Morgan Stanley Turunkan Peringkat Saham Indonesia, Ragu dengan APBN di Era Prabowo?
Menkeu mengingatkan pengelolaan APBN harus dijaga kesehatannya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank investasi dari Amerika Serikat (AS) Morgan Stanley menurunkan peringkat saham Indonesia menjadi underweight. Salah satu yang disorot oleh Morgan Stanley adalah risiko kebijakan fiskal Indonesia yang akan dijalankan oleh presiden selanjutnya, Prabowo Subianto.
Berikutnya, penguatan dolar AS menimbulkan risiko terhadap investasi saham. Ini berdasarkan tulisan para ahli strategi di Morgan Stanley.
"Kami melihat ketidakpastikan jangka pendek mengenai arah kebijakan fiskal di masa depan, serta beberapa kelemahan di pasar valuta asing, di tengah tingginya suku bunga AS dan prospek dolar AS yang kuat," tulis ahli strategi termasuk Daniel Blake dalam catatan tanggal 10 Juni, dilansir dari Bloomberg, Rabu (12/6/2024).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) perlu dilakukan dengan menjaga kesehatannya.
Menurutnya, pengelolaan anggaran program dalam APBN tidak bisa hanya mempertimbangkan jangka pendek, tetapi perlu mencari keseimbangan berbagai program yang urgent dan penting hingga jangka panjang.
“APBN itu harus dijaga dari sisi kesehatannya dalam jangka menengah-panjang, supaya dia tetap menjadi instrumen yang bisa menjawab masalah pembangunan,” kata Sri Mulyani saat Rapat Kerja bersama Komite IV DPD RI di Jakarta, Selasa (12/6/2024).
Pernyataannya tersebut merespons pertanyaan anggota DPD RI mengenai kemungkinan ada penyesuaian anggaran melalui APBN-Perubahan (APBN-P) yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Sri Mulyani mengatakan mekanisme APBN-P tidak diatur dalam undang-undang (UU) sehingga menjadi diskresi dan kewenangan pemerintahan baru.
Meski begitu, dia memastikan hingga sejauh ini pembahasan mengenai APBN 2025 turut berkoordinasi dengan tim yang diusulkan oleh Prabowo.
“Kami mencoba memahami dan mendesain dengan berbagai program dan janji pemerintahan mendatang, namun juga menjaga kesehatannya. Karena di sisi lain, jangan sampai untuk mengakomodasi begitu banyak persoalan, APBN dipaksa melakukan di luar kemampuannya, sehingga APBN menjadi jebol sendiri,” tutur Menkeu.
Dia mencontohkan Argentina yang beberapa kali mengalami krisis karena APBN yang tidak berkelanjutan, yang pada akhirnya membuat negaranya mengalami kemunduran dalam 100 tahun terakhir.
“Ini artinya, perlu alat yang kapasitasnya mampu menyelesaikan berbagai tantangan pembangunan. Tentu semuanya urgen, tapi tetap harus ada keseimbangan dengan disiplin. Ini yang akan kami coba untuk terus berkoordinasi. Karena APBN ditetapkan melalui proses politik, maka kami juga harus melalui proses politik yang sesuai,” tutup Sri Mulyani.
Morgan Stanley menurunkan peringkat ekuitas Indonesia menjadi underweight, dalam alokasi di pasar Asia dan negara berkembang. Perubahan sikap Morgan Stanley terjadi ketika dolar mulai menunjukkan tren lebih tinggi menjelang keputusan suku bunga Federal Reserve pada Rabu (12/6/2024) dan keputusan Bank Indonesia pekan depan. Dalam catatan bi.go.id pada 12 Juni 2024, nilai tukar rupiah per dolar AS, berada di angka Rp 16.376,48.
Berbagai situasi memengaruhi apa yang terjadi. Itu termasuk janji kampanye Presiden Terpilih Prabowo Subianto yang bakal menyediakan makan siang dan susu gratis. Hal ini dapat menimbulkan beban fiskal yang besar, sementara prospek pendapatan Indonesia juga memburuk.
Keadaan demikian masuk dalam catatan Morgan Stanley tersebut. Rekomendasi underweight artinya saham diduga akan mengalami penurunan harga dibandingkan saham lainnya di sektor yang sama
Sri Mulyani menyatakan pengelolaan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia lebih baik bila dibandingkan negara lain.
“Banyak negara di dunia mengalami lonjakan defisit saat COVID-19, namun tidak banyak negara yang berhasil menurunkan kembali defisit. Indonesia adalah sedikit negara yang mampu menurunkan defisit fiskal,” kata Sri Mulyani.
Dia mencontohkan India mengalami lonjakan defisit dari 7,7 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 12,9 persen akibat pandemi. Hal serupa juga terjadi di Amerika Serikat (AS), di mana defisit membengkak dari 5,8 persen menjadi 13,9 persen.
Indonesia bukan pengecualian. Defisit APBN pada 2019 dan 2020 meningkat dari 2,2 persen menjadi 6,1 persen terhadap PDB.
Kendati begitu, dalam kurun waktu tiga tahun setelah pandemi, Indonesia berhasil menekan defisit. Per 2023, defisit Indonesia berada di level 1,6 persen. Capaian itu jauh berbeda bila dibandingkan dengan negara lain, seperti India yang mencetak defisit 8,6 persen dan AS 8,8 persen pada 2023.
“Kita juga meningkatkan saat itu karena ekonomi terhenti dan kita membutuhkan dukungan bagi masyarakat dan pemulihan ekonomi. Namun, kita juga mampu menurunkan defisit secara sangat cepat dengan defisit yang relatif sangat kecil, sementara negara lain masih berjuang dengan tingkat defisit,” jelas dia.
Sama halnya dengan rasio utang. Sri Mulyani menuturkan Pemerintah Indonesia mampu mengelola rasio utang dalam level yang relatif rendah, yakni di kisaran 39 persen hingga 40 persen sepanjang 2020 sampai 2023.
Sedangkan negara lain mencatatkan rasio utang terhadap PDB dengan level yang cukup tinggi, seperti India yang berkisar 81 persen hingga 88 persen dan AS yang melampaui 100 persen.
“Namun, kita berusaha untuk tetap menjaga rasio utang pada level yang tetap rendah,” ujar Menkeu.
Adapun untuk 2025, Kementerian Keuangan membidik defisit di kisaran 2,45 persen hingga 2,82 persen. Kenaikan pendapatan negara ditargetkan berada pada rentang 12,14 persen hingga 12,36 persen, sementara belanja negara di kisaran 14,59 persen hingga 15,18 persen.