Pelapor PBB: Amerika Danai Genosida!
Bom buatan Amerika dipakai dalam serangan ke Masjid al-Tabi'in.
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK– Pelapor Khusus PBB untuk Palestina, Francesca Albanese, mengecam terus dikucurkannya dana dari pemerintah Amerika Serikat untuk militer Israel. Hal ini menurutnya, membuat AS terlibat mendanai genosida yang tengah dilakukan Israel di Jalur Gaza.
Menurutnya, “pendanaan AS untuk genosida Israel” “meningkat” karena tentara Israel “menggunakan bom yang semakin mematikan.” Komentarnya muncul setelah pembantaian terbaru yang dilakukan Israel terhadap keluarga pengungsi yang berlindung di Sekolah Tabi’in dan masjid di dalamnya di Kota Gaza pada Sabtu. Pemboman itu menewaskan lebih dari 100 orang dan melukai beberapa lainnya.
“Bom yang digunakan kemarin dalam pembantaian #AlTabinSchool mengiris tubuh hingga tidak dapat dikenali lagi,” tulis Albanese pada X. “Mereka sekarang diidentifikasi berdasarkan beratnya: 70 kg tas = 1 orang dewasa,” ia menambahkan.
CNN mengkonfirmasi bahwa bom berdiameter kecil GBU-39 digunakan dalam serangan itu, mengutip mantan teknisi penjinak bom Angkatan Darat AS.
Sebelumnya, Direktur Jenderal kantor media pemerintah Gaza, Ismail Al-Thawabta, mengatakan bahwa militer Israel mengebom masjid di sekolah tersebut, yang menampung para pengungsi, dengan tiga rudal, masing-masing berisi 900 kilogram bahan peledak. Ledakan itu mengenai 250 jamaah shalat subuh dan membuat syahid sekitar 100 diantaranya.
Koresponden Aljazirah di Gaza, Anas al-Sharif, menggambarkan kejadian itu sebagai bencana besar. Jenazah para syuhada terbakar dan berserakan di area shalat dan halaman sekolah akibat kekuatan pemboman.
Bersamaan dengan pemboman itu, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan bahwa Gedung Putih akan memberi Israel 3,5 miliar dolar AS pada Israel untuk membeli senjata dan peralatan militer Amerika. Mengutip beberapa pejabat, CNN pertama kali melaporkan bahwa dana tersebut berasal dari rancangan undang-undang pendanaan tambahan untuk Israel senilai 14,1 miliar dolar AS yang disahkan Kongres AS pada bulan April.
Ironisnya, laporan soal aliran dana Israel itu di tengah pernyataan Wakil Presiden AS Kamal Haris, kandidat presiden pada pemilu tahun ini, yang mendesak gencatan senjata. “Sekali lagi, terlalu banyak warga sipil yang terbunuh. Maksud saya, Israel punya hak untuk memburu teroris Hamas. Namun seperti yang telah saya katakan berkali-kali, saya yakin mereka juga mempunyai tanggung jawab penting untuk menghindari jatuhnya korban sipil,” kata Harris, kemarin.
Rudal-rudal AS berulang kali terbukti digunakan Israel untuk melakukan pembantaian massal di Gaza. Pada Mei 2024, militer Israel menggunakan bom buatan AS dalam serangan udara mematikan di kompleks sekolah PBB di Gaza. Hal ini menurut pejabat dan mantan pejabat pertahanan AS yang menganalisis gambar sisa-sisa bom yang didokumentasikan oleh NPR di lokasi tersebut.
Amunisi yang digunakan adalah bom berdiameter kecil GBU-39, menurut seorang pejabat Pentagon dan mantan pejabat Angkatan Udara AS Ini adalah jenis bom yang sama, menurut The New York Times, yang digunakan Israel dalam serangan udara bulan lalu yang menewaskan puluhan warga sipil yang mengungsi di sebuah kamp tenda di Nuseirat, kota Rafah di Gaza selatan.
Pada 15 Juli 2024, setidaknya 22 warga Palestina syahid dan 100 lainnya luka-luka dalam serangan di sebuah sekolah yang dikelola PBB di Gaza tengah yang digunakan sebagai tempat perlindungan bagi para pengungsi. Para saksi mata mengatakan kepada BBC Arab bahwa tidak ada pejuang bersenjata di sana dan anak-anak termasuk di antara korban. Bom GBU-39 kembali terbukti digunakan dalam serangan itu.
Sebelumnya, pada 13 Juli 2014 serangan udara Israel terhadap kamp al-Mawasi di Gaza selatan telah menewaskan sedikitnya 90 orang dan melukai 300 lainnya. Serangan pada hari Sabtu di “zona aman” yang ditetapkan Israel, terletak di sebelah barat Khan Younis di Gaza selatan, melibatkan jet tempur dan drone, menurut para saksi. Serpihan rudal AS GBU-39 kembali ditemukan di lokasi penyerangan.
Pada 9 Juli 2024, IDF mengebom sekolah Al-Awda di Abasan al-Kabira dekat kota Khan Younis, di Jalur Gaza, Palestina. Gedung yang dikelola UNRWA yang telah diubah menjadi tempat penampungan pengungsi, menampung pengungsi dari invasi Israel.
Setidaknya 31 warga Palestina syahid dalam serangan itu sementara lebih dari 53 orang terluka; sebagian besar korbannya adalah wanita dan anak-anak. Banyak dari korban adalah pengungsi dari Rafah setelah serangan Israel di Rafah.
Serangan tersebut merupakan serangan keempat terhadap sekolah Palestina yang dilakukan oleh IDF selama empat hari sebelumnya. Pakar senjata mengidentifikasi pecahan serangan itu sebagai bom GBU-39 seberat 250 pon.
Serangan Israel ke masjid dan sekolah Al-Tabi’in pada Sabtu lalu juga disebut menggunakan rudal buatan Amerika Serikat. Seratus jamaah shalat subuh syahid dalam serangan brutal tersebut.
Otoritas Palestina yang berbasis di Tepi Barat telah membuat pernyataan yang jarang dalam mengutuk AS pada serangan itu.
Juru bicara presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, mendesak AS – sekutu diplomatik dan pemasok senjata terpenting Israel – untuk “mengakhiri dukungan buta yang mengarah pada pembunuhan ribuan warga sipil tak berdosa, termasuk anak-anak, wanita, dan orang-orang yang tidak bersalah dan orang tua”.
Desakan embargo... baca halaman selanjutnya
Beberapa kelompok hak asasi manusia dan mantan pejabat Departemen Luar Negeri telah mendesak pemerintahan Biden untuk menunda pengiriman senjata ke Israel, dengan alasan pelanggaran hukum internasional dan hak asasi manusia.
Dua belas mantan pejabat AS, termasuk mantan pejabat Departemen Luar Negeri Josh Paul, Annelle Sheline, Stacy Gilbert dan Hala Rharrit, mengatakan dalam sebuah pernyataan bulan lalu bahwa “kedok diplomatik Amerika, dan aliran senjata yang terus menerus ke Israel telah memastikan keterlibatan kami yang tidak dapat disangkal dalam pembunuhan tersebut. dan kelaparan yang memaksa penduduk Palestina yang terkepung di Gaza.”
Awal bulan ini, sekelompok 38 pakar hak asasi manusia independen meminta negara-negara anggota PBB untuk memberlakukan embargo senjata dan menargetkan sanksi terhadap Israel menyusul keputusan penting Mahkamah Internasional (ICJ) baru-baru ini.
Para ahli menyerukan embargo senjata, diakhirinya semua iklan komersial yang dapat merugikan Palestina, dan menargetkan sanksi, termasuk pembekuan aset, terhadap individu dan entitas Israel yang terlibat dalam pendudukan ilegal, segregasi rasial, dan kebijakan apartheid.
Pada Juni, kelompok yang terdiri dari 30 ahli, termasuk beberapa Pelapor Khusus PBB, menegaskan kembali tuntutan mereka untuk segera menghentikan pengiriman senjata dan amunisi ke Israel.
“Sejalan dengan seruan baru-baru ini dari Dewan Hak Asasi Manusia dan para ahli independen PBB kepada negara-negara untuk menghentikan penjualan, transfer, dan pengalihan senjata, amunisi, dan peralatan militer lainnya ke Israel, produsen senjata memasok Israel,” kata para ahli tersebut.
Sebuah laporan yang telah lama ditunggu-tunggu pada bulan Mei mengatakan “menilai secara masuk akal” bahwa Israel menggunakan senjata buatan AS dengan cara yang tidak sejalan dengan hukum kemanusiaan internasional, Anadolu melaporkan.