Rusia: Pembekuan 300 Miliar Dolar AS Aset Rusia adalah Pencurian Terbesar
Dewan Eropa putuskan keuntungan aset Rusia disimpan untuk kepentingan Ukraina.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) untuk Rusia Aleksei Mozhin menilai tindakan negara-negara Barat untuk membekukan lebih dari 300 miliar dolar AS (Rp 4.854,6 triliun) aset milik Rusia merupakan pencurian terbesar dalam sejarah. Beberapa negara mengalami nasib serupa tapi tidak separah Rusia.
“Cadangan kami dicuri dan ini merupakan pencurian terbesar dalam sejarah,” kata Mozhin kepada Sputnik, Kamis (2/5/2024).
Mozhin menuturkan bahwa Iran, Venezuela dan Afghanistan juga menghadapi tindakan serupa yang dilakukan oleh negara-negara Barat, namun, belum pernah ada pencurian sebesar 300 miliar dolar AS sebelumnya.
Ia menekankan bahwa seluruh dunia sedang memantau situasi yang tengah dihadapi negaranya yang merupakan sinyal jelas bahwa orang lain dapat diperlakukan dengan cara yang sama.
Kolektif Barat, lanjutnya, kini mengusulkan untuk menerbitkan obligasi selama 30 tahun, dijamin dengan aset-aset Rusia yang dicuri, dan diduga memberikan dana ke Ukraina berdasarkan pendapatan yang diperoleh dari aset-aset tersebut.
“Mereka mengusulkan agar aset-aset tersebut tidak dikembalikan ke Rusia selama 30 tahun dan pendapatan dari aset-aset tersebut harus diambil alih,” tambah Mozhin.
Pada 12 Februari, Dewan Uni Eropa memutuskan bahwa keuntungan dari aset Rusia yang dibekukan akan disimpan untuk digunakan lebih lanjut demi kepentingan Ukraina.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen kemudian menyarankan agar UE menggunakan keuntungan ini untuk membeli senjata bagi Kiev, menandai perubahan dalam retorika UE, di mana sebelumnya blok tersebut membahas penggunaan uang tersebut untuk membiayai rekonstruksi Ukraina.
"Pemahaman saya, ini bukan soal penyitaan aset, ini soal pengambilan keuntungan tak terduga atau, kalau mau, bunga atas aset yang ada. Penyitaan aset tanpa proses hukum akan menjadi hal yang sangat serius dan mungkin bukan hal yang baik di dunia, yang sebagian besar beroperasi berdasarkan hukum internasional," kata von der Leyen.