Pesan 'Pembangkangan' Hamas di Balik Penunjukan Yahya Sinwar

Pemimpin Palestina ini adalah musuh nomor satu Israel.

EPA-EFE/MOHAMMED SABRE
Pemimpin Hamas Gaza Yahya Sinwar
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, Kelompok perjuangan Palestina, Hamas, telah menunjuk Yahya Sinwar sebagai pemimpin politik baru menggantikan Ismail Haniyeh yang syahid dalam sebuah serangan Israel di Teheran, Iran, pekan lalu. Pengumuman ditunjuknya Sinwar dilakukan pada Selasa (6/8/2024) saat terjadinya ketegangan di Timur Tengah yang menunggu bagaimana pembalasan Iran terhadap Israel atas pembunuhan Haniyeh di tanahnya.

Baca Juga


Dianggap sebagai arsitek dari serangan 7 Oktober terhadap Israel, Sinwar akan mencoba untuk mendorong gerakan ini melewati masa-masa yang tidak menentu di seluruh wilayah tersebut dari sebuah lokasi yang tidak diketahui di Gaza, dilaporkan Aljazirah.

Pemimpin Palestina yang berbasis di Gaza ini adalah musuh nomor satu Israel. Dengan memilih Sinwar sebagai kepala biro politik, Hamas mengirimkan pesan pembangkangan kepada pemerintah Israel. Meski demikian, masih belum jelas bagaimana Sinwar akan dapat berkomunikasi dengan sesama anggota Hamas, menjalankan operasi politik sehari-hari dari gerakan tersebut, dan mengawasi negosiasi gencatan senjata Gaza saat bersembunyi. Para pejabat Israel tidak merahasiakan keinginan mereka untuk membunuhnya.

Lahir pada tahun 1962 di Khan Younis, Sinwar sering digambarkan sebagai salah satu pejabat tinggi Hamas yang paling tidak kenal kompromi. Dia ditangkap oleh Israel berulang kali pada awal 1980-an karena keterlibatannya dalam aksi anti-pendudukan di Universitas Islam di Gaza.

Yahya Sinwar, Palestinian leader of Hamas in the Gaza Strip, places his hand over his heart on stage after greeting supporters at a rally of supporters days after a cease-fire was reached in an 11-day war between Gazas Hamas rulers and Israel, Monday, May 24, 2021, in Gaza City, the Gaza Strip. - (AP/John Minchillo)

Setelah lulus, ia membantu membangun jaringan pejuang untuk melakukan perlawanan bersenjata terhadap Israel. Kelompok ini kemudian bermetamorfosis menjadi Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap militer Hamas.

Sinwar bergabung dengan Hamas sebagai salah satu pemimpinnya segera setelah kelompok ini didirikan oleh Shekh Ahmad Yasin pada tahun 1987. Tahun berikutnya, ia ditangkap oleh pasukan Israel dan dijatuhi empat hukuman seumur hidup - setara dengan 426 tahun penjara - atas dugaan keterlibatannya dalam penangkapan dan pembunuhan dua tentara Israel dan empat orang yang dicurigai sebagai mata-mata Palestina.

Dia menghabiskan 23 tahun di penjara Israel di mana dia belajar bahasa Ibrani. Dia pun menjadi pakar dalam urusan Israel dan politik dalam negeri. Ia dibebaskan pada 2011 sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan yang membebaskan tentara Israel Gilad Shalit, yang ditangkap oleh Hamas.

Setelah dibebaskan, Sinwar dengan cepat naik kembali ke jajaran Hamas. Pada 2012, ia terpilih menjadi anggota biro politik kelompok tersebut. Sinwar ditugaskan untuk berkoordinasi dengan Brigade Al Qassam.

Dia memainkan peran politik dan militer utama selama serangan tujuh pekan Israel terhadap Gaza pada tahun 2014. Tahun berikutnya, Amerika Serikat mencap Sinwar sebagai "teroris global yang ditunjuk secara khusus".

Pada 2017, Sinwar menjadi pemimpin Hamas di Gaza, menggantikan Haniyeh, yang terpilih sebagai ketua biro politik kelompok tersebut. Tidak seperti Haniyeh, yang telah melakukan perjalanan regional dan menyampaikan pidato selama perang yang terus berlanjut di Gaza, hingga pembunuhannya, Sinwar tetap bungkam sejak 7 Oktober.

 

Pesan Yahya Sinwar saat diwawancara..

 

Dalam sebuah wawancara dengan Vice News pada tahun 2021, Sinwar mengatakan meskipun warga Palestina tidak menginginkan perang karena biayanya yang mahal, mereka tidak akan "mengibarkan bendera putih".

"Untuk waktu yang lama, kami mencoba perlawanan damai dan populer. Kami berharap bahwa dunia, orang-orang yang merdeka dan organisasi-organisasi internasional akan mendukung rakyat kami dan menghentikan penjajahan yang melakukan kejahatan dan pembantaian terhadap rakyat kami. Sayangnya, dunia hanya diam dan menonton," katanya.

Sinwar kemungkinan besar menggambarkan Great March of Return, di mana warga Palestina melakukan protes setiap minggu selama berbulan-bulan di perbatasan Gaza pada tahun 2018 dan 2019, tetapi menghadapi tindakan keras Israel yang menewaskan lebih dari 220 orang dan melukai lebih banyak lagi.

Aksi Great Return March Palestina. - (Dok Aman Palestin-Indonesia)

Sinwar kemungkinan besar menggambarkan Great March of Return, di mana warga Palestina melakukan protes setiap minggu selama berbulan-bulan di perbatasan Gaza pada tahun 2018 dan 2019, tetapi menghadapi tindakan keras Israel yang menewaskan lebih dari 220 orang dan melukai lebih banyak lagi.

Ketika ditanya tentang taktik Hamas, termasuk menembakkan roket tanpa pandang bulu yang dapat membahayakan warga sipil, Sinwar mengatakan bahwa warga Palestina berjuang dengan cara yang mereka miliki. Ia menuduh Israel sengaja membunuh warga sipil Palestina secara massal, meskipun memiliki persenjataan yang canggih dan akurat.

"Apakah dunia mengharapkan kami menjadi korban yang berperilaku baik ketika kami dibunuh, kami dibantai tanpa membuat suara?" kata Sinwar.

Video Yahya Sinwar di Tel Aviv.. 


Sebuah video menampilkan foto Yahya Sinwar yang ditampilkan di videotron Tel Aviv Israel di tengah gedung-gedung pencakar langit, pada malam hari. Video tersebut seperti menjadi peringatan untuk warga Israel bahwa mereka memiliki tantangan baru, bahwa Hamas akan terus melakukan perlawanan.

Yahya Sinwar sebelumnya mengatakan bahwa Israel memang punya banyak senjata canggih, tapi itu sama sekali bukan alasan Hamas dan seluruh warga Palestina menyerah, kemudian dibantai dan direnggut hak kemanusiaannya. Justru dengan segala yang ada, Hamas akan terus istikamah melawan Israel dan menegakkan Negara Palestina merdeka.

Sinwar sebelum Operasi Badai al Aqsa Oktober 2023 menyatakan, bahwa Israel akan diseret kedalam dua opsi yang membatasi geraknya. Pertama adalah membiarkan negara Palestina berdiri merdeka yang didalamnya termasuk Yerusalem dengan al-Aqsa sebagai intinya.

Atau opsi kedua, yaitu Israel memaksakan diri hancur karena mendapatkan tekanan dari dunia internasional. Mereka akan terpecah belah dan hancur. Kemudian pasukan perlawanan Palestina akan terus memerangi mereka berbekal semangat juang meraih kemerdekaan dan semangat menguatkan nilai-nilai kemanusiaan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler