Soal Penguntitan Jampidus, Mahfud Kutip Cerita Orang Lama di Densus dan Sindir Mafia Timah

Mahfud mengingatkan sebentar lagi Indonesia akan alami masa pergantian kepemimpinan.

Republiika/Nawir Arsyad Akbar
Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD
Rep: Rizky Suryarandika Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Mahfud MD menilai,gesekan yang terjadi antara Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) sebenarnya bisa segera diselesaikan. Ia mengatakan, kuncinya ada di pimpinan kedua instansi baik itu Presiden RI atau Menkopolhukam.

Baca Juga


"Saya tidak ingin menggurui, kan sebenarnya negara ini ada aturan-aturan, ada pimpinannya, tanggung jawab paling utama ada pada Presiden untuk menjelaskan dan meminta itu dibuka, tapi sebelum Presiden kan ada Menko (Polhukam), kenapa Menko tidak panggil dua-duanya, dulu saya begitu, kasus apa panggil," kata Mahfud dalam podcast 'Terus Terang' di YouTube Mahfud MD Official yang disimak pada Rabu (5/6/20224).
 
Menkopolhukam periode 2019-2024 itu menuturkan, jika dua instansi tidak ingin bertemu bersamaan bisa dipanggil secara terpisah. Sebab, Mahfud membenarkan, memang sering Kapolri dan Jaksa Agung tidak ingin bertemu dalam satu forum.
 
Namun, ia menekankan, Menkopolhukam sebenarnya bisa memanggil mereka satu demi satu agar dapat memetakan masalah yang ada. Sekalipun macet, Mahfud menyampaikan, kasus yang ada bisa dilemparkan saja kepada publik untuk menilai.
 
"Kalau kira-kira akan macet kayak kasusnya Sambo itu lempar saja ke publik, tidak bisa mengelak, publik kan punya logikanya sendiri, yang disebut public common sense. Oleh sebab itu, civil society, ya media, kalau saya merasa otoritasnya terlalu kecil, misalnya seorang Menko lalu menghadapi raksasa kepolisian dan raksasa kejaksaan, lempar saja ke publik," ujar Mahfud.
 
Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013 itu mengaku kerap melakukan itu menangani kasus-kasus yang terbilang sangat besar. Namun, Mahfud menegaskan, hubungannya dengan Kapolri, Jaksa Agung atau Panglima TNI tetap terjaga baik.
 
"Dengan Kapolri sangat baik, dengan Jaksa Agung sangat baik juga, dengan Panglima baik sekali meski saya harus bicara keras tentang TNI, kerusakan Jaksa, kerusakan Polisi, masih sangat baik. Karena, saya berusaha membangun kesadaran bahwa ini tugas negara, bukan urusan Mahfud ini, ini urusan menko, tugas negara," kata Mahfud.
 
Soal gesekan Polri-Kejagung buntut penguntitan Jampidsus oleh Densus 88, Mahfud berpendapat, kasus jumbo di balik itu tentu korupsi timah Rp 271 triliun.  Semula dinyatakan kerugian perekonomian, tapi dikoreksi kerugian keuangan negara.
 
Apalagi, Mahfud mengingatkan, Indonesia dalam waktu dekat akan mengalami satu pergantian pemerintahan. Sehingga, ada pula pertarungan antara mafia-mafia timah atau tambang yang berusaha agar ada pula pergantian dalam kekuasaan mafia timah.
 
"Makanya, terjadi penguntitan, teror dan sebagainya, ini saya mengatakan kembali apa yang sudah dikatakan oleh orang yang punya pengalaman lama di Densus namanya Pak Ansyaad Mbai," ujar Mahfud.
 

 
Anggota DPR RI periode 2004-2008 itu menambahkan, perlu kesadaran kolektif untuk membenahi kerusakan-kerusakan yang terjadi. Mahfud merasa, kunci utama tentu dipegang Presiden yang bisa memberikan target bawahannya untuk menyelesaikan. 

"Sebenarnya simpel saja dari sudut tata negara dan politik, kalau Presiden mau bisa semuanya, apa yang tidak bisa kalau Presiden mau. Ini ada kasus ini, saya minta laporan dalam seminggu clear, kalau seminggu tidak selesai saya ambil tindakan, bisa kan Presiden, itulah sebabnya saya berharap pemerintahan baru bisa melakukan itu," kata Mahfud.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler