Jika PP Kesehatan Jadi Polemik, MHKI: Revisi PP Jadi Keniscayaan

MHKI berpendapat, Beberapa pasal dalam PP Kesehatan mendapat sorotan tajam.

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Ilustrasi dokter memeriksa pasien. PP Kesehatan harus mendukung peningkatan layanan kesehatan.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 sebagai aturan pelaksana Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Terbitnya PP ini dinilai menimbulkan pro dan kontra, salah satunya terkait penggabungan banyak kluster di dalam satu PP.
 
“Menggabungkan seluruh kluster di dalam satu PP akan menimbulkan kesulitan ke depan jika terdapat substansi yang harus direvisi. Mengingat peraturan turunan dapat bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, maka revisi atau perbaikan merupakan keniscayaan, karena ini bertujuan untuk mempertahankan supremasi hukum,” kata Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) dr. Mahesa Pranadipa.
 
Dr. Mahesa menjelaskan, UU No. 17 Tahun 2023 mencakup sekitar 100 isu yang harus diatur dalam PP. Umumnya, PP turunan dari sebuah UU dibuat berdasarkan kluster isu dan melibatkan berbagai pihak terkait. Namun, dalam kasus PP No. 28 Tahun 2024, penggabungan berbagai macam bahasan terkait kesehatan hanya diatur dalam satu aturan. Pendekatan ini dinilai bisa menimbulkan kesulitan di masa mendatang jika nantinya diperlukan revisi pada substansi peraturan.
 
Selain itu, Dr. Mahesa juga menyoroti masalah lain yang berpotensi muncul akibat minimnya keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses perumusan aturan kesehatan, sebab pemangku kepentingan akan menjadi pihak yang paling terdampak dari disahkannya sebuah aturan. Ia memandang bahwa hal ini akan berpotensi menimbulkan polemik di masyarakat.
 
"Hal lain juga, dengan minimnya keterlibatan stakeholder dalam penyusunan PP, akan berpotensi menimbulkan polemik,” ucap Dr. Mahesa.
 
Beberapa pasal dalam PP 28/2024 mendapat sorotan tajam dari masyarakat, terutama terkait pengetatan aturan yang akan membawa dampak masif bagi masyarakat dan industri.Persoalan lain mengenai susu formula, donor ASI, hingga dokter asing juga turut mendapat respons pro-kontra dari masyarakat.
 
Lebih lanjut, dr. Mahesa menjelaskan masih membutuhkan waktu untuk mengkaji secara menyeluruh isi peraturan baru iniapakah sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau tidak. Meskipun demikian, ia juga menyoroti munculnya perdebatan di beberapa pasal yang menjadi fokus perhatian banyak pihak.
 
"Terbukti banyak uji materi terhadap produk regulasi yang diuji di Mahkamah Konstitusi maupun Mahkamah Agung. Banyak jurisprudensi regulasi yang direvisi atau dibatalkan. Jika banyak polemik maka perlu perbaikan" jelasnya.
 
Dr. Mahesa menegaskan bahwa setiap regulasi, baik dalam bentuk UU maupun turunannya, tidak ada yang sempurna dan menegaskan perlunya perbaikan sebuah aturan apabila aturan tersebut justru menjadi permasalahan di masyarakat.
 
Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin dalam siaran persnya mengatakan, pengesahan PP No. 28 Tahun 2024 ini akan menjadi aturan pelaksana yang mengatur sistem kesehatan di Indonesia.
 
“Dengan penerbitan PP ini, ada 26 (dua puluh enam) Peraturan Pemerintah dan 5 (lima) Peraturan Presiden yang tidak lagi berlaku,” tegasnya.
 
Untuk itu diperlukan perhatian mengenai bagaimana implementasi aturan ini ke depan, dengan memastikan tidak ada pihak yang justru dirugikan oleh aturan ini.

Baca Juga


sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler