Sang Perempuan Sufi dan Mimpi Jumpa Rasulullah
Dalam mimpi itu, ayah Rabiah al-Adawiyah berjumpa dengan Rasulullah SAW.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam khazanah peradaban Islam, nama Rabi’ah al-Adawiyah harum sebagai seorang sufi perempuan pertama. Sosok bernama lengkap Ummu al-Khair bin Ismail al-Adawiyah al-Qisysyiyah itu lahir pada suatu malam di Basrah (Irak) pada 717 Masehi. Ayah dan ibunya berasal dari suku Atiq yang bersahaja.
Sururin dalam Rabi’ah al-Adawiyah Hubb al-Illahi (2000) mengutip Fariduddin al-Attar yang merawikan betapa memprihatinkan keluarga ini. Rumah mereka gelap gulita ketika Rabi’ah lahir. Sebab, tidak ada setetes pun minyak untuk menerangi lampu. Bahkan, tidak terdapat sehelai kain pun untuk melindungi bayi yang baru lahir itu dari hembusan angin dingin. Namun, tanda-tanda kebaikan dalam diri Rabi’ah al-Adawiyah sudah mulai tampak.
Ayah Rabi’ah dikisahkan akhirnya tertidur sambil memeluk bayi perempuannya. Dalam tidurnya, pria itu mimpi berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW.
Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Janganlah engkau bersedih hati karena putrimu yang baru lahir itu kelak akan menjadi orang yang terhormat.”
Masih dalam mimpinya, Nabi SAW berpesan kepada ayah Rabi’ah agar menulis sebuah surat kepada gubernur (‘amir) Basrah, “Tulislah: ‘Wahai ‘amir, engkau biasanya membaca shalawat 100 kali setiap malam dan 400 kali setiap malam Jumat. Tetapi, dalam Jumat terakhir ini engkau lupa melaksanakannya. Karena itu, hendaklah engkau membayar 400 dinar kepada yang membawa surat ini sebagai kafarat atas kelalaianmu.’”
Keesokan paginya, ayah Rabi’ah melaksanakan perintah Nabi SAW sebagaimana diperolehnya dalam mimpi. Ia tidak bisa menemui langsung sang gubernur. Karenanya, surat itu dititipkan kepada pasukan penjaga. Namun, justru gubernur Basrah sendiri yang kemudian mendatangi rumah keluarga Rabi’ah al-Adawiyah sambil memberikan uang ratusan dirham. Menurut Sururin, inilah salah satu cara Allah untuk menjaga Rabi’ah sejak dini dari harta yang haram atau syubhat.
Kehidupan sang salik tidak hanya menggetarkan orang Islam atau generasi sezamannya. Orientalis Louis Massignon memuji perikehidupan Rabi’ah al-Adawiyah sebagai “suatu kehidupan yang menyebarkan harum wangi ke orang-orang sekitarnya.”
Sampai kini, ajaran-ajaran tasawuf sang sufi perempuan tersebut masih bergema dan dipelajari, khususnya mengenai cinta (mahabbah) dan kedekatan (al-uns) kepada Allah. Nyala cinta Rabi'ah al-Adawiyah terus menginspirasi generasi-generasi kemudian.