UAE Peringatkan Eskalasi Kawasan Menyusul Invasi Israel ke Rafah

Lebih dari 35.200 warga Palestina telah terbunuh.

AP Photo/Abdel Kareem Hana
Warga Palestina yang mengungsi akibat serangan udara dan darat Israel di Jalur Gaza berjalan melalui tenda kamp darurat di Rafah, Gaza, Jumat, 10 Mei 2024.
Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab (UAE) Abdullah bin Zayed Al Nahyan pada Jumat memperingatkan tentang peningkatan ketegangan di Timur Tengah menyusul meluasnya invasi tentara Israel ke kota Rafah, Jalur Gaza selatan.

Baca Juga


Hal itu ia sampaikan dalam pertemuan menteri luar negeri dengan anggota Knesset Israel Mansour Abbas di Abu Dhabi, yang pembahasannya fokus kepada "perkembangan terbaru di Timur Tengah, meningkatnya krisis kemanusiaan di Jalur Gaza, dan upaya untuk mencapai gencatan senjata, " menurut kantor berita pemerintah WAM.

Abdullah menyatakan “keprihatinan terhadap meningkatnya kekerasan” dan menyerukan “upaya regional dan internasional yang lebih intensif untuk mengakhiri ekstremisme, ketegangan, dan kekerasan.”

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa "situasi kemanusiaan di Gaza membutuhkan solusi yang mendesak dan efektif untuk memastikan aliran bantuan kemanusiaan yang intensif dan aman bagi warga sipil di Gaza.

Dia juga menegaskan kembali “komitmen teguh negaranya untuk mendukung rakyat Palestina dalam segala keadaan.”

Abdullah menekankan “pentingnya mempercepat prospek politik yang serius untuk melanjutkan negosiasi yang bertujuan mencapai perdamaian komprehensif berdasarkan solusi dua negara.”

Israel terus melanjutkan serangan brutalnya di Jalur Gaza meskipun resolusi Dewan Keamanan PBB menuntut gencatan senjata segera di wilayah tersebut.

Lebih dari 35.200 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 79.200 lainnya terluka sejak Oktober lalu setelah serangan Hamas.

Tentara Israel melancarkan serangan darat pada tanggal 6 Mei di Rafah, tempat tinggal bagi sekitar 1,5 juta pengungsi Palestina, dan badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) memperkirakan bahwa sekitar 600 ribu orang telah meninggalkan kota tersebut sejak dimulainya serangan Israel.

Lebih dari tujuh bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.

Israel dituduh melakukan “genosida” di Mahkamah Internasional, yang telah memerintahkan Tel Aviv untuk memastikan pasukannya tidak melakukan tindakan tersebut dan menjamin bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.

 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler