OJK Terbitkan Peraturan Perkuat Kelembagaan BPR/BPR Syariah
POJK tersebut yang berlaku sejak diundangkan pada 30 April 2024.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan peraturan untuk mengakselerasi penguatan aspek kelembagaan industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah sesuai amanat Undang Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
"Ketentuan ini penting karena akan mengubah lanskap industri BPR dan BPR Syariah dalam menghadapi tantangan dan persaingan di masa mendatang. Penerbitan Peraturan OJK ini serta upaya penguatan yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap BPR atau BPR Syariah,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae di Jakarta, Sabtu (18/5/2024).
Peraturan tersebut berupa Peraturan OJK Nomor 7 Tahun 2024 tentang BPR dan BPR Syariah, yang ditujukan untuk terus mendorong agar BPR dan BPR Syariah dapat bertumbuh dan berkembang menjadi lembaga keuangan yang berintegritas, adaptif, dan berdaya saing.
BPR dan BPR Syariah juga diharapkan mampu berkontribusi dalam menyediakan layanan keuangan kepada masyarakat terutama pelaku usaha mikro dan kecil di wilayahnya.
Menurut Dian, POJK itu merupakan upaya OJK untuk terus meningkatkan pengawasan secara optimal karena berdasarkan hasil pengawasan, OJK menemukan beberapa kelemahan struktural termasuk fraud sehingga BPR atau BPR Syariah tersebut harus ditutup demi penyehatan sistem perbankan dan pelindungan konsumen.
POJK tersebut yang berlaku sejak diundangkan pada 30 April 2024 mengatur aspek kelembagaan BPR atau BPR Syariah mulai dari pendirian, kepemilikan, kepengurusan, jaringan kantor, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, hingga pencabutan izin usaha atas permintaan pemegang saham.
POJK itu memuat sejumlah kebijakan strategis dalam rangka mengakselerasi penguatan aspek kelembagaan industri BPR dan BPR Syariah antara lain kesempatan bagi BPR dan BPR Syariah untuk memperluas akses permodalan melalui aksi penawaran umum efek melalui pasar modal.
Kemudian, POJK itu mengatur tentang kebijakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan termasuk kewajiban konsolidasi bagi BPR dan BPR Syariah yang berada dalam kepemilikan pemegang saham pengendali yang sama.
Kebijakan tersebut diharapkan dapat secara cepat memperkuat permodalan, memastikan kecukupan infrastruktur teknologi informasi, memperkuat tools penerapan manajemen risiko dan tata kelola, sehingga dapat mendorong penguatan daya saing industri BPR dan BPR Syariah.
Dian menuturkan POJK itu juga mendorong efisiensi lembaga jasa keuangan yang memperkenankan lembaga keuangan mikro untuk melakukan aksi penggabungan dengan BPR atau BPR syariah; dan penyempurnaan aspek kelembagaan lain seperti jaringan kantor untuk mengakomodir arah pengembangan dan penguatan BPR dan BPR Syariah.
Kewajiban konsolidasi bagi BPR atau BPR Syariah grup tersebut wajib diselesaikan paling lama dua tahun sejak POJK ini berlaku bagi BPR atau BPR syariah nonpemerintah daerah, dan paling lama tiga tahun sejak POJK ini berlaku bagi BPR atau BPR syariah milik pemerintah daerah.
Dian berharap POJK itu dapat meningkatkan level of playing field BPR dan BPR syariah serta memperkuat kapasitas permodalan industri BPR dan BPR syariah.
OJK meyakini kebijakan konsolidasi BPR dan BPR syariah dapat menjadikan industri lebih efisien dan semakin berkontribusi bagi perekonomian dan masyarakat.