PMN, Dulu Harus Berhutang, Kini Bisa Biayai Sendiri
89 persen PMN digunakan BUMN untuk menjalani penugasan negara.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VI DPR dan Menteri BUMN Erick Thohir melakukan rapat kerja pada Rabu (10/7/2024) malam. Pimpinan rapat Sarmuji mengatakan rapat kali ini akan mengambil keputusan terkait penyertaan modal negara (PMN) 2025.
"Kita sudah rapat dan debat cukup panjang serta mendalami masalah-masalah yang di BUMN, tiba saatnya kita akan ambil keputusan pada malam ini," ujar Sarmuji.
Sebelum mengambil keputusan, Sarmuji mengatakan terdapat hal yang positif dalam kinerja BUMN untuk beberapa tahun terakhir. Sarmuji mengatakan PMN yang diberikan negara saat ini jumlahnya jauh lebih kecil daripada setoran dividen yang diberikan BUMN untuk negara.
"Ada satu hal menggembirakan yang bisa kita petik dalam pengajuan PMN, terutama dalam lima tahun terakhir," ucap Sarmuji.
Wakil Ketua Komisi VI itu menyebut PMN di era terdahulu biasanya berasal dari utang luar negeri. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi pada BUMN era Erick Thohir.
"Masa yang dulu PMN itu uangnya kebanyakan atau mungkin sebagian besarnya bahkan semuanya dibiayai oleh utang luar negeri, pada saat ini PMN diajukan dengan mengambil dividen dari BUMN," kata Sarmuji.
Sarmuji menyebut nilai dividen saat ini bahkan lebih besar dari PMN yang diterima BUMN. Sarmuji menyampaikan total dividen mulai 2020 sampai 2024 sebanyak Rp 279,8 triliun, sedangkan sebaran PMN tunai pada 2020 sampai 2024 sebesar Rp 217,9 triliun.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir melaporkan lebih rinci, penyertaan modal negara (PMN) kini tak lagi mengandalkan utang luar negeri. Erick memastikan PMN yang diterima BUMN dalam beberapa tahun terakhir berasal dari setoran dividen BUMN kepada negara.
"Tadi disampaikan oleh pimpinan rapat, ini salah satu perbaikan yang luar biasa di bawah pengawasan Komisi VI yang di mana selama ini tadinya PNM itu sangat bergantung dari utang negara kepada luar negeri, tetapi hari ini kita bisa yakinkan bersama-sama ketika dividen bisa membiayai PMN itu sendiri," ujar Erick saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Erick mengatakan hal ini merupakan sebuah proses keberlanjutan sebagai buah dari pencapaian transformasi BUMN dalam beberapa tahun terakhir. Erick mengatakan BUMN dalam lima tahun terakhir telah menyetorkan sekitar Rp 280 triliun atau jauh lebih tinggi dari PMM yang diterima BUMN selama lima tahun terakhir sekitar Rp 212 triliun.
Erick menyampaikan mayoritas PMN yakni sekitar 89 persen digunakan BUMN untuk menjalani penugasan negara. Sedangkan untuk restrukturisasi sebesar tujuh persen dan pengembangan usaha sebesar empat persen.
"Pimpinan dan anggota dewan terhormat ini yang tentu kita bisa paparkan angka detail keseluruhan yaitu PMN yang dibutuhkan untuk 2025 sebesar Rp 44 triliun," ucap Erick.
Erick berharap usulan ini dapat didukung Komisi VI. Erick juga mengajak Komisi VI untuk terus membantu mengawal implementasi penggunaan PMN.
"Besar harapan kami mendapat dukungan dari Komisi VI dan tentu pengawasan serta juga solusi-solusi yang bisa diberikan agar kita PMN ini bisa tepat sasaran dan memberikan manfaat lebih banyak lagi untuk pertumbuhan ekonomi," kata Erick.