Punya Harta Berkecukupan Tapi Tidak Qurban, Apakah Dosa?

Ulama menjelaskan soal hukum qurban.

Ist
Hewan qurban (ilustrasi)
Rep: Fuji E Permana Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada Muslim yang harus mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk bisa berqurban. Namun, ada juga Muslim yang berkecukupan hartanya sehingga penghasilannya dalam satu bulan bisa langsung untuk berqurban kambing atau domba misalnya.

Lantas bagaimana hukumnya jika ada Muslim yang berkecukupan harta tapi tidak melaksanakan qurban, apakah dosa? KH Ahmad Sarwat Lc pada laman Rumah Fiqih menjawab pertanyaan tersebut.

KH Ahmad Sarwat menjelaskan, meski nampak sederhana namun pertanyaan itu cukup penting untuk dibahas. Sebab di balik euforia orang menjelang Hari Raya Idul Adha yang sibuk mengurus dan menyembelih hewan qurban, banyak juga yang tidak terlalu mendalami hukum fiqih di balik itu.

Sampai ada yang beranggapan bahwa menyembelih hewan qurban itu hukumnya wajib. Sehingga, jika sampai tidak dilaksanakan seolah-olah berdosa besar. Meskipun pendapat yang yang mewajibkan ini tidak terlalu salah, namun sebenarnya mayoritas ulama (jumhur) tidak mewajibkannya, meskipun seseorang terbilang cukup berada dari sisi finansial.

Lalu apa hukumnya sebagaimana yang dipahami oleh para fuqaha berdasarkan dalil-dalil dari Alquran dan As-Sunnah?

Hukum Menyembelih Hewan Qurban:

Baca Juga


Setidaknya secara umum hukumnya berkisar pada dua hal, yaitu antara sunah dan wajib.

Sunah
Umumnya para ulama (jumhur), yaitu mazhab Al-Malikiyah, Asy-syafi'iyah dan Al-Hanabilah berpendapat bahwa hukum menyembelih hewan qurban bukan merupakan kewajiban, melainkan hukumnya sunah.

Kenapa hukumnya menjadi sunah? Jawabnya karena ada banyak dalil yang menunjukkan bahwa jenis ibadah ini memang sunah. Di antaranya adalah hadits-hadits berikut ini.

إِذَا دَخَل الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ بَشَرِهِ شَيْئًا

"Bila telah memasuki 10 (hari bulan Zulhijjah) dan seseorang ingin berqurban, maka janganlah dia ganggu rambut qurbannya dan kuku-kukunya." (HR Imam Muslim dan lainnya)

Dalam hal ini perkataan Rasulullah SAW bahwa seseorang ingin berqurban menunjukkan bahwa hukum berqurban itu diserahkan kepada kemauan seseorang, artinya tidak menjadi wajib melainkan sunah. Kalau hukumnya wajib, maka tidak disebutkan kalau berkeinginan.

ثَلاَثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضَ وَهُنَّ لَكُمْ تَطَوُّع: الوِتْرُ وَالنَّحْرُ وَصَلاَةُ الضُّحَى

Tiga perkara yang bagiku hukumnya fardhu tapi bagi kalian hukumnya tathawwu' (sunah), yaitu sholat witir, menyembelih udhiyah dan sholat dhuha. (HR Imam Ahmad dan Al-Hakim)

Perbuatan Abu Bakar dan Umar bin Khattab 

Dalil lainnya adalah atsar dari Abu Bakar dan Umar bin Khattab bahwa mereka berdua tidak melaksanakan penyembelihan hewan qurban dalam satu atau dua tahun, karena takut dianggap menjadi kewajiban.

Dan hal itu tidak mendapatkan penentangan dari para shahabat yang lainnya. Atsar ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi.

Jenis Hukum Sunah: Sunah Muakkadah

Dalam pandangan jumhur ulama, nilai kesunahan penyembelihan hewan qurban ini menduduki posisi yang cukup tinggi, yaitu sunah muakkadah.

Dari sisi nilainya, jumhur ulama bukan sekedar menyebutkan bahwa menyembelih hewan qurban itu sunah, tetapi sunah yang punya posisi nilai paling atas, yaitu sunah muakkadah.

Selain ketiga mazhab besar itu, para shahabat yang termasuk berada pada pendapat ini adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Bilal bin Rabah Radhiyallahu'anhum. Termasuk Abu Ma'sud Al-Badri, Said bin Al-Musayyib, Atha', Alqamah, Al-Aswad, Ishaq, Abu Tsaur dan Ibnul Munzdir.

Bahkan Abu Yusuf meski dari mazhab Al-Hanafiyah, termasuk yang berpendapat bahwa menyembelih hewan udhiyah tidak wajib, hanya sunah muakkadah.

Karena bukan wajib, maka kalau pun seseorang yang mampu tapi tidak menyembelih hewan qurban, maka dia tidak berdosa.

Apalagi jika mereka memang tergolong orang yang tidak mampu dan miskin. Namun, jika seseorang sudah mampu dan berkecukupan, makruh hukumnya jika tidak menyembelih hewan qurban.

Mazhab As-Syafi'i: Sunah 'Ain dan Sunah Kifayah

Yang agak menarik adalah pembagian jenis sunah 'ain dan sunah kifayah sebagaimana yang dijelaskan oleh Asy-syafi'iyah. Selama ini kita hanya mengenal adanya fardhu 'ain dan fardhu kifayah saja. Misalnya sholat lima waktu adalah fardhu 'ain, sedangkan sholat jenazah adalah fardhu kifayah.

Dalam penetapan hukum qurban ini, Asy-Syafi'iyah menyebutkan hukumnya sebagai sunah ain buat kepala keluarga, dan sunah kifayah buat anggota keluarganya, yaitu anak dan istri yang hidupnya dari nafkah kepala keluarga.

Maksudnya, buat masing-masing kepala keluarga memang disunahkan untuk menyembelih hewan qurban, sehingga hukumnya sunah 'ain. Sedangkan buat anak dan istrinya, bila kepala keluarganya sudah menyembelih, cukuplah sembelihan itu buat sekeluarga. Sehingga hukumnya buat anak dan istri menjadi sunah kifayah. 

Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad SAW berikut ini:

كُنَّا وُقُوفاً مَعَ النَّبِيِّ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَى كُلِ أَهْلِ بَيْتٍ فيِ كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةِ

Kami wuquf bersama Rasulullah SAW, Aku mendengar beliau bersabda,"Wahai manusia, hendaklah atas tiap-tiap keluarga menyembelih udhiyah tiap tahun. (HR Imam Ahmad, Ibnu Majah dan At-Tirmizi)

Wajib
Sedangkan pendapat yang mewajibkan terbagi menjadi dua. Pertama, mereka yang mewajibkan penyembelihan hewan qurban sebagai hukum yang dasar dan asli. Kedua, mereka yang mewajibkanya sebagai hukum turunan dan bukan hukum asli

Mazhab Al-Hanafiyah: Wajib

Mazhab Al-Hanafiyah menyebutkan bahwa menyembelih hewan udhiyah hukumnya wajib bagi tiap Muslim yang muqim untuk setiap tahun berulang kewajibannya.

Selain mazhab Abu Hanifah, yang berpendapat wajib di antaranya Rabi'ah, Al-Laits bin Saad, Al-Auza'ie, At-Tsauri dan salah satu pendapat dari mazhab Maliki.

Dalil yang mereka kemukakan sampai bisa mengatakan hukumnya wajib adalah ijtahad dari firman Allah SWT

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ

fa ṣalli lirabbika wan-ḥar

Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah. (QS al-Kautsar Ayat 2)

Menurut mereka, ayat ini berbentuk amr atau perintah. Pada dasarnya setiap perintah itu hukumnya wajib untuk dikerjakan. Selain itu juga ada sabda Rasulullah SAW berikut ini yang menguatkan, yaitu

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

Dari Abu Hurairah Radhyalahau anhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih qurban, janganlah mendekati tempat sholat kami." (HR Imam Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim menshahihkannya).

Hadits ini melarang orang Islam yang tidak menyembelih udhiyah untuk tidak mendekati masjid atau tempat sholat. Seolah-olah orang itu bukan Muslim atau munafik.

Jumhur Ulama: Dari Sunah Menjadi Wajib

Jumhur ulama menyebutkan bahwa menyembelih hewan qurban bisa saja hukumnya berubah menjadi wajib, yaitu apabila sebelumnya telah dinadzarkan.

Nadzar itu sendiri adalah sebuah janji kepada Allah SWT yang apabila permintaannya dikabulkan Allah, maka dia akan melakukan salah satu bentuk ibadah sunah yang kemudian menjadi wajib untuk dikerjakan.

Nadzar untuk menyembelih hewan udhiyah membuat hukumnya berubah dari sunah menjadi wajib, baik dengan menyebutkan hewannya yang sudah ditentukan, atau tanpa menyebutkan hewan tertentu.

Kalau seseorang punya kambing yang menyebutkan bahwa kambingnya akan disembelihnya sebagai udhiyah apabila permohonannya dikabulkan Allah, maka wajib atasnya untuk menyembelih kambing itu, dan tidak boleh diganti dengan kambing yang lain.

Sedangkan kalau dia tidak menentukan kambing tertentu, hanya sekedar berjanji untuk menyembelih kambing udhiyah, maka boleh menyembelih kambing yang mana saja.

Kesimpulan  

Dari perbedaan pendapat di atas, menurut jumhur ulama bahwa menyembelih hewan qurban itu hukumnya sunah. Sehingga jika seseorang yang mampu tidak menjalankannya, tentu tidak berdosa.

Namun, jika seseorang telah bernadzar sebelumnya dan Allah SWT mengabulkan nadzarnya, hukumnya berubah menjadi wajib. Kalau tidak dikerjakan jadi dosa.

Pendapat yang mewajibkan adalah pendapat sebagian kecil ulama dan bukan mewakili pendapat mayoritas ulama.

Namun meski hukumnya tidak wajib, tetap saja orang yang mampu dan punya keluasan harta, sangat dianjurkan untuk menyembelih hewan qurban.

 

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Demikian penjelasan KH Ahmad Sarwat Lc dilansir dari laman Rumah Fiqih.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler