Proses Merger Dihentikan, BTN Syariah dan Bank Muamalat Batal Jadi Saingan BSI

Informasi terakhir proses merger masih dalam due dilligence.

Dok Republika
Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN Nixon LP Napitupulu mengonfirmasi proses merger yang sedang dilakukan Unit Usaha Syariah (UUS) BTN atau BTN Syariah dan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk tidak dilanjutkan. Diketahui, informasi terakhir proses merger masih dalam due dilligence.

Baca Juga


"Pada dasarnya kami tetap harus menjaga kesepakatan bersama mereka (Bank Muamalat). Tapi, secara umum kami sampaikan kepada pemegang saham baik pak Menteri (Menteri BUMN Erick Thohir) dan Wamen (Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo) dan kami sudah menyampaikan ke OJK tapi belum kami sampaikan di keterbukaan informasi bahwa kami tidak akan meneruskan akuisisi Bank Muamalat dengan berbagai alasan yang tidak bisa kami sampaikan," ujar Nixon dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI yang diikuti secara daring, Senin (8/7/2024).

Sebelumnya, aksi korporasi ini diharapkan rampung sebelum Oktober 2025. Rencananya, merger kedua bank tersebut akan membentuk bank umum syariah (BUS) yang akan fokus di segmen kredit pemilikan rumah (KPR), baik subsidi maupun nonsubsidi.

Dalam proses tersebut, BTN sudah menunjuk sekuritas, kantor akuntan publik (KAP), dan firma hukum terbesar di Indonesia untuk melakukan due dilligence. Aksi korporasi ini merupakan harapan dari POJK nomor 12 tahun 2023 yang mewajibkan bank syariah harus spin off apabila jumlah asetnya telah mencapai Rp 50 triliun atau 50 persen dari total aset induk, dan harus diselesaikan selambat-lambatnya dua tahun.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan, pada dasarnya pengajuan permohonan merger merupakan kewenangan manajemen bank. Selama ini, OJK sudah berupaya mewujudkan Roadmap Penguatan dan Pengembangan Perbankan Syariah 2023-2027 yang antara lain melalui konsolidasi perbankan syariah yang menjadi tanggung jawab bersama.

Dian juga menegaskan untuk aksi korporasi harus disiapkan secara matang dengan tetap memperhatikan kesiapan masing-masing bank, dan perkembangan dinamika pasar global maupun domestik. Sehingga, konsolidasi yang akan dilakukan dapat melahirkan perbankan syariah yang lebih sehat, efisien, dan lebih berdaya saing serta berkontribusi terhadap perekonomian nasional.

"Sampai dengan saat ini OJK belum merasa perlu untuk menggunakan kewenangan dari UU P2SK terkait dengan kewenangan OJK melakukan forced consolidation," kata Dian.

Adapun, rencana akuisisi ini sejalan dengan visi yang tertuang dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia 2023-2027, yakni mengembangkan perbankan syariah yang sehat, efisien, berintegritas, dan berdaya saing serta berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional untuk mencapai kemaslahatan masyarakat.

Upaya ini juga selaras dengan latar belakang penerbitan Peraturan OJK (POJK) Nomor 12 Tahun 2023 tentang UUS, yaitu menciptakan industri perbankan syariah nasional yang stabil dan berdaya saing sehingga mampu merespon tantangan terhadap perkembangan industri perbankan yang semakin dinamis dan kompleks.

Sepanjang 2023, BTN Syariah menorehkan kinerja yang gemilang dengan berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 702,3 miliar. Jumlah tersebut melesat 110,5 persen dibandingkan perolehan laba bersih tahun sebelumnya sebesar Rp 333,6 miliar.

Kinerja gemilang dari sisi penyaluran pembiayaan dan perolehan DPK tersebut, telah membuat posisi aset BTN Syariah mengalami lonjakan sebesar 19,79 persen menjadi Rp 54,3 triliun pada tahun 2023 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 45,3 triliun.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler