Sosiolog Sarankan Penanganan Judi Online Lewat Intervensi di Level Provider

Kebiasaan judi online berakar dari tradisi masyarakat yang gemar berjudi konvensional

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Warga melihat iklan judi online melalui gawainya di Jakarta, Rabu (19/6/2024).
Rep: Antara Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Sunyoto Usman menyarankan, persoalan judi online  yang marak terjadi di tengah masyarakat Indonesia, perlu melalui pendekatan struktural dengan melakukan intervensi di level provider. "Ini persoalan struktural, persoalan bandar, atau yang memfasilitasi," kata Sunyoto saat dihubungi di Jakarta, Jumat (21/6/2024).


Pendekatan di level struktural untuk mengatasi maraknya judi online di tengah masyarakat adalah dengan mengintervensi provider yang masih memfasilitasi judi online. "Secara struktural kan memang harus dikontrol akses kepada provider yang menawarkan judi itu," ujar Sunyoto.

Baca: Prabowo Raih Bintang Bhayangkara Utama Atas Jasanya kepada Negara

Selain itu, kata dia, tokoh masyarakat dapat memberikan edukasi pula terkait bahaya dan dampak judi online. "Ustadz, tokoh adat, (tokoh) gereja bisa ambil bagian itu untuk melakukan literasi atau edukasi masyarakat," ucap Sunyoto.

Sebaliknya, dia menilai, pemberantasan judi online di tengah masyarakat melalui pendekatan yang bersifat individual akan sulit diterapkan. "Mungkin orang bisa sembuh sementara, tapi kalau akses bandar tetap terbuka dan diberi hadiah, diberi macam-macam itu kan agak sulit ya pada level individu," tutur Sunyoto.

Dia memandang fenomena maraknya judi online di tengah masyarakat Indonesia saat ini terjadi lantaran merupakan sebuah bisnis yang dimainkan oleh bandar judi bekerja sama dengan provider internet yang memfasilitasi akses situs judi. Kemudian, lanjut Sunyoto, ditambah lagi kemudahan dalam mengakses situs judi online secara daring.

"Sangat gampang diakses karena bisa melewati aplikasi yang sederhana dan banyak opsinya," katanya. Selain itu, Sunyoto menilai, kebiasaan judi online berakar dari tradisi masyarakat yang gemar bermain judi secara konvensional yang sudah ditemui pula di tengah-tengah masyarakat pada zaman dahulu.

Dia menjelaskan, persoalan maraknya judi online tidak selalu berkaitan karena faktor ekonomi yang lemah. Pasalnya, yang bermain judi juga datang dari kalangan ekonomi yang beragam.

Untuk itu, Sunyoto menilai, wacana pemberian bantuan sosial (bansos) untuk korban judi online yang sempat mengemuka dirasa kurang efektif. "Mestinya yang judi itu yang diatasi, kalau diberi karitas lalu orangnya gimana itu kalau sudah jadi habit, jadi custom (kebiasaan)," kata Sunyoto.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto pada 14 Juni 2024.

Adapun pada Rabu (19/6), Presiden Jokowi memastikan tidak ada bantuan sosial untuk korban judi online atau daring. "Nggak ada," kata Presiden Jokowi saat meninjau pompanisasi di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler