KemenPPPA: Kecelakaan di Ciater Akibat Kelalaian Pihak Dewasa

Kelalaian dimulai dari sekolah yang tidak hati-hati memilih perusahaan bus.

republika.
Bus Trans Putera Fajar yang mengalami kecelakaan itu sedang membawa rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memandang kecelakaan tragis bus pariwisata di Ciater, Subang, Jawa Barat, yang merenggut nyawa belasan pelajar, merupakan akibat kelalaian sejumlah pihak dewasa yang berimbas fatal pada anak-anak. Kelalaian dimulai dari sekolah yang tidak hati-hati memilih perusahaan bus.

Baca Juga


"Kecelakaan yang berujung maut tersebut merupakan 'buah' dari kelalaian orang dewasa yang berakibat fatal pada anak-anak," kata Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA Pribudiarta Nur Sitepu saat dihubungi di Jakarta, Jumat (17/5/2024).

Kelalaian tersebut dimulai dari pihak sekolah yang tidak hati-hati dalam memilih perusahaan penyewaan bus, perusahaan bus yang lalai memenuhi kewajibannya untuk melakukan pemeriksaan berkala terhadap armada-nya, dan juga sopir bus yang tidak melakukan pemeriksaan ulang kelayakan bus sebelum melakukan perjalanan.

KemenPPPA menyampaikan keprihatinan mendalam atas musibah kecelakaan bus tersebut. Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan untuk memastikan keselamatan dan keamanan anak, diperlukan peran penting dari semua pihak, terutama pemerintah daerah dan sekolah.

Pemda harus membuat aturan dan melakukan pengawasan serta evaluasi terhadap sekolah yang melakukan study tour serta perlu mendengar perspektif dari anak-anak.

Pribudiarta Nur Sitepu menambahkan pihak sekolah harus memastikan ketersediaan dan keamanan alat transportasi anak-anak dengan melakukan pengecekan terhadap riwayat perusahaan penyedia dan sopir yang harus dinilai baik.

"Selain transportasi, pihak sekolah juga harus memastikan ketersediaan konsumsi anak-anak, tim kesehatan, keamanan tempat yang dituju, dan hal-hal lain yang diperlukan," kata Pribudiarta Nur Sitepu.

Lebih lanjut, Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan pihak sekolah juga wajib berdiskusi dan mendengarkan opini dari orang tua murid sebelum melakukan study tour.

"Analisa risiko juga harus dilakukan pada tahap pelaksanaan kegiatan, misalnya ketika dalam perjalanan menuju lokasi terdapat gangguan pada alat transportasi atau gangguan di jalan, atau ada anak yang sakit saat berkegiatan di lokasi. Analisa risiko tersebut dilakukan hingga anak-anak kembali ke sekolah, dan memastikan anak-anak kembali ke rumah dengan selamat," ujar Pribudiarta Nur Sitepu.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler