KPU Bolehkan Kampanye Pilkada di Kampus
Kampanye di kampus bisa dilakukan dengan catatan telah mendapat izin.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - KPU RI mengizinkan kegiatan kampanye dalam rangkaian Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 untuk digelar di kampus, dengan catatan kegiatan kampanye telah mendapat izin dan tidak membawa atribut. KPU menegaskan, langkah tersebut sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kami ingin sampaikan, beberapa keputusan MK yang lain, misalnya terkait dengan pengaturan pembolehan kampanye di kampus, itu juga pasti kita harus ikuti, kita perlakukan sama,” kata Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin saat konferensi pers di Kantor KPU RI Jakarta, Kamis (22/8/2024) malam.
KPU akan mengadopsi ketentuan pembolehan kampanye pilkada di kampus ke dalam peraturan KPU (PKPU) tentang kampanye. “Berkaitan dengan kampanye di kampus yang diperbolehkan itu kan nanti akan diadaptasi di PKPU yang lain,” katanya.
Sebelumnya, Selasa (20/8/2024), MK dalam Putusan Nomor: 69/PUU-XXII/2024 memutuskan bahwa kampanye pilkada boleh dilakukan di kampus. Kegiatan tersebut bisa dilakukan selama telah mendapatkan izin dari kampus dan tidak membawa atribut kampanye.
MK mengabulkan permohonan dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria. Dalam amar putusannya, MK menyatakan frasa “tempat pendidikan” dalam Pasal 69 huruf i Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
Oleh karena itu, pasal tersebut dimaknai menjadi:
"Dikecualikan bagi perguruan tinggi yang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi atau sebutan lain dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu."
Menurut MK, pengecualian terhadap larangan kampanye di perguruan tinggi dapat memberikan kesempatan kepada civitas akademika untuk menjadi salah satu lokomotif penyelenggaraan kampanye untuk mendalami visi, misi, dan program kerja yang ditawarkan oleh calon kepala daerah.
“Selain tempat berkumpulnya sebagian dari pemilih pemula dan pemilih kritis, mengecualikan larangan kampanye di perguruan tinggi yang berarti membuka kesempatan dilakukannya kampanye dialogis secara lebih konstruktif yang pada akhirnya akan bermuara pada kematangan berpolitik bagi masyarakat,” kata Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah membacakan pertimbangan hukum.