Swedia dan Slovenia Ingatkan Warganya Hindari Perjalanan ke Israel
PM Kristersson meminta warga Swedia menanggapi keputusan tersebut dengan serius.
REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Pemerintah Swedia dan Slovenia mengeluarkan peringatan keras yang mendesak warga negara mereka untuk menghindari perjalanan ke Israel dan wilayah Palestina. Hal itu karena ketegangan yang meningkat di wilayah tersebut.
"Hari ini, Kementerian Luar Negeri memperketat peringatan perjalanan Swedia terkait Israel dan Palestina. Mulai sekarang, ada peringatan keras terhadap semua perjalanan ke kedua negara," tulis Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson melalui media sosial X pada Kamis (1/8/2024) dikutip di Istanbul.
Kristersson meminta warga Swedia menanggapi keputusan tersebut dengan serius. Pasalnya, situasi keamanan di Timur Tengah serius dan dapat memburuk dengan cepat.
Serupa, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Slovenia mengeluarkan pernyataan yang mendesak warganya untuk menjauh serta menghindari perjalanan ke Israel, Iran, serta Lebanon.
Anadolu melaporkan, Kemenlu juga menyoroti masalah keamanan serius di Lebanon dan menyarankan warga Slovenia yang saat ini berada di sana untuk segera meninggalkan negara tersebut.
Ketegangan keamanan di Israel meningkat setelah Tel Aviv mengumumkan pembunuhan komandan militer senior Hizbullah Fuad Shukr dalam serangan udara di sebuah gedung di Beirut selatan pada Selasa (30/7/2024) malam WIB. Hizbullah mengonfirmasi pembunuhan Shukr pada Rabu (31/7/2024) malam WIB.
Beberapa jam setelah itu, kelompok perlawanan Palestina Hamas mengatakan, Israel membunuh Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh dalam serangan udara yang menargetkan kediamannya di ibu kota Iran, Teheran. Haniyeh sendiri berada di sana karena mendapat undangan untuk menghadiri pelantikan presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian.
Baca: KSAU Bicara Tentang Keunggulan Teknologi Drone Bayraktar TB2
Kekhawatiran meningkat akan terjadinya perang besar-besaran antara Israel dan Hizbullah di tengah baku tembak lintas perbatasan selama berbulan-bulan. Eskalasi terjadi di tengah serangan gencar Israel di Gaza yang telah menewaskan hampir 39.500 orang sejak Oktober lalu menyusul serangan Hamas.