersebut karena masalah hak asasi manusia, tetapi juga karena hal itu akan membuat kerja sama dengan Irak menjadi sulit secara politik pada saat negara tersebut sedang berusaha mengurangi isolasi internasional setelah bertahun-tahun mengalami gejolak.

“Akan sangat sulit untuk membenarkan kerja sama dengan negara seperti itu di dalam negeri,” kata seorang diplomat senior, yang meminta tidak disebutkan namanya karena sensitivitas subjek tersebut.

Kami sangat, sangat tegas...

"Kami sangat, sangat tegas: jika undang-undang ini disahkan dalam bentuknya yang sekarang, itu akan menimbulkan konsekuensi yang sangat buruk bagi hubungan bilateral, bisnis, dan perdagangan kami,” katanya.

Parlemen sedang melakukan pemungutan suara terhadap RUU tersebut beberapa jam sebelum Perdana Menteri, Mohammed Shia Al-Sudani, dijadwalkan untuk bertemu dengan Presiden AS, Joe Biden, di Washington dalam perjalanan yang sangat berfokus pada mendorong lebih banyak investasi AS.

Ketika Uganda, pada Mei 2023, memberlakukan undang-undang yang mencakup hukuman mati untuk tindakan sesama jenis tertentu, Bank Dunia menghentikan pinjaman baru kepada negara Afrika Timur dan AS mengumumkan pembatasan visa dan perjalanan terhadap pejabat Uganda.

Musisi yang menyatakan dukungan untuk LGBT. - (REPUBLIKA)

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler