Bolehkah Anak Menasihati Ayahnya? Ini Penjelasan Prof Quraish Shihab

Anak merupakan anugerah.

Republika/Putra M. Akbar
Anak-anak bermain saat berwisata di Tebet Eco Park, Tebet, Jakarta, Senin (15/4/2024). Taman kota menjadi destinasi wisata alternatif bagi warga untuk menghabiskan libur Lebaran 1445 Hijriah. Mudahnya akses menuju taman kota dan bebas tarif tanpa dipungut biaya masuk taman kota menjadi pilihan tepat bagi warga yang ingin berlibur ditengah tempat wisata lainnya yang dipenuhi oleh wisatawan.
Rep: Rahmat Fajar Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Di tengah-tengah masyarakat seringkali ada rasa tabu apabila seorang anak memberikan nasihat kepada kedua orang tuanya. Anak yang demikian dinilai tak pantas dan tidak sopan. Bolehkah anak menasihati ayah?

Baca Juga


Ahli tafsir Alquran, Prof Quraish Shihab dalam bukunya "Menjawab ? 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui" mengatakan tak ada larangan anak memberikan nasihat kepada ayahnya. Alquran Surah al-'Ashr sudah menekankan bahwa manusia berada dalam kerugian kecuali yang beriman, beramal saleh serta saling menasihati tentang kebenaran dan kesabaran.

Jika demikian maka siapapun hendaknya memberi dan menerima nasihat. Seorang anak diperbolehkan memberikan nasihat kepasa ayahnya jika memang berada di jalan yang keliru.

Prof Quraish mengutip sabda Rasulullah Saw untuk menguatkan bahwa anak boleh memberikan nasihat kepada ayahnya. "Agama adalah nasehat" demikian bunyi sabda Rasulullah yang populer.

Alquran juga mengungkapkan bagaimana para nabi memberikan nasihat kepada anaknya seperti Nabi Nuh, Nabi Ya'qub dan Luqman. Tetapi Nabi Ibrahim juga memberikan nasihat kepada ayahnya sebagaimana dalam Surah Maryam ayat 41-45:

وَاذْكُرْ فِى الْكِتٰبِ اِبْرٰهِيْمَ ەۗ اِنَّهٗ كَانَ صِدِّيْقًا نَّبِيًّا(41)

اِذْ قَالَ لِاَبِيْهِ يٰٓاَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِيْ عَنْكَ شَيْـًٔا(42)

يٰٓاَبَتِ اِنِّيْ قَدْ جَاۤءَنِيْ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِيْٓ اَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا(43)

يٰٓاَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطٰنَۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ كَانَ لِلرَّحْمٰنِ عَصِيًّا(44)

يٰٓاَبَتِ اِنِّيْٓ اَخَافُ اَنْ يَّمَسَّكَ عَذَابٌ مِّنَ الرَّحْمٰنِ فَتَكُوْنَ لِلشَّيْطٰنِ وَلِيًّا(45)

Artinya: "Ceritakanlah (Nabi Muhammad, kisah) Ibrahim di dalam Kitab (Al-Qur’an)! Sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat benar dan membenarkan lagi seorang nabi (41). Ketika dia (Ibrahim) berkata kepada bapaknya, “Wahai Bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak pula bermanfaat kepadamu sedikit pun? (42). Wahai Bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu yang tidak datang kepadamu. Ikutilah aku, niscaya aku tunjukkan kepadamu jalan yang lurus (43). Wahai Bapakku, janganlah menyembah setan! Sesungguhnya setan itu sangat durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. (44). Wahai Bapakku, sesungguhnya aku takut azab dari (Tuhan) Yang Maha Pemurah menimpamu sehingga engkau menjadi teman setan (45).

Prof Quraish mengatakan perlu digarisbawahi dari ayat tersebut terutama dalam konteks menyampaikan sesuatu kepada orang tua atau lebih tua. Pertama, Alquran tidak menamai penyampaian itu "nasehat". Kedua, Nabi Ibrahim menggunakan tutur kata yang halus ketika memberikan nasihat kepada ayahnya.

Selain itu bagaimana Nabi Ibrahim menunjukkan rasa cinta dan kekhawatirannya jika ayahnya tertimpa musibah. Namun Prof Quraish menekankan kepada seorang anak bahwa pada dasarnya tak ada seorang ayah yang tidak mencintai anaknya. Maka jikapun ada pelanggaran hak maka biasanya terjadi karena ketidaktahuan atau keterpaksaan.

Prof Quraish juga menekankan bahwa seberapa besar kesalahan orang tua harus tetap dihormati serta memperlakukan mereka dengan baik selagi hidup. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler