Undip dan RS Kariadi Akhirnya Akui Budaya Perundungan Terjadi di PPDS, Ini Penjelasannya

Undip secara terbuka meminta maaf kepada masyarakat terkait perundungan yang terjadi.

Republika/Kamran Dikarma
Suasana Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (15/8/2024). Undip mengakaui terjadinya perundungan di PPDS.
Rep: Kamran Dikarma Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Universitas Diponegoro (Undip) dan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi Semarang akhirnya mengakui bahwa praktik perundungan di program pendidikan dokter spesialis (PPDS) memang terjadi. Hal itu disampaikan saat kasus kematian Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesia Undip yang diduga bunuh diri akibat dirundung seniornya, masih diselidiki Polda Jawa Tengah (Jateng).

Baca Juga


"Kami menyampaikan dan kami mengakui bahwa di dalam sistem pendidikan dokter spesialis internal kami, terjadi praktik-praktik atau kasus-kasus perundungan dalam berbagai bentuk, dalam berbagai derajat, dalam berbagai hal," kata Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Undip, Yan Wisnu Prajoko, dalam konferensi pers di FK Undip, Semarang, Jateng, Jumat (13/9/2024).

Dia pun meminta maaf kepada masyarakat. "Kami memohon maaf kepada masyarakat, terutama kepada Kementerian Kesehatan, kepada Kemendikbudristek, dan kepada Komisi IX (DPR RI), kami memohon maaf kalau masih ada kesalahan kami di dalam kami menjalankan proses pendidikan, khususnya kedokteran spesialis ini," ucapnya.

Yan kemudian meminta arahan dari para pemangku kepentingan, pemerintah, dan komponen-komponen masyarakat dalam proses perbaikan PPDS di Undip. "Kami mohon dukungan dari pemerintah dan masyarakat, untuk kami dapat melanjutkan proses pendidikan kedokteran spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, khususnya saat ini adalah program studi anestesi dan perawatan intensif, supaya kami bisa berperan serta memberikan sumbangsih kepada negara untuk segera memenuhi kebutuhan SDM dokter spesialis dan terdistribusi merata di seluruh nusantara," katanya.

Direktur Layanan Operasional RSUP dr Kariadi, Mahabara Yang Putra, turut mengonfirmasi bawa aksi perundungan dalam PPDS memang terjadi. Namun dia menekankan bahwa hal itu dilakukan oknum. "Oknum ini sedang dalam penyelidikan. Oknum tadi yang melakukan sebuah perundungan, memanfaatkan posisinya, dia merundung, melakukan pemerasan terhadap adik kelasnya," ungkap Mahabara ketika diwawancara media bersama anggota Komisi IX Irma Suryani Chaniago di RS Kariadi, Semarang, Jumat.

Mahabara mengungkapkan, terkait persoalan perundungan tersebut, RS Kariadi akan melakukan sejumlah evaluasi dalam pelaksanaan PPDS. "Kita akan memperbaiki bagaimana proses dari sejak awal input seleksi, di mana di situ juga kita harus mengevaluasi bibit-bibit tadi, secara budi pekerti, secara kompetensi, secara hati nurani, dan motivasi," katanya.

Karena RS Kariadi merupakan RS vertikal di bawah naungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mahabara mengatakan, RS Kariadi nantinya siap mengikuti kebijakan dari Kemenkes dan Komisi IX terkait pelaksanaan PPDS. "Jadi ada big picture nanti yang itu kita percaya bahwa wakil-wakil rakyat kita sudah memikirkan kebijakan yang lebih besar dalam mengawinkan pelayanan dengan pendidikan," ucapnya.

Bullying di Program Pendidikan Dokter Spesialis - (Infografis Republika)

Perlunya punishment yang tegas.. baca di halaman selanjutnya.

 

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago meminta RS Kariadi dan Undip mengakui bahwa praktik perundungan dalam PPDS memang terjadi. Irma mengungkapkan, Komisi IX DPR RI sudah berdiskusi dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin (BGS) terkait persoalan perundungan di PPDS yang kini tengah menjadi perhatian nasional. Menurut Irma, Menkes mempunyai niatan yang positif, yakni ingin menghapuskan budaya perundungan tersebut.

"Dan harus ada juga pengakuan dari (RSUP) Kariadi maupun Undip bahwa perundungan itu memang ada, sehingga itu harus dihentikan. Kalau masih ditutup-tutupi juga, nggak akan selesai persoalannya. Nanti si perundung akan semakin berkeliaran," kata Irma saat melakukan kunjungan ke RS Kariadi.

Dia menambahkan, persoalan budaya perundungan di PPDS harus dihentikan. "Yang pasti harus ditekankan Komisi IX maupun Kementerian Kesehatan adalah ketika mereka (mahasiswa PPDS) masuk di rumah sakit, harus diperjelas oleh rumah sakit maupun sekolah, bahwa siapa pun yang melakukan bullying atau perundungan, kalau itu nanti diketahui, rumah sakit dan (lembaga) pendidikan harus memberikan punishment," ucapnya.

Pada 4 September 2024 lalu, keluarga Aulia Risma Lestari (ARL) akhirnya melaporkan kasus dugaan perundungan yang dialami ARL ke Polda Jateng. Pihak yang dilaporkan adalah beberapa senior di PPDS Anestesia Undip yang diduga melakukan perundungan terhadap ARL.

Saat membuat laporan ke Polda Jateng pada 4 September 2024 lalu, kuasa hukum keluarga ARL, Misyal Achmad, mengatakan, selama menjalani PPDS Anestesia di RS Kariadi, ARL diintimidasi, diancam, bahkan diperas oleh seniornya. Khusus terkait pemerasan, Misyal belum bisa menyebut berapa nominal yang telah dikeluarkan ARL. Kemudian perihal kabar bahwa ARL turut mengalami pelecehan seksual, Misyal membantah hal tersebut.

Misyal mengatakan, dia belum bisa mengungkap identitas para senior ARL yang dilaporkan ke Polda Jateng. "Yang dilaporkan kita belum berani sebut nama. Karena almarhumah, si korban ini sudah meninggal. Jadi ini sedang diproses oleh pihak kepolisian," ucap Misyal.

ARL ditemukan meninggal di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang pada 12 Agustus 2024 lalu. Dokter berusia 30 tahun tersebut diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari para seniornya.

Pada 15 Agustus 2024, Undip menerbitkan keterangan pers yang menyatakan bahwa mereka telah melakukan investigasi internal terkait kematian ARL. Undip membantah ada perundungan terhadap ARL. Menurut Undip, ARL meninggal akibat penyakit yang dideritanya. Namun Undip tak mengungkap atau menjelaskan jenis penyakitnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler