Viral Ceramah HRS Soal RI Kekurangan Dokter: Ditawari Kuliah Gratis, Milihnya Makan Gratis
Nama Rizieq jadi salah satu topik trending di X sejak Jumat malam.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini tengah beredar viral di media sosial X, potongan video ceramah Habib Rizieq Shihab (HRS) di depan jamaahnya yang menyoroti masalah kekurangan dokter di Indonesia hingga akhirnya pemerintah mengambil kebijakan 'naturalisasi' atau mengimpor dokter asing bisa praktik di sini. Nama Rizieq pun masuk topik trending sejak Jumat (21/6/2024) malam hingga pagi ini.
Berdasarkan potongan video itu, awalnya HRS menyinggung soal kemiskinan lewat banyaknya pengangguran di Indonesia, bahkan banyak masyarakat yang tidak punya tempat tinggal layak. Hingga ceramahnya sampai kepada soal pendidikan.
"Eh sekarang Kementerian Kesehatan mengatakan, kita perlu dokter-dokter naturalisasi. Yeee...Lu kira main bola. Main bola naturalisasi, pemain asing disuruh jadi pemain kita, eh dokter digituin juga, alasannya apa? Karena Indonesia kekurangan dokter," kata HRS.
Menurut HRS, kenapa Indonesia kekurangan dokter, karena banyak orang Indonesia tidak kuliah di fakultas kedokteran. Kenapa mereka tidak kuliah di fakultas kedokteran, Rizieq melanjutkan dengan suara meninggi, "Karena kuliah di fakultas kedokteran mahal, ratusan juta (rupiah). Nggak punya duit ratusan juta, jangan mimpi kuliah di fakultas kedokteran."
Jadi, menurut HRS, bukan orang Indonesia yang bodoh. Kalau fakultas kedokteran dibuka secara gratis, jutaan anak-anak Indonesia akan kuliah di fakultas kedokteran, dan jutaan anak itu akan menjadi dokter.
"Rasain lu kuliah mahal. Ya dia pilih dia lagi, diajak berubah nggak mau, rasain!" kata Rizieq, yang disambut tawa oleh jamaahnya.
Sehingga, kata HRS, jika ingin mengatasi sesuatu, janganlah mengambil jalan pintas. Periksa dahulu, kenapa Indonesia kekurangan dokter. Biaya mahal fakultas kedokteran membuat banyak orang tidak mampu kuliah di fakultas tersebut.
Ia pun kemudian menyoroti konstitusi yang mewajibkan 20 persen dari APBN wajib dialokasikan ke pendidikan. HRS mempertanyakan ke mana larinya 20 persen anggaran pendidikan itu selama ini. Karena menurutnya, semestinya pendidikan dari tingkat SD sampai universitas di Indonesia, gratis.
"Tapi lu milihnya makan gratis. Kacau, kacau, kacau. Ditawarin mau sekolah gratis apa makan gratis, milihnya makan gratis. Akhirnya makan gratisnya sekarang cuma sama telor ceplok doang, itupun duitnya nggak ada, besok pakai ikan asin," kelakar HRS.
Menter Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada Mei lalu pernah mengatakan, bahwa distribusi dokter spesialis menjadi salah satu masalah akut di Indonesia. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun berupaya memecahkan persoalan pemenuhan rasio kebutuhan dokter spesialis di Indonesia dengan membuka enam program studi (prodi) di rumah sakit penyelenggara pendidikan utama.
"Salah satu masalah lagi yang ada di Indonesia adalah distribusi dokter spesialis. Hampir 80 tahun Indonesia merdeka belum pernah bisa terpecahkan," kata Budi dikutip Antara.
Untuk bisa memenuhi kebutuhan dokter spesialis sesuai rasio yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebanyak 0,28 berbanding 1.000 penduduk di Indonesia, Budi memperkirakan butuh 15 tahun bagi Indonesia untuk memenuhinya melalui keberadaan 117 fakultas kedokteran.
Merespons hal itu, Kemenkes melalui program Transformasi Kesehatan memfasilitasi rumah sakit pendidikan di 420 rumah sakit untuk mendidik lebih banyak dokter dan dokter spesialis di luar jalur universitas.
"Kita punya 3.000 rumah sakit, 420 rumah sakit sebagai rumah sakit pendidikan untuk mendidik lebih banyak dokter dan dokter spesialis. Dengan demikian, lebih cepat pemenuhan dokter dan dokter spesialis di seluruh Indonesia," katanya.
Peluncuran program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit berlangsung pada 6 Mei 2024 di halaman RS Anak dan Bunda Harapan Kita, Jakarta Barat. Menurut Budi, program tersebut akan memprioritaskan dokter-dokter putra daerah sebagai peserta pendidikan dokter spesialis di rumah sakit pendidikan.
"Nanti pemenuhan dokter spesialis ke seluruh daerah akan dilakukan bersama-sama, baik pendidikan melalui universitas, maupun pendidikan yang berbasis rumah sakit," katanya.
Pada tahap awal ini, kata Budi, terdapat enam program studi kedokteran spesialis di enam rumah sakit penyelenggara pendidikan utama, yakni spesialis mata, jantung, anak, saraf, orthopedi, dan ongkologi. Adapun enam rumah sakit pendidikan yang dimaksud yakni RS Mata Cicendo, RS Ortopedi Soeharso, RS Pusat Otak Nnasional (PON), RS Kanker Dharmais, RSAB Harapan Kita, dan RSJPD Harapan Kita.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga pernah menyoroti masalah kekurangan dokter spesialis di daerah, terutama di Provinsi Kepulauan. Jokowi mengatakan, rasio dokter berbanding jumlah penduduk tercatat sangat rendah.
"Tapi selalu keluhan di daerah utamanya di provinsi kepulauan selalu adalah dokter spesialis yang tidak ada. Ini menjadi PR besar kita menurut saya. Karena rasio dokter berbanding penduduk kita saya kaget saya tadi pagi baru baca 0,47 dari 1000. Peringkat 147 dunia, sangat rendah sekali," kata Jokowi, saat meresmikan peluncuran pendidikan dokter spesialis berbasis Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama (RSP-PU), Senin (6/5/2024).
Bahkan di ASEAN, lanjut Jokowi, jumlah dokter spesialis Indonesia masuk peringkat sembilan besar. Selain itu, jumlah dokter umum Indonesia pun tercatat masih mengalami kekurangan hingga 124 ribu dan dokter spesialis masih kurang 29 ribu.
Karena itu, Jokowi menekankan perlunya segera menambah jumlah dokter di berbagai daerah. Sehingga berbagai peralatan kesehatan yang sudah disediakan oleh pemerintah pun bisa bermanfaat.
"Jumlah yang tidak sedikit. Ini yang harus segera diisi. Jangan sampai peralatan yang tadi sudah sampai di kabupaten kota, sudah sampai di provinsi tidak berguna gara-gara dokter spesialisnya yang tidak ada," ujarnya.
Menurut Jokowi, saat ini Indonesia baru mampu mencetak 2.700 dokter spesialis tiap tahunnya. Selain itu, permasalahan lainnya yakni tidak meratanya distribusi dokter ke berbagai daerah. Jokowi menyebut, 59 persen dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa dan di daerah perkotaan.
Karena itu, Jokowi juga menekankan perlunya membuat terobosan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Untuk mencetak dokter spesialis yang lebih banyak, Jokowi menilai perlunya mengoptimalkan universitas dan rumah sakit yang ada. Saat ini, tercatat ada 24 fakultas kedokteran dan ada 420 rumah sakit.
Adapun presiden terpilih, Prabowo Subianto pada Februari 2024 lalu pernah berjanji akan memperbanyak fakultas kedokteran di Indonesia untuk mempercepat penyelesaian masalah kekurangan dokter. Hal itu ia paparkan saat segmen penyampaian visi, misi, dan program pada debat pamungkas di Balai Sidang Jakarta, di kawasan Senayan, Jakarta, Ahad (4/2/2024).
“Kita kekurangan sekitar 140 ribu dokter dan itu akan segera kita atasi dengan cara menambah fakultas kedokteran di Indonesia dari yang sekarang 92, kita akan bangun 300 fakultas kedokteran,” ujar dia dikutip Antara.
Selain membangun 300 fakultas kedokteran, dia juga menyebut akan mengirim 10 ribu anak-anak SMA yang berprestasi untuk belajar kedokteran dan 10 ribu lainnya mempelajari bidang sains, teknologi, rekayasa, mathematika (STEM) serta kimia, biologi, dan fisika.
“Kita rebut teknologi, kita rebut sains,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, pasangan Gibran Rakabuming Raka itu juga menyebut akan membangun rumah sakit hingga puskesmas modern di setiap daerah di Indonesia untuk memperbaiki masalah kesehatan di Tanah Air. “Di bidang kesehatan, kami akan membangun rumah sakit modern di setiap kabupaten dan kota, dan puskesmas modern di setiap desa di seluruh Indonesia,” ujar Prabowo.