Ini Bom Presisi Buatan AS yang Dipakai Israel untuk Hancurkan Kamp Pengungsi Gaza
Pecahan dua bom berdiameter kecil GBU-39 diduga merupakan buatan AS.
REPUBLIKA.CO.ID, JALUR GAZA -- Israel tak henti-hentinya membombardir Jalur Gaza. Serangan Israel terhadap sekolah PBB, UNRWA di Kamp Nuseirat, Gaza tengah, menyebabkan setidaknya 40 warga Palestina terbunuh. Mereka yang meninggal termasuk sembilan wanita dan 14 anak-anak, dan 74 lainnya terluka
Warga sipil Palestina itu menjadi korban aksi barbar Zionis yang tak mempedulikan pengungsi atau pejuang Hamas. Namun yang cukup ironi, menurut analisis CNN seperti dikutip MEE, amunisi yang digunakan Israel dalam serangan berdarah tersebut adalah buatan Amerika Serikat. Padahal Paman Sam adalah negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan menentang beragam kekerasan.
Berdasarkan hasil analisis, pecahan dua bom berdiameter kecil GBU-39 merupakan buatan AS. Analisis menggunakan video yang diambil dari reruntuhan tersebut.
Sementara itu, Tentara Israel mengklaim sekolah tersebut berisi pejuang Hamas. Operasi tersebut menewaskan para pejuang yang terlibat dalam serangan tanggal 7 Oktober di Israel selatan. Namun, mereka yang berlindung di sekolah tersebut menolak klaim Israel. Saksi mengatakan kepada Middle East Eye bahwa tidak ada orang bersenjata di sekolah tersebut.
Para saksi mata juga menggambarkan kekejaman tak terkira yang dilancarkan pasukan penjajahan Israel (IDF). PBB mengatakan 6.000 pengungsi berlindung di dalam gedung ketika terjadi serangan tanpa peringatan. Ibrahim Ayad berada di sekolah tersebut ketika pasukan Israel menargetkannya dengan beberapa roket.
“Saya melarikan diri bersama keluarga saya setelah rumah saya hancur dan kami hidup dalam kondisi kehidupan yang sangat sulit, namun satu-satunya tujuan saya adalah menemukan tempat yang aman untuk anak-anak saya,” katanya kepada The Palestine Chronicle, Jumat (7/6/2024).
Kini, Ayad merasa tidak aman. Sekolah tersebut telah menjadi sasaran lebih dari sebulan yang lalu dan delapan warga Palestina telah terbunuh. Namun pembantaian kemarin bahkan lebih buruk lagi. “Inilah definisi genosida. Mereka menargetkan kami ketika kami sedang tidur. Para pemimpin Israel harus bertanggung jawab atas kejahatan tidak bermoral ini,” katanya.
Bukan kali pertama
Ini adalah laporan kedua dalam seminggu terakhir mengenai penggunaan senjata AS oleh Israel untuk membunuh warga sipil Palestina di Gaza.
Sebuah laporan CNN pekan lalu menemukan bahwa jenis bom yang sama, GBU 39 buatan AS, digunakan oleh Israel dalam serangan Israel di kamp pengungsi di Rafah, kota paling selatan di Gaza.
Serangan tersebut, menewaskan sedikitnya 45 orang dan melukai lebih dari 200 orang. Serangan itu menimbulkan gelombang protes dan kemarahan di seluruh dunia setelah muncul video para korban. Salah satu adegan menunjukkan bagaiman kondisi tubuh korban hangus dan seorang anak yang ikut terbunuh tanpa kepala.
GBU-39 adalah bom presisi tinggi yang dirancang untuk menyerang sasaran titik penting yang strategis. Selama beberapa bulan terakhir, kelompok hak asasi manusia Amnesty International mendokumentasikan beberapa kasus di mana pasukan Israel menggunakan senjata yang dipasok AS untuk membunuh warga sipil Palestina.
Pemerintahan Biden awal tahun ini menentukan apakah senjata yang dipasok ke Israel melanggar hukum internasional ataukah tidak.
Setelah mengeluarkan laporan akhir mengenai masalah ini bulan lalu, pemerintah mengatakan ada alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa Israel menggunakan senjata yang dipasok AS dan melanggar hukum internasional.
Namun, pada akhirnya AS tetap tidak dapat membuat keputusan konkrit, sebuah kesimpulan yang dikritik habis-habisan oleh para ahli hukum dan kelompok hak asasi manusia.
Josep Borrell, pemimpin kebijakan luar negeri Uni Eropa, menuntut penyelidikan atas serangan Israel terhadap sekolah yang dioperasikan PBB di Gaza, yang menewaskan sedikitnya 40 orang, termasuk sembilan wanita dan 14 anak-anak itu.
Borrell menulis di X bahwa laporan dari Gaza menunjukkan “kekerasan dan penderitaan masih menjadi satu-satunya kenyataan bagi ratusan ribu warga sipil tak berdosa,” dan menyerukan agar insiden tersebut “diinvestigasi secara independen, sejalan dengan sidang Mahkamah Internasional (ICJ) yang terakhir."
Philippe Lazzarini, komisaris jenderal Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), menulis di X bahwa serangan Israel terjadi tanpa peringatan sebelumnya di sekolah UNRWA yang menjadi tempat perlindungan. “Menyerang, menargetkan, atau menggunakan gedung-gedung PBB untuk tujuan militer merupakan tindakan yang secara terang-terangan mengabaikan hukum Humaniter Internasional,” ujarnya.
Institut Pencegahan Genosida Lemkin yang berbasis di AS sebelumnya mengatakan tidak hanya Israel yang melakukan genosida di Gaza, namun Amerika Serikat juga terlibat dalam genosida.
“Mari kita perjelas: Israel melakukan genosida di Gaza. AS terlibat dalam genosida. Ini bukanlah pernyataan politik. Itu adalah pernyataan yang dibuat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman,” kata organisasi non-pemerintah itu dalam pernyataannya pada Selasa pekan lalu.
Lembaga tersebut mengatakan bahwa mereka “mendapati kebohongan dan propaganda sinis dari Israel dan Amerika Serikat.”
“Seseorang boleh mempunyai pandangan berbeda mengenai definisi genosida, namun kita tidak boleh menggunakan perselisihan definisi untuk menyangkal genosida. Jika terjadi genosida, setiap negara diwajibkan oleh hukum untuk berusaha menghentikannya.”
Organisasi tersebut, yang berdedikasi untuk terlibat dalam “pencegahan genosida akar rumput global”, mengatakan, “Hal ini terlihat jelas dalam perilaku negara dan militernya, yang terlihat jelas dalam pemboman mengerikan terhadap kamp Rafah kemarin.” Pemboman yang dimaksud adalah serangan Israel terhadap kamp di Rafah yang menampung ribuan orang.
Setidaknya 45 warga Palestina, kebanyakan wanita dan anak-anak, syahid dalam serangan udara Israel di kamp itu pada Ahad malam. Serangan udara tersebut menyebabkan kebakaran yang melanda kamp, membakar banyak korban hidup-hidup. Gambar bayi yang terpenggal muncul dari serangan mengerikan itu.
Lemkin Institute menekankan bahwa “walaupun ada keraguan yang sah mengenai genosida Israel, tidak ada keraguan bahwa Israel melakukan kejahatan perang yang paling biadab. Israel harus dihentikan. Israel harus dihentikan sekarang.”
Lembaga itu juga mengatakan mereka muak oleh para pemimpin Barat, terutama di Amerika Serikat, Jerman, dan Inggris. “Mereka tidak hanya menunjukkan bahwa mereka tidak peduli sedikitpun terhadap pencegahan genosida dan hak asasi manusia, namun mereka juga bersedia membiarkan sekutunya melakukan kejahatan kekejaman sambil menawarkan dukungan material dan diplomatik.
Lembaga tersebut menambahkan bahwa hal ini “tercela” dan orang-orang “yang terlibat dalam kampanye penyalaan gas ini seharusnya merasa sangat malu. Mereka juga harus diadili.”