Mualaf Joram Van Klaveren, Dulu Sangat Benci Islam dan Setelah Syahadat Diancam Dibunuh

Mualaf Joram Van Klaveren dulu sangat membenci Islam

Dok Republika
Mualaf Joram Van Klaveren dulu sangat membenci Islam
Rep: Mabruroh Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID,  AMSTERDAM -- Joram Van Klaveren adalah seorang penulis buku anti Islam. Ia menjadi tangan kanan Geert Wilders, yang menyusun pesan-pesan Partai Kebebasan (PVV) yang menggambarkan Islam sebagai agama “kebohongan” dan mendorong agar Alquran dan masjid dilarang di Belanda.

Baca Juga


Tetapi itu dulu, Joram van Klaveren kini adalah seorang mualaf dan saat ini terus berupaya secara aktif membongkar mitos-mitos yang dulu pernah ia gembar-gemborkan tentang Islam

“Hal-hal yang saya bantu kembangkan masih ada, mereka masih menggunakan alat yang saya berikan kepada mereka,” katanya kepada Guardian. “Saya benar-benar mendengar mereka mengatakan hal-hal yang saya buat,” lanjutnya, dilansir dari The Guardian pada Jumat (3/5/2024).

Buku anti Islam karyanya, kembali mencuat di Belanda dalam beberapa bulan terakhir, ketika PVV muncul sebagai partai dengan suara terbanyak dalam pemilu Belanda baru-baru ini, sejalan dengan lonjakan platform nativis dan populis di seluruh Eropa. 

“Saya berada dalam politik anti-Islam selama 12 tahun, jadi saya harus melawan narasi ini setidaknya selama 12 tahun untuk menyamakan kedudukan,” kata pria berusia 45 tahun itu.

Dibesarkan dalam keluarga Protestan yang sangat religius di Amsterdam, Van Klaveren mengatakan kekhawatiran awalnya terhadap Islam dipengaruhi oleh gerejanya. Citra Islam di matanya semakin memburuk setelah peristiwa 11 September dan pembunuhan tragis sutradara film Theo van Gogh oleh seorang Muslim yang menggambarkan dirinya sebagai seorang jihadis, yang kemudian mendorong Van Klaveren untuk bergabung dengan partai Wilders pada 2010.

Sejak itu, ia mulai aktif dalam gerakan melarang kehadiran masjid-masjid dan Alquran di Belanda. Ia juga melakukan segala cara untuk melarang sekolah Islam dan pelajaran bahasa Arab di Belanda. “Saat itu, saya pikir itu adalah hal yang baik karena kami memerangi Islam,” imbuhnya.

Van Klaveren kemudian memutuskan hubungan dengan Wilders pada  2014 setelah rapat umum, di mana pemimpin PVV bertanya kepada pendukungnya apakah mereka menginginkan “lebih sedikit warga Maroko” di negara tersebut. Bagi Van Klaveren, hal itu tampaknya merupakan langkah yang terlalu jauh. “Saya berpikir, ya, saya harus keluar karena sekarang ini sudah menjadi masalah etnis.” 

Dia mendirikan partainya sendiri, tetapi gagal mendapatkan satu kursi pun dalam pemilu nasional. Van Klaveren kemudian keluar dari dunia politik, dan menetapkan tujuan untuk menyelesaikan sebuah buku yang telah dia tulis bertahun-tahun sebelumnya, dan membayangkannya sebagai sebuah buku besar akademis yang akan mengungkap ancaman yang ditimbulkan oleh Islam.

Demi bukunya itu, Van Klaveren terjun langsung mencari tahu lebih banyak tentang Islam. Namun semakin dia mendalami ajaran Islam, semakin membuatnya tertarik pada Islam.

Hanya saja, ketertarikannya saat itu ia hempaskan karena pekerjaannya sehari-hari di sebuah stasiun radio evangelis. Lagi-lagi ketika keingin tahuannya tentang Islam mulai kembali menggelitiknya, dia harus bergulat dengan statusnya sebagai suara umat Kristen konservatif.

Akhirnya hidayah Allah SWT datang. Dia lantas meninggalkan bukunya dan meletakkannya di rak buku di rumahnya.

 

Ketika itu, tiba-tiba buku-bukunya berjatuhan ke lantai. Van Klaveren lantas mengambil sebuah mushaf Alquran yang turut jatuh. Saat ia mengambilnya, Alquran tersebut terbuka dan tepat di surat Alhajj ayat 46.

“Terjemahannya berbunyi: ‘Bukan mata yang buta, tapi hati,’ dan saya berpikir: 'Ya, ini benar-benar masalah saya,” ujar Van.  “Kedengarannya seperti dongeng, tapi itu benar-benar terjadi,” tegasnya.

Selanjutnya pada 2019, ia mengumumkan perpindahan agamanya ke publik. Ia sengaja mengumumkan bahwa dirinya telah menjadi seorang Mualaf sebagai kesempatan untuk meluruskan apa-apa yang telah dibuatnya di masa lalu, tentang anti Islam.

“Dia bilang ‘kamu juga punya tanggung jawab. Karena kamu menghasut kebencian (terhadap Muslim)’,” kata Van Klaveren mengenang nasihat gurunya.

Kabar mualaf Van Klaveren menjadi berita utama di seluruh negeri, dan menjadi berita utama saat Wilders sedang siaran langsung di TV. Para wartawan menghujani pemimpin PVV dengan berbagai pertanyaan. “Saya tidak menyangka hal ini akan terjadi,” kata Wilders, menyamakan keputusan Van Klaveren dengan “seorang vegetarian yang akan bekerja di rumah jagal”.

Orang lain yang ikut serta adalah Arnoud van Doorn, mantan anggota dewan kota PVV di Den Haag yang masuk Islam pada  2013. “Saya tidak pernah berpikir bahwa PVV akan menjadi tempat berkembang biaknya orang-orang yang berpindah agama,” tulis Van Doorn di media sosial pada saat itu.

Di antara para pengikut Van Klaveren yang sebagian besar telah memilihnya, merasa dikhianati. “Beberapa orang bersikap sangat bermusuhan. Saya mendapat lebih dari 2.000 ancaman pembunuhan,” ungkap Van Klaveren. “Itu sungguh ekstrem. Orang-orang mengatakan mereka akan memperkosa istri saya, membunuh anak-anak saya, mereka bahkan mengirimkan alamat sekolah anak-anak saya untuk mengintimidasi saya,” ujar Van Klaveren. 

Setelah segalanya menjadi tenang, memberikan ruang bagi Van Klaveren untuk merenungkan semua hal yang pernah membuatnya tertarik pada hal tersebut dan bagaimana mengatasi keriuhan ini.

Pada 2020, ia bergabung dengan beberapa orang lainnya dalam meluncurkan yayasan yang dipimpin Muslim di Belanda untuk memperkenalkan agama dan sejarah Islam kepada masyarakat. Setelah mengunjungi lebih dari 200 sekolah, yayasan tersebut membuka sebuah museum di Rotterdam pada bulan Juni yang disebut Islam Experience Centre.

“Tujuan utamanya adalah menghilangkan kesalahpahaman dan meningkatkan empati,” katanya. “Ketika saya masih di Partai Kebebasan, kami selalu mengatakan Islam adalah sesuatu yang asing bagi kami, Islam tidak ada hubungannya dengan Eropa. Dan tentu saja, ketika Anda melihat Spanyol, misalnya, di Andalusia, itu adalah omong kosong.”

Ditanya apakah dia merasa bersalah dan menyesal atas tindakannya selama bersama PVV, Van Klaveren mengatakan: “Tentu saja saya merasa malu karena apa yang saya katakan. Saya punya rencana, tapi Allah adalah perencana terbaik dan hidup saya mengambil arah lain.”

Van Klaveren memperkirakan bahwa sekitar 12 dari 37 kursi yang dimenangkan oleh PVV dalam peningkatan jumlah kursi pada pemilu lalu dapat dikaitkan dengan mereka yang sangat menentang Islam. Sisanya, katanya, mungkin disebabkan oleh kekecewaan para pemilih terhadap partai-partai arus utama atas kegagalan mereka mengatasi melonjaknya biaya hidup, terkikisnya negara kesejahteraan, dan meroketnya harga perumahan.

“Jika Anda benar-benar tidak punya uang dan Anda melihat orang-orang mendapatkan rumah yang Anda daftarkan selama 10 tahun, baik mereka imigran atau bukan, Anda merasa seperti: 'Saya tidak cukup penting,'” kata Van Klaveren. 

Namun ketika negara-negara di Eropa bergulat dengan kebangkitan kelompok sayap kanan, ia menyerukan masyarakat untuk melawan dengan reaksi yang “dewasa”, mengutip sebuah insiden di kota Arnhem di Belanda, di mana pemimpin gerakan Pegida baru-baru ini melakukan pembakaran Alqur’an. Lalu kelompok Muslim menanggapinya dengan membagikan mushaf Alqur'an secara gratis kepada siapa pun yang berminat. 

“Setiap kali dia membakar satu Alquran, kami memberikannya seribu,” kata Van Klaveren. Sambil tertawa, dia menambahkan: “Jadi, saya tidak tahu apakah dia akan membakar Alquran lagi.” 

 

 

Sumber: Theguardian

Perlunya Mualaf Didampingi Mentor - (About Islam)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler