Bolehkah Orang Islam Memelihara Anjing?

Anjing, sebagaimana makhluk lainnya, juga patut diberi kasih sayang.

pxhere
Anjing ilustrasi
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam mengajarkan umatnya agar menebarkan kasih sayang kepada seluruh penduduk bumi, termasuk hewan. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sayangilah siapa yang ada di muka bumi, niscaya engkau akan disayangi oleh siapa saja yang ada di langit" (HR at-Tirmidzi).

Sebagian orang-orang tidak cukup dengan berbuat baik secara sekadarnya. Ada pula yang sampai memelihara hewan-hewan tertentu. Bahkan, binatang itu dijadikan sebagai peliharaan dan dianggap sebagai bagian dari keluarga.

Terkait itu, bolehkah seorang Muslim memelihara anjing? Dalam rubrik tanya-jawab keagamaan di Harian Republika, Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) menjelaskan perihal ini.

Menurut dia, anjing adalah hamba Allah yang berhak memperoleh kasih sayang secara proporsional. Ada pula banyak manfaat pada hewan tersebut jika seseorang menyayangi dan merawatnya.

Soal kenajisan anjing, lanjut UBN, ada konsensus alim ulama, tetapi ada juga perbedaan pendapat di antara mereka. Para ahli fikih bersepakat bahwa kotoran dan air kencing anjing adalah najis.

Baca Juga



Imam Nawawi dalam kitabnya, Al-Majmu', menjelaskan sikap Imam Baihaqi yang mengatakan, "Umat Islam sepakat, air kencing anjing adalah najis. Begitu juga air kencing dan kotoran semua binatang yang tidak boleh dimakan dagingnya."

Adapun untuk air liur dan ludah anjing, jumhur ulama menegaskan, itu adalah najis yang mewajibkan seseorang untuk mencuci bejana yang dijilat oleh anjing itu dan menumpahkan apa-apa yang ada di dalam bejana tersebut.

Terdapat sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah. Rasulullah SAW bersabda, "Sucinya bejana kamu yang dijilat anjing adalah dengan cara mencucinya sebanyak tujuh kali dan yang pertama dengan tanah."

Adapun bagian tubuh anjing yang lain, seperti bulu dan kepala, para ulama berbeda pendapat dalam masalah kenajisannya.

Mazhab Syafii dan mazhab Hanbali berpendapat, semua bagian tubuh anjing adalah najis karena menganalogikannya pada air liurnya.

Adapun mazhab Hanafi, Maliki, dan salah satu riwayat dari mazhab Hanbali berpendapat, bagian tubuh anjing yang lain--seperti bulunya--adalah suci dan tidak najis. Itu merujuk pada kebolehan memilikinya dengan tujuan berburu atau sebagai anjing penjaga.

Alasan lainnya, tak ada teks dalil yang menetapkan kenajisan bagian tubuh anjing lain. Padahal, memanfaatkan anjing merupakan perkara yang terjadi umum dalam masyarakat.

Ibnu Taimiyah menjelaskan, ada nabi yang memiliki anjing dengan tujuan berburu, menggembalakan hewan ternak, dan sebagai penjaga.

Bagaimanapun, memiliki anjing peliharaan pasti menyebabkan si majikan akan bersentuhan dengan kulit anjing itu, termasuk ketika si anjing sedang basah, atau terkena percikan air dari bulunya.

Pendapat yang mengatakan bulunya itu najis akan menyebabkan kesulitan bagi umat Islam yang memelihara anjing. Padahal, Allah menghilangkan kesusahan itu.

Dari penjelasan ini, akan terkena najis bila badan atau pakaian kita terkena kotoran dan kencing anjing, atau terkena air liur dan ludahnya.

Adapun cara menyucikan sesuatu yang terkena najis dari anjing adalah jika najis itu tidak di tanah--seperti di bejana, pakaian, atau tangan--maka harus dicuci sebanyak tujuh kali. Salah satunya dengan tanah, seperti penjelasan hadis di atas.

Lebih bagus jika dicuci dahulu dengan tanah. Namun, jika tidak, maka pada urutan ke berapa pun tidak menjadi masalah.

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler