Di Tengah Perang di Gaza, 900 Perwira Israel Minta Diberhentikan
Sejumlah tentara cadangan Israel juga enggan kembali berperang di Gaza.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Media Israel melaporkan sekitar 900 perwira pasukan penjajahan Israel (IDF) dengan pangkat kapten dan mayor mengajukan pengunduran diri tahun ini. Lonjakan drastis itu menggarisbawahi krisis di tubuh IDF yang tak kunjung berhasil mengalahkan pejuang Palestina meski terus membombardir Gaza dan menyebabkan nyaris 38 ribu kematian warga.
Stasiun penyiaran Israel Channel 12 melaporkan bahwa jumlah permintaan pengunduran diri dari militer itu berkali lipat dari tahun-tahun sebelum serangan Hamas pada 7 Oktober lalu. Sebelumnya, hanya 100-120 perwira mundur pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini juga menandakan masalah mendesak bagi para pemimpin militer, yang sudah bergulat dengan kerugian besar di front utara dan selatan.
Laporan tersebut menggambarkan peningkatan tajam jumlah perwira yang ingin diberhentikan sebagai krisis negara, bukan hanya militer Israel. Channel 12 juga menyebut tren itu "mengkhawatirkan".
Almayadeen melansir, hal ini terjadi ketika lembaga keamanan dan militer Israel memperingatkan risiko jika tidak memperpanjang usia pengecualian dari dinas militer di IDF bagi tentara cadangan, menurut media Israel.
Badan keamanan dan militer Israel telah memperingatkan pemerintah Israel akan bahaya jika tidak memperpanjang usia pengecualian dari dinas militer. Jika tak ada perpanjangan tersebut, sebanyak 5.000 tentara cadangan bisa berhenti dari militer secara hukum.
“Arti dari tidak memperpanjang usia pembebasan satu tahun lagi berarti sekitar 5.000 tentara cadangan yang bertugas di unit di bawah Perintah 8 akan dapat segera diberhentikan jika mereka memilih untuk menghentikan dinas mereka sebagai sukarelawan di militer,” lapor media Israel.
Surat kabar Israel Haaretz baru-baru ini juga melaporkan bahwa beberapa tentara cadangan Israel memilih untuk tidak kembali berperang di Gaza. Hal ini trjadi meskipun ada potensi konsekuensi disipliner, karena militer menghadapi banyak korban jiwa di wilayah tersebut.
Badan keamanan dan militer lebih lanjut memperingatkan bahwa "jika usia pengecualian tidak diperpanjang dan keputusan tidak diambil untuk memperpanjang waktu dinas reguler hingga 36 bulan, militer Israel akan menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan misi keamanan dan perang saat ini."
Media Israel sebelumnya melaporkan bahwa militer saat ini sedang berupaya membentuk divisi cadangan baru karena kebutuhan mendesak akan ribuan tentara tambahan. Awal bulan ini, Kepala Staf Israel Herzi Halevi memberitahu pemerintah Israel tentang kebutuhan tentara akan 15 batalyon baru, menurut Radio Tentara Israel, karena kekurangan pasukan yang dialami militer Israel.
Pada Mei lalu, orang tua dari lebih dari 900 tentara Israel yang ditempatkan di Gaza juga telah menandatangani surat yang mendesak militer untuk menghentikan serangan yang sedang berlangsung di Rafah, dan menyebutnya sebagai “perangkap mematikan” bagi anak-anak mereka. “Terbukti bagi siapa pun yang memiliki akal sehat bahwa setelah berbulan-bulan peringatan dan pengumuman mengenai serangan ke Rafah, ada kekuatan di sisi lain yang secara aktif bersiap untuk menyerang pasukan kami,” demikian isi surat yang dikirim pada 2 Mei itu.
“Anak-anak kami kelelahan secara fisik dan mental,” tambah surat itu, yang ditujukan kepada menteri pertahanan, Yoav Gallant, dan kepala staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Letjen Herzi Halevi. “Dan sekarang, kamu berniat mengirim mereka ke situasi berbahaya ini? … Tampaknya ini sebuah kecerobohan.” Surat tersebut awalnya ditandatangani oleh orang tua dari sekitar 600 tentara namun dalam beberapa hari terakhir orang tua dari 300 tentara lainnya telah menandatanganinya.
Konfrontasi di front selatan dan utara memberikan beban berat pada beberapa formasi dan unit pasukan pendudukan Israel, juga menewaskan banyak perwira tinggi dan menengah. Invasi ke Gaza menyebabkan jumlah total kematian tentara Israel menjadi 670 orang dan melukai ribuan lainnya.
Dampak perang tidak hanya berdampak pada militer Israel tetapi juga merugikan sektor-sektor utama perekonomian Israel. Mobilisasi pasukan cadangan berdampak buruk pada ketersediaan tenaga kerja Israel, sektor ekonomi produktif, dan sektor pariwisata.
Merujuk Almayadeen, dihadapkan pada salah satu guncangan dan rasa malu terbesar akibat serangan dari Gaza pada 7 Oktober, Israel telah mengesampingkan semuanya dan fokus pada mobilisasi militer. MEreka berharap memulihkan reputasinya sebagai kekuatan penjajah yang tangguh di Asia Barat dan keamanan yang kini tidak dimiliki oleh para pemukimnya.
Jika ancaman untuk melancarkan agresi besar-besaran terhadap Lebanon benar-benar terwujud, maka tekanan terhadap formasi militer Israel mungkin akan mencapai titik puncaknya. Tuntutan peningkatan jumlah rekrutmen terjadi meskipun faktanya militer Israel telah memobilisasi ratusan ribu tentara cadangan untuk bertugas, yang menunjukkan tingkat kerusakan yang ditimbulkan pada militer.
Lembaga Penyiaran Israel sebelumnya juga mengutip menteri pertahanan, Yoav Gallant yang mengatakan tentara Israel membutuhkan 10 ribu tentara tambahan segera. Gallant mengatakan kepada komite urusan luar negeri dan pertahanan bahwa 4.800 orang yang dibutuhkan dapat direkrut dari komunitas Yahudi ortodoks Haredi. Mereka merupakan 13 persen dari total penduduk Israel.
Mahkamah Agung Israel bulan lalu memutuskan bahwa kelompok harus direkrut masuk ke dalam dinas militer. Ini menguatkan keputusan sementara pada Mei yang mengatakan bahwa negara tidak memiliki wewenang untuk memberikan pengecualian kepada pria Haredi.
Wajib militer bagi warga negara Yahudi adalah bagian dari kewajiban nasional Israel. Namun kompromi yang sudah berlangsung lama hingga saat ini mengecualikan pria Haredi atau Ultra Ortodoks untuk terlibat dalam militer. Heredi dapat melanjutkan studi penuh waktu terhadap teks-teks agama yang didanai oleh tunjangan pemerintah.
Ribuan demonstran ultra-Ortodoks melakukan aksi unjuk rasa yang diwarnai kekerasan sejak Ahad di Yerusalem. Mereka menentang wajib militer terhadap kelompok pelajar keagamaan Haredi yeshiva ke dalam militer tersebut.
Dalam sebulan 26 tentara IDF tewas... baca halaman selanjutnya
Sumber-sumber media di Israel sebelumnya mengungkapkan statistik yang menunjukkan jumlah kematian di pihak tentara pendudukan Israel dan pemukim ilegal sejak awal bulan ini di Jalur Gaza dan Tepi Barat yang diduduki. Secara total puluhan tewas sebulan belakangan.
Saluran Akka melaporkan di akun Telegram-nya dari sumber resmi Israel bahwa 26 anggota tentara pendudukan dan satu pemukim tewas sejak awal Juni ini hingga hari ini. Saluran tersebut mendokumentasikan kematian orang-orang ini dalam inventaris berikut menurut pangkat mereka dan operasi di mana mereka dibunuh.
Menurut statistik resmi, jumlah korban tewas tentara pendudukan sejak awal perang pada 7 Oktober telah melebihi 650 orang, sekitar 300 diantaranya tewas sejak awal pertempuran darat pada tanggal 27 bulan yang sama, menurut Israel. tentara.
Jumlah korban tentara Israel sejak awal perang telah mencapai sekitar 3.800 orang, sekitar 1.900 di antaranya terluka sejak awal serangan darat, sementara rumah sakit dan media Israel mengonfirmasi bahwa jumlah sebenarnya korban dan korban tewas tentara Israel lebih besar. dari apa yang diumumkan.
Selama sembilan bulan berturut-turut, penjajah melanjutkan perang destruktifnya di Jalur Gaza, yang sejauh ini telah menyebabkan tidak kurang dari 37.900 orang menjadi syuhada dan 86.000 orang terluka – kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak. Serangan Israel juga menimbulkan kerusakan besar-besaran terhadap fasilitas vital dan bangunan tempat tinggal dan kelaparan yang semakin parah di Jalur Gaza yang terkepung.