Mengapa Anwar Usman tak Ikut Memutus Putusan MK Soal Syarat Usia Calon Kepala Daerah?
Anwar Usman sudah tidak ikut dalam rapat permusyawaratan hakim pada 17 Juli 2024.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim Konstitusi Anwar Usman tidak ikut dalam memutus uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota, terkait syarat usia calon kepala daerah dalam UU Pilkada tersebut. Penjelasan itu disampaikan Hakim Konstitusi Arsul Sani ketika membacakan pertimbangan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
“Hal demikian disampaikan Mahkamah agar semua pihak tidak menaruh rasa curiga terhadap proses pemeriksaan perkara berkenaan dengan norma Pasal 7 ayat (2) Huruf e UU 10/2016,” kata Arsul Sani.
Arsul menjelaskan dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) tanggal 17 Juli 2024, Anwar Usman telah menyampaikan bahwa ia tidak akan ikut memutus permohonan yang berkaitan dengan syarat usia calon kepala daerah. Kemudian, hasil RPH tersebut disampaikan oleh Mahkamah dalam sidang pemeriksaan pendahuluan dengan agenda perbaikan permohonan tanggal 25 Juli 2024.
Pada perkara ini, para pemohon, yakni A. Fahrur Rozi dan Anthony Lee yang keduanya merupakan mahasiswa, mengajukan hak ingkar terhadap Anwar Usman. Mereka ingin Anwar dengan kesadaran diri mengundurkan diri atau tidak diikutsertakan dalam memeriksa dan memutus perkara yang mereka ajukan.
Namun, karena Anwar Usman telah menyatakan tidak akan ikut memutus permohonan yang berkaitan dengan syarat usia maka MK memutuskan permohonan hak ingkar tersebut tidak lagi relevan.
“Permohonan para pemohon ihwal hak ingkar Hakim Konstitusi Anwar Usman dimaksud menjadi tidak relevan lagi dipertimbangkan, sehingga harus pula dinyatakan tidak beralasan menurut hukum,” ucap Arsul.
Lebih lanjut, MK menyatakan menolak permohonan Fahrur dan Anthony. Menurut MK, seluruh dalil permohonan tidak beralasan menurut hukum. “Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.
Namun demikian, MK dalam pertimbangan hukumnya, menegaskan bahwa syarat usia calon kepala daerah harus terpenuhi sejat penetapan pasangan calon oleh KPU.
“Sebagai penyelenggara, KPU menetapkan batas usia minimum calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah sesuai dengan batas usia minimum yang diatur dalam undang-undang. Berkenaan dengan ini, penting bagi Mahkamah menegaskan, titik atau batas untuk menentukan usia minimum dimaksud dilakukan pada proses pencalonan, yang bermuara pada penetapan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah,” ucap Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Pada perkara ini, para pemohon, yakni A. Fahrur Rozi dan Anthony Lee, yang keduanya merupakan mahasiswa, meminta MK menambahkan frasa "terhitung sejak penetapan pasangan calon" ke dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada. Pasal tersebut mengatur syarat usia minimum calon kepala daerah.
Saldi menjelaskan norma pasal diuji memang tidak mencantumkan secara eksplisit ihwal frasa "terhitung sejak penetapan pasangan calon". Namun, apabila ditelisik berdasarkan pendekatan sistematis, peraturan batasan usia minimum untuk dapat diajukan sebagai calon kepala daerah (cakada) selalu ditempatkan dalam bab yang mengatur mengenai persyaratan calon.
Pendekatan sistematis tersebut juga dapat dibaca dan dipahami dalam konteks tahapan pilkada. Dalam hal ini, MK menyatakan bahwa tahapan pendaftaran, penelitian persyaratan calon, serta penetapan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah berada dalam satu kelindan.
Karena berada dalam satu kelindan maka semua yang menyangkut persyaratan harus dipenuhi sebelum dilakukan penetapan calon. Artinya, menurut MK, penelitian keterpenuhan persyaratan calon kepala daerah harus dilakukan sebelum tahapan penetapan pasangan calon.
"Dalam hal ini, semua syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU 10 Tahun 2016 harus dipastikan telah terpenuhi sebelum penyelenggara, in casu KPU, menetapkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah," ujar Saldi.
Selain itu, MK juga mengatakan bahwa fakta empirik membuktikan penentuan keterpenuhan persyaratan calon kepala daerah selama ini dihitung atau ditentukan pada tahapan penetapan pasangan calon.
"Dalam hal ini, misalnya, sejak pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diselenggarakan serentak terhitung mulai tahun 2015, 2017, 2018, dan 2020, titik atau batas penentuan keterpenuhan persyaratan calon selalu dilakukan pada tahapan penetapan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah,” ujar Saldi.
Selain itu, MK juga menyatakan keterpenuhan syarat calon anggota legislatif, DPR, DPD, DPRD, maupun syarat calon presiden dan wakil presiden juga ditentukan ketika penetapan pasangan calon.
"Artinya, segala persyaratan yang harus dipenuhi pada tahapan pencalonan harus tuntas ketika ditetapkan sebagai calon dan harus selesai sebelum penyelenggaraan tahapan pemilihan berikutnya," imbuh Saldi.
Lebih lanjut, MK memberi ultimatum kepada KPU untuk mengikuti pertimbangan MK dalam putusan ini.
"Jika penyelenggara tidak mengikuti pertimbangan dalam putusan Mahkamah a quo, sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang berwenang menyelesaikan sengketa hasil pemilihan, calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang tidak memenuhi syarat dan kondisi dimaksud, berpotensi untuk dinyatakan tidak sah oleh Mahkamah," kata Saldi.