Setelah Rusia, Pakistan Siap Pasok Misil Balistik ke Iran Jika Perang dengan Israel Pecah
OKI menggelar pertemuan darurat di Jeddah atas permintaan Iran dan Pakistan.
REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Pakistan, seperti dilaporkan Jerusalem Post mengutip beberapa sumber pejabat Arab pada Selasa (6/8/2024), berencana mengirim bantuan misil balistik jarak menengah Shaheen-III kepada Iran jika perang dengan Israel pecah. Sumber itu membuat pernyataan di tengah sebuah pertemuan darurat menteri luar negeri anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Arab Saudi.
Pertemuan OKI di Saudi itu digelar atas permintaan dari Iran dan Pakistan terkait rencana serangan Iran ke Israel yang adalah pembalasan atas pembunuhan terhadap pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh di Teheran, dan komandan senior Hizbullah Fuad Shukr pekan lalu. Pertemuan yang dilaksanakan di Jeddah termasuk mendiskusikan "kejahatan dari penjajahan Israel" dan "pembunuhan Haniyeh," ujar perwakilan Saudi di OKI.
OKI terdiri dari 57 anggota negara Muslim. Anggota OKI termasuk negara Arab seperti Arab Saudi, Mesir dan juga negara berpenduduk Muslim non-Arab seperti Iran, Pakistan, Indonesia, dan Turki.
Seiiring terus meningkatnya eskalasi di Timur Tengah, spekulasi muncul serangan Iran ke Israel akan terjadi dalam waktu beberapa jam atau beberapa hari ke depan. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken sudah menginformasikan kepada anggota G7 pada Ahad lalu bahwa, Iran dan Hizbullah akan menyerang Israel dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah informasi diberikan.
Seorang pejabat Hizbullah telah menginformasikan kepada The Cradle bahwa, "Serangan ke Israel akan datang secara simultan dari Iran, Hizbullah dan Yaman," sambil menambahkan, bahwa tujuan serangan adalah untuk "membuat pukulan menyakitkan untuk Israel yang mungkin tidak bisa dicapai jika serangan dilaksanakan secara tepisah."
Pada Selasa, The Wall Street Journal melaporkan, Israel telah menyiagakan militernya, sementara AS telah mengirim aset militer mereka ke kawasan Timur Tengah. AS juga tengah berkoordinasi dengan rekan negara-negara Arab di kawasan untuk membantu Israel menghadapi serangan Iran yang kali ini diperkirakan akan lebih meluas dan kompleks dibandingkan dengan serangan pada April lalu.
Pada Senin (5/8/2024), New York Times melaporkan, bahwa Rusia mulai mengirimkan sistem pertahanan udara canggih dan perlengkapan radar ke Iran setelah Teheran meminta kepada Kremlin bantuan peralatan perang jelang serangan ke Israel. Mengutip beberapa pejabat Iran, sistem pertahanan udara dan radar itu bukan baru sebatas permintaan tapi sudah dikirimkan.
Laporan New York Times tidak menyebutkan perlengkapan perang apa yang diminta Iran kepada Rusia. Seperti diketahui, saat ini Iran memiliki beberapa sistem pertahanan udara S-300 buatan Rusia. Namun, Rusia sekarang telah memiliki sisten pertahanan udara yang lebih mutakhir, yakni S-400.
Menurut laporan Ynet, pada Ahad (4/8/2024), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendiskusikan opsi melakukan serangan pendahuluan ke Iran sebagai antisipasi. Pada Senin, Menteri Pertahanan Yoav Gallant, mengatakan, negaranya harus siap segera begitu Iran melancarkan serangan.
Pada Senin (5/8/2024), Sekretaris Dewan Keamanan Rusia, Sergei Shoigu tiba di Teheran, Iran. Seperti dilaporkan kantor berita Rusia, Interfax dilansir Reuters, Shoigu menggelar pembicaraan dengan pemimpin Iran termasuk Presiden Masoud Pezeshkian.
Menurut laporan Interfax, Shoigu yang sebelumnya menjabat Menteri Pertahanan sebelum dimutasi ke Dewan Keamanan pada Mei 2024, juga bertemu dengan Kepala Keamanan nasional Iran dan para jenderal di Iran. Rusia diketahui terus meningkatkan kerja sama dengan Iran sejak dimulainya perang dengan Ukraina dan sedang menyiapkan nota kesepahamanan kerja sama militer yang lebih luas dengan Iran.
Pada Februari, Reuters, melaporkan bahwa Iran menyediakan misil balistik jarak jauh dalam jumlah besar kepada Rusia. Pada Juni, Amerika Serikat menyatakan, bahwa Rusia telah mempererat kerja sama pertahanan dengan Iran dan menerima ratusan drone serang satu-arah yang digunakan terhadap Ukraina, meski telah dibantah oleh Kremlin.
Sementara, pada Jumat pekan lalu, Rusia bersama Iran mengutuk pembunuhan terhadap Ismail Haniyeh dan menegaskan adanya "Konsekuensi sangat berbahaya dari aksi itu."