Ahok tidak Bisa Berpasangan dengan Anies di Pilgub Jakarta, Ini Penjelasan KPU
Belakangan berembus wacana menyandingkan Ahok dan Anies di Pilgub Jakarta 2024.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji P, Eva Rianti
Isu Anies Baswedan akan berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) Jakarta 2024 ramai dibicarakan banyak pihak dalam beberapa waktu belakangan. Namun, kemungkinan pasangan itu bersatu dalam pilkada Jakarta sangatlah kecil.
Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta Dody Wijaya menjelaskan, secara regulasi, mantan gubernur tidak diperkenankan menjadi calon wakil gubernur (cawagub) di daerah yang sama. Aturan itu tertuang dalam Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang telah diperbarui dalam UU Nomor 6 Tahun 2020.
"Jadi itu ada syarat dan ketentuannya dalam undang-undang," kata Dody di Kantor KPU Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (10/5/2024).
Kendati demikian, pihaknya masih menunggu terbitnya Peraturan KPU (PKPU) terkait pencalonan kepala daerah. Pasalnya, bukan tidak mungkin akan ada revisi dalam PKPU terkait pencalonan kepala daerah.
"Nanti kita akan lihat di Peraturan KPU tentang pencalonan apakah ada revisi. Kalau di PKPU kan itu juga ditegaskan hal tersebut," kata dia.
Dody menegaskan, aturan itu bukan untuk melarang mantan gubernur kembali maju dalam kontestasi pilkada. Namun, yang dilarang adalah gubernur untuk mencalonkan diri menjadi wakil gubernur di daerah yang sama.
"Jadi bukan berarti yang pernah jadi gubernur enggak boleh maju lagi sebagai gubernur. Boleh. Tapi kalau menjadi wakil gubernur, itu tidak diperbolehkan oleh undang-undang," kata dia.
Diketahui, baik Anies maupun Ahok sama-sama merupakan mantan gubernur DKI Jakarta. Ahok menjabat sebagai gubernur DKI pada 2014-2017. Ia naik dari wakil gubernur menjadi gubernur menggantikan Joko Widodo yang menjadi presiden. Sementara Anies menjabat gubernur DKI Jakarta pada 2017-2022.
Anies Baswedan sudah menanggapi soal isu diduetkan dengan mantan Gubernur Jakarta 2014-2017 Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Pilgub Jakarta 2024. Menurutnya, isu terlalu dini di saat dirinya pun belum tahu langkah politik apa yang akan diambil ke depannya.
"Wong mutusin maju (nyagub); saja belum tahu," ujar Anies kepada wartawan di sela acara perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-55 di kediamannya di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2024).
Saat disinggung mengenai isu duet Anies-Ahok yang bermula dari grass root atau masyarakat, Anies menekankan agar fokus dulu tentang jadi atau tidaknya dirinya untuk kembali nyagub lagi. "Itu fase kedua. Fase pertama itu apakah ini adalah opsi yang akan dimabil, itu pertama. Kalau iya, maka bersama dengan siapa, siapa koalisinya dan lain-lain," jelasnya.
Meski begitu, dalam kesempatan tersebut, Anies menyampaikan terima kasih kepada masyarakat serta partai politik yang menaruh harapan agar dia maju kembali di Pilgub Jakarta. Anies diketahui telah dilamar oleh Partai Nasdem untuk nyagub. PDIP juga membuka pintu baginya di Pilgub Jakarta karena adanya usulan dari masyarakat. Sehingga Ahok yang seorang kader PDIP pun diisukan bisa maju bersama Anies.
"Saya terima kasih sekali kepada teman-teman di PDIP yang membuka itu dalam rakerdanya, ya. Saya sangat apresiasi," ujar Anies.
Sementara Ahok, hingga kini belum mengomentari namanya yang mulai masuk bursa Pilgub Jakarta 2024. Namun, lewat kanal Youtube-nya, Ahok mengungkapkan harapannya kepada sosok yang akan memimpin Jakarta ke depannya.
"Saya mendorong siapa pun jadi gubernur Jakarta harus menyerahkan nomor HP resminya pribadi, harus bisa menerima warga datang untuk melakukan pengaduan," kata Ahok melalui akun Youtube-nya yang dikutip Republika, Jumat (10/5/2024).
Menurut dia, gubernur merupakan sosok orang tua sekaligus pemimpin bagi warganya. Karena itu, seorang gubernur harus dapat selalu membantu warganya.
Ia mencontohkan, seorang gubernur harus dapat membantu warga yang miskin. Gubernur juga harus membantu warganya yang membutuhkan pertolongan.
"Anda adalah pemimpin yang bertugas mengadministrasi keadilan sosial supaya perutnya kenyang rakyat warga Jakarta, pikiran mereka bisa tenang, dan dompetnya bisa penuh," ujar Ahok.
Selain itu, ia menambahkan, seorang gubernur juga harus berani transparan terhadap penggunaan anggaran. "Itu lah yang saya harapkan dari seorang Gubernur Jakarta ke depan. Harus berani transparan semua anggaran," kata dia.
Adapun, pengamat politik Ujang Komarudin menilai kompetisi antara Anies dan Ahok seharusnya tidak perlu terjadi lagi, cukup di Pilgub 2017. Ia pun menilai sulit bagi Anies dan Ahok disatukan dalam satu pasangan cagub-cawagub.
"Seandainya skemanya head to head, seharusnya head to head tidak akan terjadi lagi," ujar Ujang, saat dihubungi Republika, Selasa (7/5/2024).
Ujang mengatakan, Anies dan Ahok masing-masing juga akan sulit untuk dicalonkan kembali dalam kontestasi politik tingkat daerah tersebut. Anies sendiri memang dipinang oleh Partai Nasdem, namun tak akan bisa dimajukan tanpa koalisi dengan partai lain.
"Anies juga belum bisa nyalon walaupun Partai Nasdem mendukung, partai lain kan belum tentu, PKS sudah jelas tidak mendukung, Anies diminta mendukung kader yang diusung PKS kan itu. Lalu Gerindra juga jelas tidak mendukung, yang dulu 2017 baik PKS maupun Gerindra mendukung Anies. Kan sekarang tidak," tutur Ujang.
Sementara itu, dari sisi Ahok, Ujang menyebut mantan gubernur DKI Jakarta 2014-2017 itu memiliki track record dalam kasus hukum, yakni tersangka kasus penistaan agama pada akhir 2016 yang lalu. "Saya melihat head to head ini tidak mungkin terjadi. Lalu juga konteks head to head Ahok juga pernah masuk penjara terkait kasus penistaan agama," ujar dia.
Pengamat politik yang juga Direktur PoliEco Digital Insights Institute (PEDAS) Anthony Leong menilai Ahok memiliki energi besar untuk maju pada Pilgub DKI Jakarta. "Ahok punya energi yang besar untuk kondisi sekarang dan dia bisa melampiaskan di Pilgub DKI," kata Anthony saat dihubungi di Jakarta, Jumat (10/5/2024).
Anthony menuturkan mantan wakil gubernur dan gubernur DKI Jakarta itu masih memiliki tujuan (goal) yang memang belum tercapai. Menurut dia, hal ini bersamaan dengan PDI Perjuangan yang kekurangan kader mumpuni untuk maju dalam ajang Pilgub DKI. Karena itu, hal ini bisa menjadi kesempatan.
"Karena Pilgub DKI cukup strategis sehingga kader-kader ada yang harus maju juga," ujarnya.
Dia menilai untuk menjadi orang nomor satu di DKI Jakarta maka harus memiliki latar belakang dan modal sosial yang cukup baik seperti seorang Ahok. Terlebih, wilayah Jakarta begitu besar sehingga membutuhkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang besar dan menjadi perhatian publik.
Selain itu, mundurnya Ahok dari Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) untuk mendukung pasangan capres-cawapres nomor urut tiga Ganjar-Mahfud dalam pemilihan presiden dinilai juga menjadi ajang barter.
"Pak Basuki dalam momentum tersebut diduga melakukan 'deal' ya untuk bisa berkontestasi di Pilgub dengan PDIP," ujarnya.