Marah-Marah Tingkatkan Risiko Serangan Jantung
Sering marah dapat merugikan kesehatan jantung dalam jangka panjang.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Marah-marah sering kali dianggap sebagai hal yang wajar selama tidak berlebihan. Kini, sebuah penelitian menunjukan meluapkan amarah bisa berpotensi meningkatkan risiko serangan jantung.
Merasa marah selama delapan menit sehari dapat meningkatkan peluang seseorang mengalami penyakit jantung, menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of American Heart Association (AHA). Penelitian ini melibatkan 280 orang dewasa muda yang sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit jantung, strok, kondisi kesehatan mental serius, atau penyakit kronis lainnya, menurut siaran pers AHA.
Para peserta menghabiskan 30 menit dalam keadaan santai. Lalu, dokter mengukur tekanan darah, kesehatan pembuluh darah, dan pengukuran kesehatan jantung lainnya.
Selanjutnya, para peserta diberi tugas berdurasi delapan menit, kemudian pengukuran terkait jantung dilacak secara acak. Satu kelompok diminta untuk memikirkan pengalaman yang memicu kemarahan. Kelompok kedua diminta mengingat kenangan yang memicu kecemasan.
Kelompok ketiga ditugaskan membaca bagian-bagian yang membuat mereka merasa sedih. Kelompok terakhir diminta untuk menghitung dengan suara keras guna mencapai pola pikir netral.
Di antara peserta yang diminta untuk mengingat kenangan yang memicu kemarahan, pelebaran pembuluh darah mereka berkurang sebesar 50 persen dalam waktu 40 menit. Ini menempatkan mereka pada risiko lebih besar terkena serangan jantung atau strok.
Pelebaran pembuluh darah ini bersifat sementara. Namun, para ahli menyatakan kekhawatiran terkait kemarahan yang berkepanjangan dapat menimbulkan dampak lebih buruk.
"Temuan menunjukkan bahwa jika Anda marah sekali, hal itu akan mengganggu kemampuan Anda untuk melebarkan pembuluh darah," kata penulis utama studi dr Daichi Shimbo, seperti dikutip dari Fox News, Selasa (14/5/2024).
Dokter Shimbo yang merupakan ahli jantung dan salah satu direktur pusat hipertensi di Columbia University Irving Medical Center di New York City, AS, menggambarkan jika orang sering marah. Dampak buruknya tentu lebih berbahaya.
"Tapi bagaimana jika marah 10.000 kali seumur hidup? Bahaya kronis terhadap arteri Anda pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan permanen," kata dia dalam penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature tersebut.
Sementara itu, Elizabeth Sharp, pendiri dan direktur Health Meets Wellness di New York, AS, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan hasil studi tersebut sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Kemarahan, menurut dia, kemungkinan besar meningkatkan kadar kortisol, yang akhirnya meningkatkan tekanan darah dan risiko penurunan pelebaran pembuluh darah.
"Ada pepatah terkenal yang mengatakan 'stres adalah pembunuh', dan ada banyak penjelasan fisiologis mengenai hal ini," kata dia.
Namun, dr Sharp juga berpendapat bahwa hal ini lebih disebabkan oleh stres kronis atau bahwa respons terhadap stres mungkin mengungkap kondisi yang mendasarinya, seperti penyakit arteri koroner (CAD), yang sudah ada sebelumnya. Jim Liu, ahli jantung di The Ohio State University Wexner Medical Center, mengatakan faktor psikososial berperan penting dalam penyakit kardiovaskular.
"Karena sistem saraf tubuh memberikan banyak masukan dalam mengatur jantung dan pembuluh darah," kata dia kepada Fox News Digital.
Studi ini, menurut dr Liu, menunjukkan bahwa kemarahan dapat menyebabkan perubahan fungsi pembuluh darah yang akut dan terukur. Ini dapat merugikan kesehatan jantung dalam jangka panjang.
Temuan ini juga mengingatkan bahwa ada banyak faktor yang memengaruhi kesehatan jantung. Sebut saja seperti merokok, kolesterol tinggi, diabetes, dan tekanan darah tinggi.
Dengan adanya penelitian ini, mungkin harus ada peningkatan penekanan pada faktor kesehatan mental dan psikososial. Kabarnya, ada kiat untuk mengatasi amarah.
"Ada tiga cara utama untuk mengatasi kemarahan mengungkapkannya, menekannya atau menenangkannya," kata dr Gary Small, ketua departemen psikiatri di Hackensack University Medical Center, New Jersey, AS.
Dokter Small mengatakan saat orang menekan amarah, umumnya mereka akan menahan dan memaksa diri untuk fokus pada sesuatu yang sering kali adalah pikiran positif untuk mengalihkan perhatian. Perangkap potensial dari kemarahan bisa memburuk dan dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan depresi.