Ketegangan Diplomatik Meningkat, Begini Aksi 'Saling Ancam' Norwegia Versus Israel
Norwegia menyebut sikap Netanyahu sebagai langkah ekstrem dan akan ada konsekuensinya
REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL — Pemerintah Norwegia dan Israel mengalami konflik diplomasi akibat keputusan Oslo mengakui negara Palestina. Langkah diplomatik Norwegia untuk mendukung kemerdekaan Palestina pada Mei tersebut mendapat kecaman keras dari Tel Aviv, yang ditanggapi dengan serangkaian tindakan atas negara Nordik itu dan warga Palestina.
Baru-baru ini, Israel membatalkan kewenangan diplomat Norwegia terkait pengakuan terhadap Palestina yang mengikuti langkah Spanyol dan Irlandia. Keputusan tersebut sekaligus melaporkan penarikan dan pembatalan beberapa deposit bank atas akun Norwegia.
"Kami menerima pesan dari pemerintahan Netanyahu bahwa pihaknya tidak akan lagi memfasilitasi pekerjaan diplomat Norwegia di wilayah Palestina," sebut pernyataan Kementerian Luar Negeri Norwegia pada Kamis lalu.
"Tindakan ekstrem ini sangat berpengaruh terhadap pemberian bantuan kepada Palestina. Keputusan Israel membatalkan status diplomatik anggota kedutaan kami adalah langkah ekstrem dan akan ada konsekuensinya," sebut kementerian itu, seraya menambahkan pihaknya sedang menilai kemungkinan menanggapi situasi yang "diciptakan pemerintahan Netanyahu".
Sementara itu, pihak Israel mengatakan langkah tersebut dilakukan sebagai tanggapan adanya langkah-langkah anti-Israel dan sepihak yang dilakukan Pemerintah Norwegia. Kementerian Luar Negeri Israel menyatakan telah memanggil duta besar Norwegia. Pemerintah zionis memberitahu bahwa akreditasi para diplomat akan dicabut dalam tujuh hari sedangkan visa mereka juga dicabut dalam tiga bulan.
Beberapa hari kemudian, Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, menolak permintaan kunjungan Menlu Norwegia Espen Barth Eide dengan alasan "Oslo mengakui negara Palestina, menolak mengakui Hamas sebagai organisasi teror, dan mendukung gugatan Afrika Selatan terhadap Israel di Den Haag,” lapor Times of Israel.
Perdana Menteri Norwegia inginkan solusi dua negara..
Mei lalu, Norwegia mengakui negara Palestina menyusul Spanyol dan Irlandia yang kemudian diikuti Slovenia dan Armenia pada Juni. Tindakan tersebut menyulut kemarahan Israel yang bersumpah akan melakukan pembalasan.
Menjelang pengakuan negara Palestina pada Mei, Perdana Menteri Norwegia Jonas Gahr menyoroti perlunya menjaga kemungkinan solusi dua negara.
“Di tengah perang, dimana puluhan ribu orang terbunuh dan terluka, kita harus tetap menghidupkan satu-satunya alternatif yang menawarkan solusi politik bagi Israel dan Palestina: Dua negara, yang hidup berdampingan, dalam perdamaian dan keamanan,” kata Store.
Namun demikian, Kabinet Perang Israel justru menyetujui langkah yang diajukan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich pada akhir Juni untuk melegalisasi permukiman di luar Tepi Barat dan menerapkan sanksi bagi Otoritas Palestina,
Media resmi Israel KAN, mengatakan Kabinet menyetujui keputusan Smotrich sebagai upaya menghadang pengakuan negara Palestina dan tindakan melawan Israel di pengadilan internasional. Menteri sayap kanan itu mengancam membangun permukiman untuk setiap negara yang mengakui Palestina.
Bulan lalu, Knesset (parlemen Israel) melakukan pemungutan suara untuk menolak pembentukan negara Palestina, dan menyebutnya sebagai “ancaman nyata” terhadap Israel.
Pada 19 Juli, Mahkamah Internasional dalam keputusan hukumnya menyatakan pendudukan Israel dalam beberapa dekade di Palestina adalah ilegal dan menuntut evakuasi atas seluruh permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.