Terjawab Siapa Pemilik Drone yang Ditembak Jatuh Saat Terbang di Atas Gedung Jampidsus

Kejaksaan Agung tidak memiliki kewenangan untuk melarang drone terbang.

Republika/Prayogi
Suasana gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Rep: Bambang Noroyono Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tim Keamanan Dalam (Kamdal) Kejaksaan Agung menembak jatuh drone atau pesawat nirawak yang terbang secara liar di sekitar area lapangan upacara dan dekat konstruksi pembangunan Gedung Bundar Jampidsus. Namun, pihak Kejagung membantah jika drone tersebut dianggap sedang mengintai.

Baca Juga


Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, drone yang ditembak jatuh tersebut terkonfirmasi milik komunitas penerbang drone yang dikendalikan dari area sekitar Taman Literasi Blok M atau persis di depan Gedung Utama Kejaksaan Agung.

"Jadi tidak benar drone tersebut melintas untuk memata-matai dan dikendalikan oleh pihak atau instansi manapun yang berkepentingan," kata Ketut di Jakarta, Kamis (7/6/2024).

Menurut Ketut, drone melintas di area Gedung Kejaksaan Agung sudah sering terjadi. Kejaksaan Agung tidak memiliki kewenangan untuk melarang drone terbang di area gedung Kejaksaan Agung. Karena sudah ada otoritas yang mengatur lalu lintas udara.

Namun, lanjut dia, jika drone tersebut dianggap membahayakan, Tim Kamdal Kejagung sudah memiliki alat untuk menjatuhkan drone tersebut.

"Kan ada alatnya. Kalau misalnya membahayakan ya kami turunkan dengan alat. Kami tembak dia (drone). Lalu dicek apakah drone itu membahayakan atau seperti apa," ujarnya.

Apabila drone yang terbang tersebut terindikasi membahayakan, kata Ketut, pihaknya akan melaporkannya kepada kepolisian dan dilakukan penelusuran.

Penembakan drone yang terbang ilegal di area Kejagung terjadi Rabu (5/6/2024) malam. Hasil penelusuran drone tersebut milik komunitas. Sehingga tidak terkait upaya intervensi terhadap salah satu perkara yang sedang ditangani oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). "Kejadian (drone) ini fakta atau benar adanya, dan bukan yang pertama kali terjadi," ujar Ketut.

Pantauan Republika di dalam kompleks Kejagung, kejadian tembak jatuh drone tersebut sekitar pukul 18.44 WIB pada Rabu (5/6/2024).

Dari penjelasan militer dan keamanan dalam... Baca di halaman selanjutnya.

Dari penjelasan militer dan keamanan dalam yang melakukan pengamanan di dalam kompleks Kejakgung, drone tersebut pertama kali diketahui melintas di wilayah udara Gedung Utama Kejagung. “Setelah berhenti lama di atas Gedung Utama, dia (drone) melintas di sekitar sini (Gedung Kartika),” begitu kata personel pengamanan di Gedung Kartika, Rabu (5/6/2024).

Gedung Kartika adalah kantor utama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil). Namun gedung tersebut, saat ini dipakai menjadi kantor sementara Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah bersama seluruh staf dan tim penyidikannya. Gedung Utama Kejagung merupakan kantor Jaksa Agung ST Burhanuddin. Jarak antara Gedung Utama dengan Gedung Kartika cuma selemparan batu.

Setelah melintas di Gedung Kartika, kata personel pengamanan itu, personel penembak drone yang berada di salah satu lantai gedung tersebut menembak jatuh pesawat nirawak tersebut. “Disenter (ditembak) jatuh dia ke sana (kawasan proyek pembangunan Gedung Bundar),” begitu kata personel pengamanan itu.

Pamdal bersama pengamanan militer pun mencari drone yang jatuh tersebut di kawasan proyek pembangunan Gedung Bundar untuk dilakukan pengamanan. “Udah dapat. Dibawa Pamdal,” begitu kata dia.

Dia mengatakan, selama pengetatan pengamanan di kompleks Kejagung, pascaperistiwa penangkapan anggota Densus 88 Polri oleh pengawalan militer Jampidsus, sudah tiga kali insiden pengintaian dengan drone di wilayah dalam kompleks Kejagung. “Yang ditembak itu udah dua. Tapi, nggak tahu itu punya siapa,” begitu ujarnya.

Pengetatan pengamanan di kompleks Kejagung dilakukan sejak Selasa (21/5/2024). Hal tersebut dengan permintaan Kejakgung kepada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI) untuk menambah jumlah personel pengamanan membantu Pamdal Kejakgung. Penambahan personel militer itu dilakukan setelah aksi konvoi bersenjata skuat kepolisian berseragam hitam-hitam dengan senjata laras panjang, dengan mengendarai motor trail dan kendaraan lapis baja di wilayah luar kompleks Kejagung, pada Senin (20/5/2024) malam.

Peristiwa pamer kekuatan pasukan hitam-hitam bersenjata di lingkungan Kejagung itu, terjadi setelah pengawalan militer melekat pada Jampidsus Febrie Adriansyah menangkap satu anggota Densus 88, pada Kamis (16/5/2024). Anggota Densus 88 dengan nama Bripda IM itu setelah ketahuan melakukan penguntitan terhadap aktivitas pribadi Jampidsus di sebuah restoran di kawasan Cipete, Jakarta Selatan (Jaksel). Diketahui ada 10 personel Densus 88 yang ditengarai melakukan aksi memata-matai Jampidsus yang saat ini sedang menangani pengusutan korupsi timah setotal kerugian negara Rp 300 triliun.

Bripda IM mengaku menjalani operasi pengintaian terhadap Jampidsus atas perintah atasannya. Baca di halaman selanjutnya.


Bripda IM adalah satu personel Densus 88 yang ditangkap oleh militer pengawalan melekat Jampidsus Febrie Adriansyah, pada Kamis (16/5/2024). Penangkapan itu setelah Bripda IM bersama-sama lima anggota Densus 88 lainnya melakukan penguntitan aktivitas pribadi Jampidsus di salah-satu restoran di kawasan Cipete, Jakarta Selatan (Jaksel). Lima penguntit lainnya, melarikan diri. Namun Bripda IM sempat diintrogasi oleh Polisi Militer (POM) yang melakukan pengawalan terhadap Jampidsus.

Bripda IM juga sempat diperiksa untuk berita acara pemeriksaan (BAP) di Kejakgung. Dari dokumen pemeriksaan yang diterima Republika, Bripda IM mengaku menjalani operasi pengintaian terhadap Jampidsus atas perintah atasannya seorang perwira menengah Densus 88, Kombes MTK alias Pak T. Namun dalam operasi pengintaian tersebut, diakui Bripda IM dilakukan tanpa surat perintah. “Cuma bos saya saja. Pak T. Kombes MTK,” begitu ungkap Bripda IM saat diintrogasi.

Anggota Densus 88 kelahiran 1999 itu mengaku tak tahu menahu tentang apa tujuan dari penguntitan terhadap Jampidsus Febrie Adriansyah tersebut. “Saya kalau karena apanya, saya nggak dikasih tahu. Cuma disuruh ngikutin saja. Kayak gitu,” ujar Bripda IM dalam penggalan introgasi.

Pun Bripda IM dalam pengakuan lanjutannya, tak tahu jika penguntitan itu ada kaitannya dengan kasus korupsi yang sedang dalam penanganan di Jampidsus Kejakgung. “Bahwa saya, tidak mengetahui apakah surveillance (pengintaian) terkait dengan perkara yang ditangani oleh Kejaksaan Agung,” kata Bripda IM.

Anggota Densus 88 asal Jawa Tengah (Jateng) itu hanya mengaku cuma bagian dari 10 skuat antiteror yang diperintahkan oleh seorang bos atau atasan untuk melakukan ‘pekerjaan’ terhadap Jampidsus Febrie Adriansyah. “Yang saya tahu, adalah saya disuruh untuk mengerjakan pejabat Kejaksaan Agung. Yaitu Jampidsus,” begitu kata Bripda IM. 

Tetapi, Bripda IM dalam pengakuannya juga, mengetahui bahwa Jampidsus-Kejakgung sedang menangani perkara korupsi besar terkait dengan penambangan timah ilegal. “Dan saya tahu kalau Jampidsus sedang menangani perkara tindak pidana korupsi. Salah satunya adalah perkara suaminya Sandra Dewi,” begitu kata Bripda IM.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler