Perjuangan Ust Uwoh Gontor dan Kekasihnya: Untold Story Reuni Alumni Gontor Putri 2007

Ust Uwoh Gontor dan istri menghadiri reuni alumni Gontor Putri 2007.

Panitia
KH Ahmad Hidayatullah Zarkasyi dan Ustazah Nihayah Achwan.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak ada hidup yang melulu bahagia, sebagaimana tak ada juga hidup yang selalu berlimpah derita. Keduanya datang dan pergi bergantian. Di saat kebahagiaan datang, maka berpikirlah, derita apa yang kemudian akan tiba, kesedihan macam apa yang akan membuat orang yang mengalaminya meneteskan air mata. Dua hal itu dialami oleh putra pendiri Pesantren Gontor KH Imam Zarkasyi (1910-1985), KH Dr Ahmad Hidayatullah Zarkasyi (Uwoh-panggilan masa kecil) bersama istri tercinta, Ustazah Nihayah Achwan.

Pada mulanya mereka sungguh bahagia, memadu kasih dalam rumah tangga yang belum lama dibangun. Berduaan dalam berbagai kesempatan (hingga saat ini), sama-sama berbahagia saat nikmat dari langit berjatuhan. Namun di kemudian hari, pasangan ini juga merasakan ‘derita’ di saat berbagai cobaan dari Allah menghampiri keduanya.

Kisah Pak Uwoh dan Ibu Nihayah ini mereka sampaikan dalam momentum Reuni Alumni Gontor Putri marhalah 2007 di Yogyakarta pada Ahad (8/9/2024).

Di saat meniti perjuangan menyiapkan SDM unggul untuk Bangsa Indonesia di Pondok Modern Darussalam Gontor, Uwoh dapat tugas untuk belajar di International Islamic University (IIU) di Islamabad Pakistan. Ini merupakan kampus terbesar dan terbaik di Pakistan, negara Islam di Asia Selatan. Kini menjadi negara dengan jumlah Muslim terbesar di dunia mengalahkan Indonesia.

Baca Juga


Puluhan ribu orang dari berbagai belahan dunia belajar di IIU Islamabad. Mereka mencari ilmu dan hikmah di berbagai program studi yang tersedia, seperti hadits, tafsir, syariah, studi keagamaan, dan lainnya.

190-an peserta reuni alumni Gontor Putri 2007 berfoto bersama KH Ahmad Hidayatullah Zarkasyi (Uwoh) dan istri tercinta Nihayah Achwan di sebuah hotel di Yogyakarta pada Ahad (8/9/2024). - ()
 

Bersama istri tercinta, Nihayah Achwan, kader pertama yang membersamai suami, Ustadz Uwoh berangkat ke tanah rantau. Tiba di negeri yang pernah dipimpin wanita tangguh Benazir Bhutto (1953-2007) tersebut, mereka menghadapi derita yang tak di sangka, yaitu iklim yang ekstrem. Musim dingin di sana menusuk hingga tulang, sesuatu yang tak pernah mereka rasakan, baik di Gontor maupun Gresik, tempat keduanya berasal.
Saat itu mereka hanya punya bekal terbatas. Tak ada baju tebal untuk menghangatkan badan. Di tempat tinggal mereka pun tak ada penghangat ruangan. Sementara hawa dingin menembus tembok tempat tinggal.

Lalu apa yang dilakukan?

Dalam hujaman hawa dingin yang demikian, mereka tak kehilangan akal. Dibelilah sebuah lampu berwat tinggi. Saat hawa dingin berembus, mereka nyalakan lampu itu. Kemudian keduanya duduk di dekat si penerang. Hawa dingin sedikit berubah menjadi kehangatan.

Keduanya pun dapat kembali merasakan keceriaan di tanah rantau, tempat mereka mencari ilmu dan hikmah kehidupan. Pak Uwoh terus belajar di sana hingga akhirnya berhasil meraih gelar doktor. Kemudian kembali ke Tanah Air untuk membangun Gontor yang diwakafkan ayah dan dua orang pak dhe-nya, KH Ahmad Sahal (1901-1977) dan KH Zainudin Fananie (1908-1967).

Dengan memaparkan kisah tersebut, Uwoh dan Nihayah, yang merupakan orang tua ideologis ribuan santri Gontor Putri di Mantingan Ngawi Jawa Timur menyampaikan sejumlah ibrah. Pertama, hadapi segala apa yang terjadi dalam kehidupan, baik berupa suka maupun duka. Caranya dengan bersyukur alias berterima kasih kepada Allah yang sudah memberikan kesempatan hidup untuk beribadah kepada-Nya. Saat bahagia datang, maka bersyukurlah dengan berucap alhamdulillah, subhanallah, dan sujud. Kemudian ketika derita tiba, juga sambut dengan kesyukuran, dengan istighfar, tobat, keistikamahan berdzikir, meski harus meneteskan air mata.

Kedua, perbanyak sujud dan doa seperti yang dirinya dan ayahnya, KH Imam Zarkasyi, lakukan. Jauh hari sebelum reuni terselenggara, Uwoh bertanya kepada panitia, apa saja masalah yang dihadapi para alumni Gontor Putri 2007. Semua itu dituliskan dalam lembaran kertas yang diberikan kepadanya. Kemudian dalam qiyamul lail, Uwoh memohon kepada Allah agar melimpahkan segala kemudahan, ketenangan hati, keimanan, kecintaan kepada Allah dan Rasulullah, kepada seluruh alumni Gontor Putri 2007.

Pak Uwoh dan Ibu Nihayah juga menyampaikan sejumlah nasihat menjalani rumah tangga berikut ini:

  1. Apapun yang terjadi, istri jangan pernah menjelekkan suami di depan anak.
  2. Ceritakan yang baik-baik saja kepada orang tua tentang pasangan hidup, karena orang tua jika mendengar anaknya disakiti, hatinya akan lebih sakit.
  3. Jangan terpengaruh dengan pendapat atau perkataan orang, biarkan saja. Teruskan kebaikan yang ada sehingga orang lain mengakui keistikamahan dalam berbuat baik.
  4. Saat ikhlas mendampingi pasangan, keadaan seburuk apapun akan terasa indah.
  5. Perbanyak bersyukur baik dalam suka maupun duka. Ini merupakan kunci sukses menghadapi ujian Allah.
  6. Dari awal kalian lulus, saya tidak pernah berkata wadaa'an. Tapi ilalliqo'. Hari ini kita dipertemukan kembali oleh Allah. Kelak di hari yang akan datang, akan bertatap muka kembali.
  7. Orang sekitar kita adalah tanggung jawab kita, demi izzatul Islam wal muslimin dan nanti bisa berkumpul dengan orang-orang shaleh bersama Allah.
  8. Semua keburukan akan hilang dengan kebaikan (innal hasanat yudzhibnas sayyiaat).
  9. Setiap orang pernah terjatuh, tapi bangkit kembali. Allah berikan ujian sesuai kemampuan setiap orang menghadapi ujian tersebut. "laayukallifullaha nafsan illa wus’aha."

Uwoh Disuruh Pak Zar Lawan 'PKI'

 

Lihat halaman berikutnya >>> 

Saat duduk di kelas V KMI Gontor, KH Imam Zarkasyi memberikan hadiah arloji kepada Uwoh. Bukan baru, ini merupakan jam tangan lama yang selama ini membersamai khidmah sang ayah memimpin pondok pesantren wakaf tersebut. Karena belum biasa memakai jam tangan, pemberian sang ayah tersebut kerap tertinggal di kamar mandi. Kemudian ditemukan sang ayah dan dikembalikan kepada Uwoh. Tak hanya sekali, Pak Zar melakukan itu berkali-kali hingga membuat cicit KHR Sulaiman Jamaluddin, keturunan Sunan Gunung Jati Maulana Syarif Hidayatullah, itu jengkel.

Pak Zar kemudian memerintahkan Uwoh menagih utang di salah satu toko buku di Ponorogo. "Sudah, sana, tagih utang ke....di toko...Dia itu PKI. Kalau dapat, nanti belikan jam (tangan)," perintah Pak Zar.

Untuk menjalankan misi ini, Uwoh berkolaborasi dengan pengurus koperasi (syirkah) santri. Mereka berpura-pura akan mengadakan kulakan buku. Info itu sampai kepada toko dan penjual yang dimaksud. Orang itu bersemangat hendak menitipkan buku ke koperasi. Dia dan pegawainya datang ke Gontor membawa serta dan menitipkan banyak buku.

Ketika itu Uwoh keluar dan mendekati mereka. "Semua uang hasil penjualan buku ini digunakan untuk melunasi utang anda di koperasi ini," ujar Uwoh.

Setelah itu, putra kedelapan KH Imam Zarkasyi dan Siti Partiyah ini melapor kepada sang ayah. Mendengar cerita seru itu, sang ayah tertawa puas, bangga dengan kecerdasan sang anak yang berhasil mengakali orang yang berutang tapi tak mau bayar tadi. 

Kisah ini tertulis dalam buku Biografi KH Imam Zarkasyi dari Gontor Merintis Pesantren Modern.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler