Perludem Minta MK tidak Libatkan Anwar Usman Ikut Sidang Gugatan Pilkada
Gugatan UU Nomor 10 Tahun 2016 berdampak bagi pencalonan Kaesang Pangarep.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini mengatakan, hakim konstitusi Anwar Usman semestinya tidak terlibat dalam memutus perkara pengujian syarat usia calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
"Perkara ini meski diajukan bukan oleh Kaesang Pangerep, materi perkaranya bisa berdampak pada pencalonan pria kelahiran 25 Desember 1994 ini pada Pilkada 2024," kata Titi yang juga dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) ketika dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (19/6/2024) pagi WIB.
Baca: Penny Burtt Pimpin Boeing Asia Tenggara dan Presdir di Indonesia
Titi mengemukakan hal itu ketika merespons permohonan uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota terhadap UUD NRI Tahun 1945 ke Mahkmah Konstitusi (MK) oleh A Fahrur Rozi dan Antony Lee selaku pemohon. Dua mahasiswa itu menggugat syarat pencalonan kepala daerah ke MK.
Menurut Titi, sesuai dengan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sebelumnya dan Kode Etik Hakim terkait dengan benturan kepentingan, Anwar Usman semestinya tidak terlibat dalam memutus perkara pengujian syarat usia tersebut. Herannya, MK tetap melibatkan Anwar Usman dalam persidangan gugatan.
Baca: Mayjen (Purn) Judi Magio Jusuf, Menantu Jenderal Ahmad Yani Wafat
Oleh karena itu, lanjut Titi, MK perlu memeriksa perkara dengan Nomor Akta Pengajuan Permohonan Pemohon (AP3): 69/PUU/PAN.MK/AP3/06/2024 sebagai prioritas, kemudian memutuskannya sebelum pendaftaran pasangan calon (paslon) Pilkada 2024 pada 27-29 Agustus mendatang.
Sebelumnya, Titi mengemukakan, perkara itu sangat dibutuhkan untuk kepastian hukum pencalonan Pilkada 2024. Apalagi, selama ini MK sudah terbiasa memutus cepat apabila substansi perkaranya sudah jelas dan aspek konstitusionalitasnya juga pasti.
Menyinggung soal Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024, pakar kepemiluan tersebut menegaskan, putusan tersebut bersifat final dan mengikat. Baik putusan soal keterwakilan perempuan maupun syarat usia calon kepala daerah/wakil kepala daerah.
Baca: Wakil Ketua Komisi I DPR Pertanyakan Fungsi Lemhannas dan Wantannas
MA mengabulkan gugatan yang membuat seseorang bisa menjadi kepala daerah dengan berusia 30 tahun saat dilantik. Gugatan itu dianggap melapangkan jalan Ketua Umum DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep yang saat ini berusia 29 tahun.
Jika merujuk aturan lama, Kaesang tak bisa mendaftar menjadi calon kepala daerah. Dengan putusan MA maka Kaesang bisa menjadi kepala daerah karena saat dilantik sudah berusia 30 tahun.
"Hanya saja anggota KPU RI Idham Holik salah kaprah saat mengatakan bahwa pendaftaran paslon pilkada belum berlangsung. Ini seolah anggota KPU tidak memahami bagaimana cara kerja tahapan pencalonan," ujarnya.
Jika KPU menganggap syarat usia sebagaimana putusan MA hanya berlaku ketika pendaftaran paslon pada tanggal 27-29 Agustus 2024, menurut Titi, artinya KPU telah berlaku diskriminatif dan seolah hanya mengakomodasi calon dari jalur partai politik semata.
Titi menegaskan, pencalonan pilkada itu proses panjang, bukan hanya dimulai saat pendaftaran calon. Hal ini berbeda dengan pilpres, pencalonan pilkada mengenal calon perseorangan yang prosesnya sudah mulai dengan penyerahan syarat dukungan bakal pasangan calon perseorangan sejak 5 Mei 2024.
Penyerahan syarat dukungan tersebut, kata dia, ketika syarat usia calon masih merujuk pada usia saat penetapan paslon oleh KPU. Mereka yang mempersiapkan berkas dukungan tentu mengukur keterpenuhan syarat usia sesuai dengan ketentuan PKPU Nomor 9 Tahun 2020, yaitu ketika penetapan sebagai paslon oleh KPU.
"Saat ini bakal pasangan calon perseorangan sudah sampai pada tahapan verifikasi administrasi oleh KPU daerah," kata Titi.